Lody meremas jemarinya dengan kuat, kepalanya tertunduk dalam. Sebuah kecupan singkat ia rasakan di puncak kepalanya, air mata perlahan turun lalu menetes menitik pada punggung tangan mungilnya.
Pria itu melangkah mundur, menitipkan perempuan miliknya pada kedua orang paruh baya untuk menjaganya. Lody menangkap bayangan pria itu menjauh, roda-roda koper yang melintasi lantai bandara terdengar menyesakan.
Perjalanan bisnis Don kali ini membuat perempuan kecil itu merasa sangat sesak. Menyaksikan mantan kekasih Don menjadi partner bisnis Don kali ini membuatnya merasa muak tetapi Lody sendiri tak ingin ikut campur dalam urusan bisnis Don. Lody membalik badannya, mendekap Bibi Lee dengan erat, menangis meraung dalam dekapan perempuan baya itu sementara Don melihatnya lamat-lamat di balik kaca pembatas.
"Kau bisa mundur sekarang jika memang ini berat..." ucap Raven sembari membetulkan letak kacamatanya.
"Menjadikan Lody sebagai alat untuk mengancamku menjalankan kerjasama dengan perusahaan keluargamu adalah hal paling menjijikan" putus Don yang setelahnya segera menarik kopernya menuju gate.
Sementara Raven memilih merapatkan mantel kulitnya dan membenarkan letak kacamata hitamnya dan berjalan cepat menyusul Don.
.
.
.
.
.
Lody merebahkan dirinya di atas tempat tidurnya. Mengerang sekuat yang ia bisa, emosinya meledak dan hatinya terasa sesak. Wajahnya ia tutup dengan bantal, menangis tersedu hingga langit di luar menggelap.
.
.
.
.
.
"Bibi, panggilkan Lody..." ucap Brian sembari menyesap kopi hangatnya.
"Papi..." sergah Lucia.
"Sudah satu minggu dia mengurung diri kamar sayang, dia harus keluar, kamar harus dibersihkan..."
"Biar aku saja!" ucap Lucia yang kemudian berlari menaiki anak tangga.
Lucia menaiki anak tangga dengan berlari, mengetuk pintu kamar Lody sebanyak tiga kali. Tidak ada jawaban apapun hingga ia perlahan membuka pintu kamar itu.
Kamar itu begitu lembab, udara pengap menusuk hidung Lucia. Ia juga berjalan berjinjit karena begitu banyak barang di kamar itu berserakan. Lucia mengerjapkan matanya beberapa kali, mencari dimana sosok kecil itu berada.
"Kau baik-baik saja?" ucap Lucia perlahan sembari menepuk-nepuk selimut tebal yang menutupi tubuh Lody.
"Aku tidak ingin makan..." jawab Lody parau.
"Aku tidak mengajakmu makan, aku hanya ingin mengajakmu jalan-jalan sebentar...kau sudah janji akan menunjukkan ikan besar di danau kan? Jarang aku bisa pergi ke rumahmu begini..." tutur Lucia yang disusul ikut merebahkan tubuhnya.
Lody hanya terdiam. Ia bukan seseorang yang senang ingkar janji, tetapi saat ini ia sedang tidak ingin.
"Aku akan pergi ke Belgia minggu depan..." cicit Lucia.
Lody secepat kilat mengangkat tubuhnya, membuka selimut tebalnya dan memandangi Lucia tajam.
"Kau sudah janji tidak akan pergi dari dekatku..." cicit Lody.
"Papi memutuskan begitu, aku bisa apa...biasanya ada kau dan Paman Don yang akan membelaku tapi kan..." Lucia terdiam.
"Minggir! Dimana Brian?!" suara Lody terdengar cukup kencang meskipun sangat parau.