Bab 8

1K 80 1
                                    

Happy reading..

Tandai typo yup


Anisa memasuki rumah dengan perasaan yang tidak baik, seketika mood nya langsung hancur saat melihat Dimas bersama putrinya yang lain direstoran tadi. Dan ia pun tidak habis pikir bisa-bisanya ia tadi sempat mengagumi gadis remaja itu. Ia yakin gadis remaja itu pasti tidak akan suka dengan kenyataan tentang masa lalu papa nya. Ia jadi membayangkan jika sampai karin bertemu dengan mereka entah akan seperti apa jadinya.

"Mami dah sampai, banyak banget beli apa aja mi?"

Anisa menoleh, Karin sedang berjalan kearahnya dari ruang tengah. Melihat wajah Karin dan mengetahui fakta putrinya itu tidak tau bagaimana kehidupan bahagia ayahnya di luar sana sungguh membuat hatinya begitu hancur. Seketika air mata menetes dari matanya, Anisa tidak terima Karin disini selalu menunggu ayahnya untuk pulang ke pelukannya. Tapi lelaki itu bahkan dengan santainya menikmati hari bersama putrinya yang lain.

Karin mengernyit bingung mendapati Anisa malah menangis sambil memandangnya, ada apa dengan mami nya ini. Ia bergegas merangkul Anisa untuk ia ajak duduk. Tapi Anisa seketika langsung memeluk karin begitu erat, ia pun menangis kencang seraya menciumi seluruh wajah Karin.

"Karin putri mami, kesayangan mami. Gak akan ada yang nyakitin kamu lagi sayang, mami pasti jagain Karin. Jangan tinggalin mami sama papi ya. Karin disini aja kami sayang kamu kak" Anisa terus meracau, hatinya begitu sakit melihat wajah polos Karin. Putrinya ini tidak tau apa yang dilakukan ayahnya di luar sana.

"Mami kenapa? Mi Karin gak pergi kemana-mana. Mami kenapa hmm? Ada apa di jalan kok mami tiba-tiba nangis begini?"

Karin mencoba bertanya pada Anisa, tapi Anisa malah memeluk dan menciumi kepalanya seperti akan ditinggal pergi olehnya.

Kara dan Kari yang mendengar tangisan dari arah depan rumah menghampiri. Anak kecil itu tidak tau apa yang sedang terjadi, tapi jika melihat mami nya menangis mereka akan langsung ikut menangis sambil memeluk mami nya.

"Aduuh, kalian kenapa malah ikutan nangis sih, bukan bantuin aku nenangin mami. Aku jadi bingung nih" Karin begitu kewalahan menghadapi adik-adiknya. Ibram pun bahkan belum pulang bekerja atau mungkin tidak akan pulang dan akan menginap di asrama.

Anisa masih memeluk Karin begitu erat, begitu pun dengan kedua adiknya yang sedang menangis sambil memeluk kaki mami nya.

Tidak lama suara mobil terdengar memasuki halaman rumah, papi nya pulang. Tapi kini mami nya masih belum menghentikan tangisannya.

"Assalamualaikum, eh loh kok pada nangis begini? Ada apa kak?" Tanya Arya menghampiri istri dan kedua putri kecilnya yang sedang menangis

"Karin gak tau pi, mami pulang dari butik antar mbak Naya fitting tadi langsung nangis. Tapi mami sempet belanja dulu deh kayaknya. Ini mereka juga malah pada ikutan nangis ngeliat mami" jelas Karin pada Arya.

"Mi, hei ada apa? Udahan dulu dong nangisnya lihat tuh anaknya pada ikutan nangis jadinya."

Anisa mencoba menghentikan tangisannya, ia kemudian memandangi Karin dan suaminya. Sementara Karin membawa kedua adiknya kedalam agar bisa ia tenangkan.

"Pi Karin anak kita kan, Karin gak akan ninggalin kita kan pi? Aku gak mau melihat Karin menangis lagi pi" Arya segera memeluk Anisa. Ia kemudian menuntun Anisa untuk masuk kedalam kamar. Anisa butuh istirahat agar lebih tenang, percuma mengajaknya bicara sekarang.

Arya masih setia menemani Anisa yang kini sedang duduk bersandar di atas ranjang. Ia masih sesekali sesenggukan akibat menangis beberapa saat lalu. Merasa sang istri sudah lebih tenang Arya menyodorkan gelas berisi air dan mencoba bertanya apa yang terjadi. Tidak biasanya istrinya ini begitu histeris seperti tadi. Apalagi ia terus bergumam kalau Karin adalah anak mereka dan tidak ingin putrinya itu bersedih.

"Mi ada apa? Coba cerita ke papi, jangan di pendam sendiri papi gak mau mami sakit nanti ya" Tanya Arya membujuk Anisa agar mau bercerita.

"Mami ketemu Dimas pi" jawab Anisa lirih, Arya tertegun di hadapannya seketika hatinya mendidih mendengar nama itu disebut kembali ditambah istrinya itu baru saja bertemu dengan lelaki bajingan itu.

"Dimana?" jawab Arya dengan suara berat menahan amarah, ia mencoba mengontrol emosi nya sekarang. Ia tidak ingin kelepasan dan malah membuat suasana makin tidak nyaman.

"Tadi sepulang dari butik antar Naya fitting, aku mampir ke restoran, aku tidak sengaja bertemu dia disana" Anisa kembali meneteskan air mata nya. Ia kembali mengingat betapa bahagianya raut Dimas dengan putrinya tadi.

"Kenapa tidak telfon saya?"

"Saat itu aku Cuma berfikir untuk langsung pergi, aku gak sanggup lihat dia tertawa bahagia bersama anaknya yang lain mas. Karin dia disini selalu nunggu ayahnya tapi ternyata laki-laki itu-" Anisa tidak bisa melanjutkan ucapannya, ia kembali tergugu menangisi semua yang terjadi pada Karin.

Arya memeluk istrinya, kembali menenangkannya. Meskipun kini hatinya terbakar emosi tapi ia tidak menunjukannya pada sang istri. Nanti, akan ada saatnya laki-laki bajingan itu akan merasakan semua kemarahannya.

Tanpa disadari keduanya, Karin berdiri di depan pintu yang setengah terbuka. Ia mendengar semua pembicaraan kedua orang tuanya. Ia yang hendak melihat keadaan mami nya mengurungkan niatnya saat mendengar nama Dimas disebut oleh mami nya.

Saat mendengar semuanya Karin menahan tangisannya. ia sudah tau, bahkan ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa ayahnya Dimas, begitu menikmati kehidupannya tanda dirinya kini. Ia tau mungkin tidak ada lagi namanya terukir di hati ayahnya itu.

Berlari kekamar, Karin mengunci pintu dan menangis disana. Ia memukuli dada nya yang terasa begitu sesak. Bohong kalau ia tidak cemburu, bohong kalau ia tidak merindukan sosok ayahnya. Tapi ia memilih mengubur dalam-dalam semua perasaan itu. Cukup sudah ia menderita, cukup sudah semua kesakitan itu ia rasakan seorang diri.

Karin menjerit tertahan, Mencoba meluapkan semua emosinya selama ini. ia luruh ke lantai duduk meringkuk diatas dinginnya keramik tanpa alas kembali merindukan ibu, adik dan ayahnya yang pergi meninggalkannya sendirian. Ia merindukan keluarga kecilnya. Ia merindukan hari dimana ia bisa tertawa bahagia bersama adiknya menghabiskan waktu bersama dan bercanda ria dengan ibu dan ayahnya.

"Kenapa?!Kenapa harus aku tuhan? Kenapa harus aku yang kau pilih? Aku tidak pernahmeminta apapun, aku hanya ingin bersama mereka tapi itu pun tidak kau kabulkan.Kenapa kau pisahkan aku dengan mereka dengan cara yang begitu kejam? Kenapa kaumenulis takdir seperti ini untukku? Kenapa?!!!"


Jangan lupa tinggalkan vote dan komen kalian yup

Terimakasih..

10/01/2022

Forgiven (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang