Aku kembali, yuhuu..
bantu tandai jika ada typo ya..
Happy Reading
Hari-hari sudah berlalu, kini tinggal menghitung hari pernikahan Ibram dan Naya akan diselenggarakan. Kini Karin Sedang menemani Naya sang calon kakak ipar untuk perawatan di sebuah salon. Karin memanfaatkan kesempatan ini untuk ikut menguras tabungan Ibram dengan turut melakukan serangkaian perawatan. Ditemani dengan kedua adiknya yang sedang asyik duduk menikmati pijatan dari pegawai salon, Karin mengamati Naya yang terlihat begitu sumringah karena akan segera melangsungkan pernikahan.
"Mbak Naya"
"Ya? Kenapa Rin?" Naya menoleh menatap Karin yang juga sedang memperhatikannya.
"Mbak Naya kayaknya bahagia banget deh?"
Naya tersenyum mendengar pertanyaan Karin "Ya pasti bahagia dong dek, masa mau nikah gak bahagia"
Karin tersenyum masam, benar kata Naya siapa juga yang tidak akan bahagia saat akan melangkah kejenjang yang lebih serius dengan pasangannya. Terlebih sepengamatan Karin Ibram dan Naya terlihat begitu saling mencintai.
"Kenapa rin? Ada yang mau ditanyain sama mbak? Kok murung begitu?" Karin mengangkat wajahnya, ia memandangi Naya. Melihat senyum tulus yang disungingkan calon kakak iparnya itu tak ayal membuat Karin begitu sedih juga terharu. Sebentar lagi kehidupan abangnya akan berubah, Ibram akan lebih mengutamakan istrinya dibandingkan dirinya. Nanti saat ia sedang merasa sedih dan membutuhkan Ibram, akankah Naya mengizinkannya untuk meminta sedikit perhatian Ibram untuknya.
"Nanti kalau mbak Naya udah nikah sama abang Karin boleh kan main kerumah kalian?"
Mendengar pertanyaan Karin senyum Naya surut digantikan dengan raut wajah heran. Naya kemudian mengerti Karin pasti tengah sedih sekarang, ia akan mengambil seluruh perhatian Ibram dan hal itu akan membuat Karin merasa sedih karena selama ini Ibram lah tempatnya mencurahkan semua isi hatinya. Naya kemudian bangkit mendekati Karin
"Kok Tanya kayak gitu sih? Ya boleh dong dek malahan mbak seneng kalau Karin nanti sering main kerumah. Ibram pasti bakalan kerja sehari-hari aku juga gak akan boleh kerja lagi nanti kalau udah nikah, kamu tau sendiri abang kamu posesifnya kayak gimana. Jadi aku pasti sendirian dirumah kalau lagi gak ada giat. Kapanpun Karin mau datang, pintu rumah kami akan selalu terbuka, oke?" Naya tersenyum seraya mengenggam tangan Karin, ia bisa melihat keresahan itu dimatanya.
"Terimakasih mbak Naya, Karin tau mbak Naya memang orang baik. Karin titip abang ya mbak, jagain dan sayangin abang. Dia gak bisa ngurus dirinya sendiri dengan benar"
"Kamu tenang aja mbak pasti akan nepatin janji mbak sama kamu, udah jangan nangis lagi dong. Mbak pengen bahagia sama-sama, jadi sekarang jangan pikirin hal-hal yang aneh ya. Kami gak akan ninggalin kamu, kami akan selalu ada buat kamu dek" Karin tersenyum lega ia kemudian beringsut memeluk Naya.
"Udah ayo lanjut perawatannya, tuh liat si kembar anteng banget dia dipijit dari tadi" setelah mengatakan itu Naya kembali ketempatnya untuk melanjutkan serangkaian perawatannya.
=-=
"Jen, gue kepikiran Karin deh"
"Kepikiran? kenapa?" kini dua orang dengan kegabutannya sedang berbaring diatas sofa disebuah ruangan meeting. Setelah selesai makan siang Ibram begitu bingung ingin merebahkan diri dimana, cuaca sangat panas Ibram yang memang sering merasa mager akhirnya menyeret Jendra untuk menemaninya meluruskan pinggang katanya.
"Bentar lagi gue nikah, gue yakin pasti Karin sedih. Selama ini setiap dia ada masalah atau lagi merasa hatinya gak baik pasti dia langsung nyari gue. Gue takut dia ngerasa kehilangan gue"
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiven (End)
General FictionKarin begitu ia disapa, sekilas semua orang melihat kesempurnaan di hidupnya. Cantik, pintar dan dikelilingi dengan anggota keluarga yang begitu harmonis dan saling mengasihi. Tetapi, dibalik semua kesempurnaan itu ia hanya seorang gadis yang kesepi...