Bab 29

848 65 4
                                    

Holla...

Happy Reading


Mengabaikan pesan dari seseorang memang terlihat kurang sopan, apalagi jika orang itu sudah menunjukan iktikad baiknya sejak memulai percapakan. Karin merasa bersalah karena sudah lewat 3 jam pesan dari Dirga ia baca, tetapi masih belum ia balas sampai sekarang. Bahkan Dirga sampai mengiriminya pesan lagi dan meminta maaf karena sudah lancang meminta nomor Karin tanpa minta izin dulu pada sang empunya.

Karin merasa gelisah dan sangat bersalah. Ia sangat ingin membalas pesan itu, tapi ia ragu dan bingung harus menjawab apa. Akankah ia sanggup bertemu Dirga untuk yang kedua kalinya, lagipula apa yang akan mereka bicarakan saat bertemu nanti. Karin akan merasa sangat aneh jika hanya diam dan mendengarkan Dirga bicara. Tapi bersikap ramah seolah ia bahagia bertemu dengan adiknya dari ibu yang lain sungguh membuatnya merasa lebih aneh lagi. Dan lagipula hubungan ia dan ayahnya sudah merenggang sejak kematian ibunya kan.

Karin menghela nafas lelah dan membaringkan tubuhnya diranjang, ini sudah memasuki jam pulang kantor, jam berapa papinya akan sampai dirumah. Karin yang kebingungan akhirnya memilih menghampiri Anisa yang sedang menemani kedua adiknya menonton tv.

"Mamii" Karin mendusel-dusel Anisa yang sedang duduk di sofa sementara kedua adiknya sedang berbaring dikarpet.

"Kenapa kak? Tumben manja-manja begini" Anisa mengusap-usap lengan Karin dan menoleh kebawah memandang Karin yang kini tiduran diatas pahanya.

"Karin mau minta saran mami" Melihat wajah memelas putrinya membuat Anisa terkekeh dan mulai memusatkan perhatiannya pada Karin.

"Saran untuk apa? Ada tugas?" Karin menggeleng menjawab pertanyaan Anisa. Karin masih sedikit ragu apakah Anisa bisa bersikap netral dan memberikan saran yang baik padanya, karena jika membahas perihal Dimas, Anisa terlihat sangat tidak suka dan kemudian menghentikan pembicaraan dengan berbagai alasan.

"Tapi mami jangan langsung emosi ya, Karin minta saran karena benar-benar bingung" Anisa mengernyit bingung memandang Karin yang terlihat ragu. Tapi kemudian ia paham, putrinya ini butuh teman untuk mendiskusikan sesuatu.

"Iya Insya Allah, ada apa?"

"Tadi ada yang wa Karin mi, hmm diaaa d-dia yang wa Dirga" Anisa terdiam, bahkan usapan lembutnya dilengan Karin juga terhenti. Karin merasa takut sekarang, melihat reaksi yang ditunjukan Anisa.

"Ngapain dia wa kamu? Lagian kamu kasih nomor telpon kamu ke dia?" Mendengar Anisa yang mulai menginterogasinya Karin mengubah posisinya menjadi duduk menghadap Anisa.

"Karin gak kasih, dia minta sama mang Eman" Anisa langsung memalingkan muka menatap televisi setelah mendengar jawaban Karin. Dan Karin masih terdiam, takut Anisa jadi marah.

"Mamii.. Mami marah ya?" Karin menggoyang-goyangkan lengan Anisa dan merengek disampingnya, bahkan rengekannya sampai membuat Kara dan Kari memalingkan pandangannya sejenak kearahnya.

"Gak, mami gak marah. Bukan kamu yang salah masa mami marah? Cuma Mami males aja sebenarnya bahas Dimas dan keluarganya, lagian mau ngapain sih si Dirga itu pake wa-wa kamu" Mendengar ocehan Anisa makin membuat Karin takut, memang benar apa yang dikatakan Anisa tapi Karin benar-benar bingung bagaimana harus bertindak.

"Tapi balik lagi, kamu butuh saran sudah pasti mami harus berpikir positif, netral. Kamu jawab saja pesannya, kamu tanya bertemu mau apa? Kamu harus tegas sama mereka kak. Jangan sampai mereka terus-terusan semena-mena sama kamu. Terutama Dimas, jangan pernah kamu tunjukin sama dia kalau kamu lemah, buat dia menyesal karena sudah menelantarkan kamu. Kak, mami sama papi akan selalu ada buat kamu. Kami juga yakin kamu bisa ambil keputusan yang baik dan benar. Tugas kami hanya mengarahkan dan melindungi kamu, tapi semua keputusan menyangkut mereka sepenuhnya milik kamu kak. Maafkan atau tinggalkan, kamu harus bisa memilihnya dari sekarang"

Forgiven (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang