Bab 18

1K 69 2
                                    

Happy Reading

Bantu aku tandai jika ada typo yup..


Suasana ruangan disebuah kantor polisi itu begitu mencekam, bagaimana tidak sejak tadi dua orang dengan tatapan tajamnya saling memandang sengit penuh permusuhan tanpa ada sepatah katapun yang terucap. Dirga memutuskan pergi ke kantor polisi seorang diri, ia tidak ingin sang ibu harus tertekan dengan ikut dengannya kesini. Setelah beberapa saat yang sangat terasa tidak nyaman akhirnya pihak pengacara Arya membuka suara setelah membaca beberapa berkas yang dipegangnya.

"Saudara Dirga selaku putra dari Bapak Dimas, kami mewakili pihak bapak Arya selaku tersangka untuk mendapat kesepakatan damai atas apa yang telah dilakukan klien kami pada bapak Dimas. Un-"

"Saya keberatan, saya tidak menerima permintaan damai dari kalian" Dirga masih memandang lelaki paruh baya diseberangnya. Menengadahkan kepala dengan angkuh, Dirga mencoba mengintimidasi mereka.

"Saya tidak butuh persetujuan kamu, cukup kata YA dari Dimas" Arya tersenyum remeh memandang lelaki muda dihadapannya, keberaniannya patut diacungi jempol. Tapi ia tidak butuh keberanian itu saat ini. Arya jadi penasaran apakah kobaran kemarahan itu masih akan menyala saat ia membongkar semua kelakuan Dimas.

"Anda fikir saya akan diam saja? Ck ck ck Sudah cukup, saya tidak ingin membuang-buang waktu, sampai jumpa dipengadilan bapak Arya" Dirga sudah akan meraih gagang pintu saat suara Arya menggema diruangan itu dan menghentikannya.

"Yakin ingin bertemu di pengadilan boy?" hening seketika "Saya sepertinya tidak yakin kamu menginginkan itu, karena apa yang tidak kamu ketahui kamu yakin tidak akan menyesal?" Arya tersenyum puas mendapati Dirga yang berdiri kaku didepan pintu. Melihat wajah penuh kemarahan itu sungguh membuatnya terhibur.

"Jangan main-main dengan saya, saya tidak akan memberikan ampun pada anda" Dirga menoleh dengan tatapan bengis, tapi justru Arya malah terkekeh geli ditempatnya.

"Calm boy, sepertinya menikmati secangkir kopi dan mendengarkan sebuah rahasia besar cukup untuk meyakinkanmu, jadi berminat untuk bergabung? Sebelum kamu jatuh kejurang penyesalan karena tidak mendengarkan saya mungkin" Terkekeh geli Arya segera membuka pintu dan mempersilahkan Dirga yang masih berdiri memandangnya dengan raut kekesalan.

"Kamu bisa tanya kebenarannya pada Dimas setelah mendengar semuanya, dan satu lagi saya pastikan kamu tidak akan menyesal mengetahuinya"

=

Menunggu, suatu hal yang sangat tidak disukai oleh banyak orang. Apalagi jika kegiatan menunggu itu disandingkan dengan perasaan cemas dan takut. Mungkin seperti itulah yang kini sedang dirasakan Karin, sudah lebih dari 3 jam menunggu kepulangan Arya dan Anisa, tapi ia bahkan belum mendapatkan balasan pesan dari keduanya. Karin semakin risau kala kedua adiknya juga mulai menanyakan keberadaan maminya yang tidak kunjung kembali.

"Kara Kari, udah dong jangan tanyain mami terus, kakak juga gak tau. Mami gak balas pesannya daritadi. Ayo kita jajan dulu ya? Tapi pliss berenti merengek, kakak pusing" bujuk Karin pada keduanya. Setelah mendapatkan persetujuan akhirnya mereka bertiga turun kelantai dasar dan mulai berjalan mencari letak supermarket diseberang jalan.

"Jalannya gak boleh jauh-jauh dari aku, gandengan tangan biar kalian gak kepisah. Pilih makanan sama minumannya gak boleh lebih dari tiga ya"

"Iya siap" Mendengar perintah dari sang kakak, bocah kembar itupun berjalan bergandengan didepan Karin, sambil menyusuri rak-rak berisi beraneka macam camilan ringan keduanya sibuk toleh kesana-kemari mencari jajan yang mereka inginkan.

Masih asyik menunggu kedua adiknya memilih jajan, Karin merogoh ponselnya untuk mengecek notifikasi apakah pesannya sudah dibalas oleh Arya dan Anisa. Karin menghela nafas pasrah, bahkan pesannya belum dibaca. Karena bosan menunggu adiknya yang masih belum mendapatkan jajan, Karin memutuskan untuk melakukan videocall dengan Jendra setelah sebelumnya menanyakan apakah pria itu sedang sibuk atau tidak.

Forgiven (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang