Bab 3

1.3K 88 1
                                    

Happy Reading.. tandai typo ya

Seorang gadis kecil keluar dari dalam mobil jemputan sekolahnya. ia begitu riang saat sampai rumah karena mendapatkan nilai 100 dipelajaran berhitungnya. Didepan rumah ia melihat mang Eman, tukang kebun yang biasa mengurusi tanaman bunga kesayangannya.

"Mang Emaan.. waah bunganya sudah mau mekar ya? Horee"

Karin meloncat loncat gembira disamping tanaman bunga mataharinya. Ia begitu senang melihat pucuk bunga yang sebentar lagi akan mekar

"Hehe iya nih non Karin. Udah gak sabar ya mau lihat bunganya mekar?"

"Iyaiya.. Stefi pasti langsung sembuh nanti pas tau bunganya sudah mau mekar, nanti kalau sudah mekar mau dipetik terus hadiahin ke ibu deh"

Stefani atau biasa disapa Stefi adalah adik kembarnya. Karin dan Stefi kembar tapi tidak identik. Meski begitu mereka punya kesamaan yaitu sangat suka pada bunga.

Hari ini Stefi tidak masuk sekolah, dia demam dan akhirnya izin ke sekolah, itulah mengapa Karin pulang seorang diri tadi.

"Iyaudah mang eman, Karin masuk dulu ya. Mau tunjukin ke ibu Karin dapat nilai 100"

"Waah non Karin pinter banget, iyaudah sana cepat-cepat kasih tau ibu ya"

"Siap! Dadah" Karin berjalan dengan riang menuju ke pintu rumah, ia begitu senang mendapatkan pujian dari mang Eman tadi.

Karin memasuki rumah, tapi kemudian ia bingung karna rumah terasa begitu sepi, biasanya ibunya akan menyambut ia dan Stefi sepulang sekolah. Ia menuju dapur, barangkali sang ibu sedang menyiapkan makan siang untuknya.

Tapi setelah sampai dapur Karin hanya mendapati bik Nani yang sedang menata sayur dan buah yang baru dibelinya.

"Bik Nani, ibu dimana?" Karin menghampiri bik Nani dan menanyakan keberadaan ibunya

"Eh non Karin dah pulang ya. Tadi sih ibu bilangnya mau tidur sama non Stefi. Bibik belum liat ibu keluar kamar lagi non dari tadi pagi"

Bik Nani memberitahu Karin seraya memberikan segelas air putih untuknya, biasanya kebiasaab kecil seperti ini sang ibu lah yang menyiapkannya.

"Oh ibu tidur ya. Bik Nani tadi Karin dapat nilai 100 pelajaran menghitung, nih liat kertasnya"

Karin yang bersemangat pun mengeluarkan kertas hasil belajarnya disekolah dan menunjukannya dengan bangga pada bik Nani

"Wah hebat, non Karin makin pinter nih. Nanti kasih tau ibu dan ayah ya" Bik Nani tersenyum hangat seraya mengusap pipi Karin

"Iya ini Karin cariin ibu mau kasih tau bik"

"Iyaudah coba non Karin lihat ke kamar,mungkin ibu sudah bangun. Bibik lanjutin beresin sayuran dulu nanti tas nya biar bibik yang bawain ke kamar ya"

"Iyaiya, aku keatas dulu ya bik"

Bik Nani mengangguk seraya tersenyum, ia begitu sayang pada Karin dan Stefi. Dua anak itu begitu sopan dan baik padanya yang hanya seorang asisten rumah tangga.

Karin sampai dilantai atas, ia langsung menuju kamar kedua orang tuanya. Membuka pintu lagi-lagi Karin mendapati kamar itu kosong dan begitu sepi. Dimana ibu dan Stefi pikirnya. Ia melangkah masuk masih sambil menggenggam kertas hasil belajarnya. Ia memanggil manggil sang ibu. Sampai akhirnya ia melihat pintu kamar mandi yang terbuka lebar, dengan penasaran ia melangkah kesana. Siapa tau ibunya sedang dikamar mandi.

Begitu masuk ke kamar mandi Karin begitu terkejut, kertas hasil belajarnya pun terlepas dan jatuh diatas genangan darah, sontak ia berteriak histeris mendapati lantai kamar mandi yang sudah basah oleh darah, disamping bathtub ibunya tergeletak dengan luka iris di pergelangan tangannya, disampingnya pun Stefi adiknya sudah terbujur kaku dengan mulut mengeluarkan busa

"Ibuu!! Stefii!"

Karin tersentak bangun dari tidurnya, ia menggigil ketakutan mengingat mimpinya barusan. Mimpi itu datang lagi, ya selama 14 tahun ia sering kali memimpikan kejadian itu lagi.

Ia mulai menangis histeris sambil memukuli kepalanya. ia begitu ketakutan, bayangan kejadian itu terus berputar dikepalanya memaksanya untuk selalu mengingat kejadian itu.

Arya yang tau kondisi putrinya tidak akan baik setiap hari peringatan kematian ibunya pun berjaga-jaga dengan tidur disofa dekat kamar Karin. Ia langsung terbangun mendengar teriakan Karin yang begitu histeris. Dibukanya pintu kamar putrinya dan ia melihat Karin yang sedang memukuli kepalanya sambil berteriak.

"Kak, Karin. Hey berhenti sayang, ini papi Karin ini papi, istigfar nak, yaallah"

Arya mencoba menenangkan Karin dengan cara memeluknya. Karin masih histeris, ia makin brutal dengan mencoba melepas pelukan arya.

"Lepas!! Lepasin Karin!! Aku mau mati, biarin aku mati, aku mau nyusul ibu dan Stefi, lepas!"

Arya terus mencoba memegangi tangan Karin mencoba menenangkannya, tidak lama Ibram berlari masuk kekamar Karin, kamarnya yang bersebelahan dengan sang adik tentu membuatnya mendengar dengan jelas teriakan Karin dimalam hari, ia terkejut melihat Karin yang begitu histeris.

"Dek, istigfar dek, yaallah Karin. Karin ini abang jangan ngomong begitu Karin, istigfar"

"Gak! Lepas!! Ibu jahat. Ibu gak ajak Karin pergi, ibu dan Stefi tinggalin Karin sendirian. Karin mau nyusul ibu, biarin Karin pergi pi, Karin mau sama mereka aja"

Arya yang tidak tahan mendengar perkataan putrinya pun memegangi kepala Karin memaksa putrinya itu memandangnya.

"Berhenti Karin, lihat papi, lihat! Kamu mau pergi hah? Mana janji kamu sama papi? Kamu mau tinggalin papi disini iya? Kamu mau ninggalin papi sama kayak ibu kamu iya?"

Karin tergugu memandangi arya, dia merasa bersalah tapi juga begitu ketakutan.

"Papi sayang sama Karin begitu juga mami dan abang, Karin tega ninggalin kami? Hmm?"arya mulai menurunkan nada bicaranya saat melihat putrinya begitu sedih dan tersiksa

Karin menggelengkan kepala, ia langsung memeluk papinya begitu erat.

"Karin takut pi, Karin takut, ayah tinggalin Karin sendirian. Karin gak punya siapa-siapa lagi, ibu pergi sama Stefi, ibu gak ajak Karin pi"

Ibram yang melihat kondisi adiknya pun ikut memeluk Karin dan papinya.

"Ada abang disini dek, abang yang selalu temani Karin kan? Papi sama mami juga disiini, ada kara sama kari juga yang sering hibur Karin kan? Kami sayang sama kamu dek, jangan kayak gini"

Setelah beberapa saat Karin mulai tenang, arya bergegas membaringkan putrinya itu di Kasur. Ia lantas menyelimuti dan memeluk putrinya seraya mengelus elus kepalanya.

Malam itu arya dan ibram memutuskan untuk melanjutkan tidurnya dikamar Karin. Arya selalu memeluk putrinya berharap putrinya bisa kembali tidur dengan nyenyak tanpa mimpi buruk itu lagi.

Ibram pun tidur dikarpet bawah samping tempat tidur Karin. Demi adik kesayangannya ia rela tubuhnya kesakitan tidur dialas tipis itu semalaman. Berharap adiknya tidak merasa sendirian.


Jangan lupa tinggalkan vote dan komennya

23/11/21

Forgiven (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang