Hai..Hai
Bantu aku tandai jika ada typo yup
Happy reading!
Dipagi hari yang begitu sejuk dengan dedaunan yang basah karena semalaman diguyur hujan, terlihat kesibukan disebuah rumah dengan beberapa orang yang sibuk mempersiapkan beberapa mobil dihalaman rumah. Hari ini tepat hari pernikahan Ibram dan Naya akan dilaksanakan, keluarga besar Geraldi sudah berkumpul di rumah Arya bersiap mengantarkan sang pengantin pria untuk pergi meminang pujaan hatinya.
Karin kini tengah sibuk mendandani kedua adiknya yang terlihat sangat senang karena memakai gaun baru. Sementara kedua orangtuanya tengah sibuk mengurusi Ibram dan juga jamuan untuk sanak saudara yang sudah datang dan akan ikut mendampingi mereka.
"Sudah selesai, kalian tunggu disofa depan ya duduk manis jangan nakal, nanti gaunnya kotor gak ada lagi loh" Karin menuntun kedua adiknya untuk duduk disofa menunggu yang lainnya bersiap, tidak lupa ia memberikan piring berisi roti dan buah untuk sarapan mereka.
"Kak kalau udah siap, jangan lupa itu parsel seserahannya nanti dibagi-bagi yang bawa ya. Nanti minta tolong sama bude weni kalau kamu kerepotan" Anisa yang sudah rapih dengan kebayanya masih mengecek beberapa seserahan yang akan dibawa, sementara Arya masih menemani Ibram yang tengah bersiap didalam kamar.
"Iya nanti tak bantuin Karin, udah sana coba di cek yang lainnya takut ada yang kelupaan nanti" Anisa begitu bersyukur memiliki keluarga yang masih saling bergotong royong seperti ini, mereka dengan tangan terbuka membantu mempersiapkan segala keperluan pernikahan dengan suka rela. Sehingga ia tidak terlalu kerepotan.
Ibram turun dari lantai atas, ia terlihat sudah siap dengan setelan beskapnya. Tidak lupa senyumnya yang tidak pernah luntur ia pamerkan, hari ini akan menjadi hari yang begitu bersejarah untuknya dan Naya. Setelah semua persiapan dirasa tidak ada yang terlupa, mereka kemudian beriringan mulai berangkat kerumah calon mempelai wanita.
=-=
Ibram menggenggam tangan Karin yang kini tengah memegang kotak berisi cincin kawinnya. Mereka masih dalam perjalanan, Ibram meminta Karin untuk ikut bersamanya dalam satu mobil. Memandangi wajah adiknya yang tersenyum kearahnya Ibram membawa Karin kedalam pelukan, ia sangat menantikan hari ini tapi di lain sisi ia juga begitu berat meninggalkan rumah tempatnya pulang sejak kecil. Ia juga begitu berat meninggalkan Karin, bisakah adiknya ini menjaga dirinya sendiri setelah ini? Bisakah ia menangani ketakutannya disaat malam hari? Siapa nanti yang akan dihampiri adik kecilnya ini saat ia terbangun ditengah malam karena mimpi buruk.
"Janji kalau ada apa-apa langsung temui atau hubungi abang ya?" Ibram masih setia memegangi tangan Karin sesekali ia juga mencium kening dan kepala Karin yang bersandar di lengannya
"Janji, Karin kemarin udah minta ijin sama mbak Naya kapan-kapan mau culik abang kalau Karin lagi galau hehe"
"Iya, sering temani juga mbakmu dirumah, dia pasti bete nanti gak ada kerjaan dirumah Cuma nungguin abang pulang kerja" Karin terkekeh membayangkan wajah cemberut Naya, calon kakak iparnya itu paling tidak bisa kalau disuruh diam saja dirumah, beberapa hari setelah menikah pasti nanti langsung muncul kegabutannya.
"Kemarin Karin dikasih hadiah tau bang sama mas Jendra" Memanfaatkan waktu perjalanan, Karin mencuri-curi waktu untuk curhat pada Ibram. Karin mengeluarkan sebuah recorder mini dari dalam tasnya dan menunjukannya pada Ibram.
"Bagus gak?" Ibram meraih recorder tersebut dan memandanginya kemudian mengembalikannya pada Karin
"Bagus, kok bisa-bisanya si Jendra ngasih kamu itu?" Ibram mengernyit bingung ia mengusap-usap kepala Karin dengan sayang.
"Hmm.. gak tau, tapi katanya ini buat nemenin Karin kalau Karin lagi sendirian. Biar Karin gak bosen Karin disuruh cerita aja sambil direkam suaranya disini. Nanti kalau mas Jendra ketemu Karin lagi, mas Jendra akan dengerin semua yang Karin ceritain disini" Ibram terdiam ditempatnya, bahkan usapan tangannya dikepala Karin pun berhenti. Ia tidak menyangka Jendra bisa berfikiran kesana, Jendra benar Karin butuh seseorang untuk mendengarkan semua ceritanya, untuk memahami kondisinya. Ibram tersenyum, ia sudah sedikit tenang sekarang setidaknya ada Jendra yang akan membantunya menemani dan menjaga Karin.
"Kalau gitu abang harus berterima kasih sama Jendra karena sudah kasih kamu hadiah yang begitu bermanfaat dan bagus kan?" Karin menengadahkan kepalanya untuk memandang Ibram, ia tersenyum dan mengangguk kemudian mencium pipi Ibram dan kembali memeluknya.
"Kalau abang bahagia, Karin juga akan bahagia"
"Kalau abang bahagia kamu harus jauh lebih bahagia dari abang, Janji?"
"Insya Allah"
=-=
Ijab qabul baru saja selesai dilaksanakan, kini kedua mempelai pengantin tengah melakukan serangkaian photoshoot dengan keluarga besar dan juga tamu-tamu yang hadir. Karin tengah duduk sendirian menunggu gilirannya akan difoto bersama mami papi dan adiknya. Karin memandangi sekeliling begitu banyak raut wajah bahagia terpancar dari masing-masing orang, seolah semuanya larut dalam kebahagiaan yang juga dirasakan kedua pengantin didepan sana.
Karin menundukan kepalanya, setetes air mata kembali jatuh kala ia mengingat mendiang ibu dan adiknya. Andai saja mereka hari ini ada disini menemaninya mungkin kebahagiaanya akan terasa begitu komplit.
Merasakan seseorang datang dan duduk disampingnya, Karin bergegas menghapus air matanya dan memasang senyum dibibirnya. Sebuah tangan besar menggenggam lembut tangannya, menoleh kesamping Karin mendapati Jendra duduk disampingnya sambil menatap lurus ke arah dua pengantin didepan sana.
"Kenapa sendirian disini? Yang lain berkumpul disana Karin" Jendra mengelus punggung tangan Karin dengan ibu jarinya, Jendra bisa merasakan tangan itu begitu dingin dan sedikit gemetar.
"Tunggu waktu nanti difoto sama abang, Karin pegel kalau berdiri pake high heels kelamaan" tidak ingin menatap kesamping menunjukan matanya yang sedikit merah, Karin masih terus memandang tangannya yang tengah digenggam, rasanya sangat nyaman sama seperti saat Ibram menggenggamnya. Karin merasa dilindungi.
"Kalau gitu ayo ikut saya"
"Kemana? Nanti yang lain cariin Karin mas" Karin menahan tangannya yang sedikit ditarik Jendra. Karin takut saat nanti waktunya difoto ia malah tidak ada disana dan merepotkan semua orang karena mencarinya.
"Cuma sebentar, ayo izin dan foto dulu sama mereka" Karin perlahan bangkit dari duduknya dan mengikuti Jendra, setelah berfoto dan berpamitan dengan yang lainnya Karin mulai mengikuti langkah kaki Jendra yang membawanya keluar dari rumah Naya.
Sampai didepan mobil Jendra, Karin kembali menghentikan langkahnya dan memandang bingung Jendra. Mau kemana sebenarnya lelaki ini membawanya.
"Naik mobil? Memang mau kemana mas?"
"kesuatu tempat, Cuma sebentar aja gak sampai lewat 1 jam kok" Jendra kembali menuntun Karin kemudian membukakan pintu mobil memintanya masuk dan duduk didalam. Karin mengikuti mau Jendra, toh dia tadi sudah berpamitan pada yang lain akan pergi sebentar dengan lelaki ini.
"Janji gak lama-lama ya? Aku gak enak sama yang lain"
"Iya saya Janji"
Jangan lupa berikan Vote dan komen yup
Terimakasih..
10/02/2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiven (End)
General FictionKarin begitu ia disapa, sekilas semua orang melihat kesempurnaan di hidupnya. Cantik, pintar dan dikelilingi dengan anggota keluarga yang begitu harmonis dan saling mengasihi. Tetapi, dibalik semua kesempurnaan itu ia hanya seorang gadis yang kesepi...