Bab 22

993 66 1
                                    

Happy Reading..


Matahari sudah mulai menampakan diri, butiran embun yang menghiasi dedaunan pun mulai tampak berkilauan tertimpa cahaya sang mentari. Kehidupan didesa memang masih sangat asri, tidak ada polusi, apalagi bising suara mesin kendaraan yang bersahutan. Tampak beberapa petani yang mulai menapaki jalan bersamaan dengan hewan ternak mereka untuk segera membajak sawah.

Dirga terbangun karena suara berisik dari sekumpulan orang yang sudah berkumpul didepan penginapan yang lainnya. Melihat keluar jendela Dirga mendapati banyak remaja yang sudah siap dengan almamaternya, terlihat juga beberapa orang yang terlihat lebih tua memakai kemeja yang terdapat logo sebuah universitas ternama di ibukota.

Setelah melihat keadaan diluar penginapan, Dirga mulai melangkah kekamar mandi untuk membersihkan diri dan kemudian mencari sarapan. Hari ini ia berencana akan menemui Mang Eman lagi, setelah itu kembali kemakam dan baru mungkin ia akan pulang ke Bandung. Dirga sudah bolos beberapa hari, setelah melihat sekumpulan mahasiswa tadi ia jadi teringat kuliahnya yang beberapa hari ini terbengkalai. Karena itu hari ini Dirga memutuskan akan pulang kembali ke Bandung.

Menapaki jalan desa seorang diri membuat Dirga menyadari bahwa hidup disana terlihat lebih tenang juga damai. Seakan jauh dari permasalahan kota yang tidak jauh-jauh dari macet juga kerasnya kehidupan dikota. Tapi disaat seperti ini Dirga justru kembali merasa kesepian, biasanya dipagi hari seperti ini ia sudah bersiap akan berangkat kekampus. Sarapan bersama keluarga kecilnya dan juga berbagi cerita dari hari sebelumnya.

Bagaimana bisa hal itu ia rasakan lagi. Setelah ini bisa dijamin hidupnya akan berubah 180 derajat. Mungkin tidak akan ada suasana hangat dipagi hari lagi, tidak akan ada makan malam keluarga yang terasa intim lagi. Setelah kembali kerumah, mungkin Dirga akan merasakan kehilangan itu. Kehilangan seperti yang Karin rasakan, tidak akan ada canda, tawa dan senyum penuh cinta lagi. Karmanya akan segera tiba, kini sudah saatnya ia menanggung setiap balasan dari perbuatan kedua orang tuanya.

=

“Habis ini kita dikasih waktu dua jam buat jalan-jalan atau kalau mau ada yang beli oleh-oleh. Lo berdua mau kemana?”

Hari sudah beranjak siang, beberapa mahasiswa sudah banyak yang kelelahan dan memilih beristirahat disebuah warung kecil yang menjual es kelapa. Sedangkan trio rempong yang terdiri dari Karin, Geana, dan juga Sinta kini sedang berteduh dibawah pohon yang cukup rindang. Sebenarnya mereka ingin juga duduk di warung es itu, tapi karena banyaknya mahasiswa mereka jadi tidak mendapatkan tempat duduk.

“Gue mau beli oleh-oleh, nih juragan dari tadi udah wa terus jangan sampe kelupaan. Padahal Cuma ke Karawang doang, seakan-akan gue kayak lagi tour ke bali aje” Sinta bersungut-sungut karena permintaan dari adiknya yang menagih oleh-oleh sejak tadi.

“Ohh.. Kalau lo mau kemana Rin?”

“Gue mau kemakam ibu Ge, kemarin papi nyuruh kesana. Lo mau kemana? Mau ikut gue? Kayaknya abis dari makam juga gue mau mampir kerumah, mau janjian ketemu bik Nani sama Mang Eman”

“Gue boleh ikut? Gapapa emang?” Melihat wajah Geana yang memelas membuat Karin mendengus geli, bilang saja kalau Geana itu ketakutan kalau ditinggal sendirian.

“Iya boleh, kan gue udah ajakin. Atau lo gak mau ikut?” Geana buru-buru menggeleng dan merangkul Karin.

“Sin, gue mau ikut Karin ya. Lo jangan nangis pergi sendirian. Tapi gue titip beliin oleh-oleh ya sedikit aja kok” Sinta mendengus karena Geana memilih pergi bersama Karin tapi tetap nitip dibelikan oleh-oleh.

“Ada pajaknya tapi, masa gue bawa berat-berat gak dikasih ongkos”

“Iya, ntar gue kasih ongkos. Tapi lo sama siapa Sin? Masa sendirian?” Geana memulai drama sok perhatiannya.

Forgiven (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang