Lody menggesekan kakinya pada alas tidurnya, menggaruk kepalanya dan mengerjapkan matanya. Sinar matahari Barcelona terlalu terik pagi itu dan Don sepertinya lupa tidak menutup tirai semalam sebelum tidur. Perempuan kecil itu bangun dengan sedikit pusing yang tersisa di kepalanya, menenggak air putih dan berjalan menatap pemandangan kota Barcelona di hadapannya.
Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka, terdengar suara Don mengerang. Tak lama sosok itu terlihat membawa sebuah nampan besar berisi sarapan.
"Kita bisa turun, tidak perlu dibawa ke kamar Daddy..." ucap Lody yang kemudian membantu Don mengangkat nampan.
Ia tertawa saat melihat susu di dalam gelas sudah tumpah, Don benar-benar tidak ahli dalam hal seperti ini.
"Apa yang lucu?" bisik Don sembari mengaitkan kedua pergelangan tangannya pada bahu Lody.
Lody menggelengkan kepalanya, Don mendekapnya begitu erat pagi itu. Lody perlahan membalik tubuhnya, membalas pelukan Don seerat yang ia bisa sedangkan Don menghujani puncak kepalanya dengan kecupan.
"Ada toko buku dekat hotel, aku ingin ke sana nanti siang...boleh?" cicit Lody pelan.
"Belum, aku belum memastikan kau baik-baik saja setelah penerbangan kemarin..."
Don perlahan menarik tali pita di depan dada Lody, ditatapnya mata kelinci milik perempuannya lekat-lekat. Tubuh itu semakin kurus meskipun kulit putih susunya tetap indah sama seperti saat Don terakhir melihatnya. Don menanggalkan kedua tali yang tertahan di bahu mungil perempuannya, membuat seluruh pakaian itu luruh jatuh ke bawah.
Lody hanya terdiam. Kebiasaan Don akan selalu memastikan tubuhnya dalam kondisi baik-baik saja sudah dilakukan sejak lama, terutama ketika Lody jauh darinya dalam beberapa waktu. Lody masih ingat Don pernah pada guru pembimbing wisata alam di sekolahnya karena tidak menjaganya dengan baik hingga lengan dekat bahu Lody tergores duri, saat itu Don marah hingga menggebrak meja.
"Berbalik" ucap Don.
Lody memutar tubuhnya, membelakangi Don. Jemari Don menyusuri punggung dan semakin turun ke pinggang rampingnya, mengusap kedua belah pantatnya dengan lembut dan diakhiri dengan pelukan.
"Aku baik?" cicit Lody.
Don hanya mengangguk. Ia menyesap aroma tubuh Lody dalam-dalam, hidungnya bersarang pada tengkuk dan sesekali berpindah pada leher perempuan kecil itu.
Lody menggenggam erat tangannya, saat lidah Don mulai menyapu kasar leher dan tengkuknya. Nafasnya kini memburu dengan cepat, sesekali ia menggigit bibirnya saat jemari Don meremas kedua buah dadanya bersamaan.
"Jangan bergerak..." bisik Don.
Lody hanya mengangguk, mulutnya mulai terbuka. Jemari Don perlahan menyusuri leher Lody, meremas batang leher itu secepat kilat hingga Lody terbatuk-batuk dan melesakkan ibu jarinya masuk ke dalam mulut kecil itu.
Don menekan lidah Lody, mengusapnya dan memainkan lidah itu sesuka hati. Bagi Don tubuh Lody adalah hak prerogatif miliknya, ia bisa melakukan apapun yang ia mau ketika permainan sedang dijalankan. Lody mendongak, kakinya terasa melemas dan air liur menetes dari ujung-ujung bibirnya.
"Ngghh Dadddyyy..."
Kaki kanan Don mengusap betis kanan milik Lody perlahan-lahan, naik dan turun. Kulit itu tetap begitu lembut meskipun sedikit kusam, mungkin karena Lody beberapa hari tidak mandi dan mengurung dirinya di dalam kamar.
"Buka kakimu..."
Lody membuka kedua kakinya perlahan, sedikit demi sedikit, sementara mulutnya mulai menghisap ibu jari Don. Suara kecapan mulutnya semakin nyaring, tubuhnya mulai memberontak, ia ingin lebih dari ini.