Happy reading...
Maaf ya kelamaan, heheSemilir angin membawa hawa sejuk yang dirasakan Dirga, siang itu langit tampak berawan tanpa adanya matahari.
Dirga sudah berdiri didepan dua buah makam yang baru ditumbuhi rumput. Hari ini tepat satu tahun kepergian kedua orang yang cukup berarti dihidupnya.
Dirga meletakan buket bunga di masing-masing makam di hadapannya.
Sudah setahun berlalu, tetapi rasanya Dirga masih tidak percaya jika kini papa dan salah satu saudarinya telah tiada.
Dirga masih ingat betul bagaimana terakhir kalinya ia berbincang dengan Dimas di kamarnya.
Saat itu Dimas menghampirinya setelah menenangkan mamanya yang sangat mengkhawatirkan Valerie yang tiba-tiba pergi ke Jakarta menemui Karin.
Dimas menghampiri Dirga yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya di kamar. Setelah berbincang sedikit, akhirnya Dimas memutuskan untuk mengunjungi makam mendiang istri pertama dan juga putrinya.
Dimas perlu menenangkan diri sebelum bertemu Valerie yang akan pulang.
Entah perasaan Dirga saja atau memang benar, kala itu Dimas menepuk bahunya dan mengatakan jika Dimas sangat bangga pada Dirga. Dimas pun juga berpesan agar Dirga tetap semangat menyelesaikan pendidikannya dan nanti bisa membantunya mengurus perusahaan keluarga.
Saat itu, Dirga tidak berpikir macam-macam. Mungkin hanya karena Dimas sedang banyak pikiran makanya saat itu Dimas berkata demikian.
Tetapi ternyata, semua itu adalah saat terakhir ia merasakan tepukan hangat dipundaknya dari sosok seorang ayah. Saat itu, jika Dirga tau adalah saat terakhir ia bisa berbincang santai dengan Dimas. Mungkin Dirga akan meminta banyak senyum dan pelukan untuknya.
Dirga menghirup nafas dan menghembuskannya dengan pelan. Mengingat kejadian tragis itu kembali membuat Dirga merasakan sesak dan ingin menangis.
Kini Dirga tidak punya siapapun untuk ia ajak berbagi kesedihan. Dirga merasa sangat sebatang kara kala keluarga mamanya seakan menjauh dan tidak ingin membantunya yang sedang kesusahan.
Kepergian Dimas membuat kondisi perusahaan hampir bangkrut karena banyak investor yang mencabut saham mereka. Para investor itu meragukan Dirga yang belum berpengalaman mengurus perusahaan. Dirga bahkan sampai harus meminta cuti kuliah demi bisa mengembalikan keadaan perusahaan menjadi stabil kembali.
Dirga harus menanggung beban ini untuk melanjutkan hidupnya, ditinggalkan oleh dua orang yang selalu menjadi pilarnya semasa hidup memaksa Dirga menjalani harinya sebagai laki-laki yang mandiri. Dirga akan pergi ke kantor di pagi sampai siang hari, selanjutnya ia akan langsung pergi kuliah sejak sore hingga malam hari. Terus begitu Dirga lakukan setiap hari tanpa mengeluh.
Dirga mengusap air matanya yang tidak lagi dapat ditahan. Seandainya saat itu ia memiliki cukup waktu, mungkin tidak akan begini jadinya.
Mungkin saat ini Dirga masih akan bertemu dengan papa dan juga saudarinya. Menjalani hidup dengan baik tanpa ada rasa rindu yang menggerogoti.
Rasa sesak di dada kala mengingat peristiwa yang merenggut nyawa orang yang amat ia sayangi begitu membekas di hati.
Dirga menghembuskan nafas dengan pelan mencoba menenangkan dirinya agar tidak kembali menangis, tidak lama ponsel Dirga berdering, Dirga semakin lesu saat nama Andin terpampang sebagai pemanggil dilayar. Setelah mengangkat telfon, Dirga mulai bicara pada Andin, sekertaris Dimas dikantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiven (End)
General FictionKarin begitu ia disapa, sekilas semua orang melihat kesempurnaan di hidupnya. Cantik, pintar dan dikelilingi dengan anggota keluarga yang begitu harmonis dan saling mengasihi. Tetapi, dibalik semua kesempurnaan itu ia hanya seorang gadis yang kesepi...