Happy reading...
Hari kian berganti, sudah 4 hari Karin dirawat dirumah sakit. Bahkan kini ia sudah sering merengek ingin pulang dan beristirahat dirumah saja karena memang tidak ada yang ia lakukan dirumah sakit selain makan dan tidur.
Saat malam hari pun bukannya tertidur pulas, Karin malah terus terjaga dan tidak mau tidur karena merasa tidak nyaman berada diranjang pasien. Arya dan Anisa tetap pada pendiriannya jika Karin harus berada disana beberapa hari lagi. Tak ayal Karin merajuk dan kemudian hanya diam tanpa menjawab jika ditanya oleh Arya dan Anisa.
Ditambah dengan ketidakhadiran Jendra disana selama ia dirawat, Karin makin merasa sedih juga bosan. Karin merasa jika Jendra akhirnya menyerah dan akan meninggalkannya yang sakit ini. Bahkan beberapa kali Karin mencoba ingin mengirim pesan pada Jendra, tapi ia urungkan karena merasa jika Jendra pasti memang sedang berusaha menjauhinya.
Karin sedang membaca novel yang dibawakan Naya untuk mengisi hari-harinya saat pintu kamar inapnya diketuk dan munculah Jendra dengan masih memakai seragam dan membawa buket bunga mawar ditangannya. Karin sudah menunjukan wajah ingin menangis, merasa senang juga terharu karena akhirnya Jendra datang menjenguknya.
Tetapi rasa senang itu tidak bertahan lama, saat sekelebat kemungkinan terlintas dikepalanya jika Jendra datang hanya untuk mengucapkan selamat tinggal padanya. Karin menutup wajahnya yang sudah memerah karena menahan tangis. Karin mulai berpikir inikah saatnya Jendra akan menyerah dan memilih pergi dari sisinya.
“Hei kenapa menangis?” Setelah meletakan buket Bunga dinakas, Jendra beringsut duduk di tepi brangkar dan mengelus kepala Karin yang tertutup mukena.
“Kariin” Jendra berusaha menjauhkan tangan Karin yang menutupi wajahnya, terdengar isakan kecil disertai air mata yang merembes dari celah jarinya.
Setelah berhasil menjauhkan tangan Karin dari wajahnya, dan melihat wajah Karin yang telah bersimbah air mata, Jendra mengusapnya dan mengelus pipinya yang memerah.
“Kenapa menangis hmm?” Bukannya menjawab pertanyaan Jendra, Karin malah menundukan wajahnya dan menggelengkan kepala.
“Tidak suka saya datang kesini?” Masih gelengan kepala sebagai jawaban Karin.
“Jadi kenapa? Kamu mau terus menunduk seperti itu?”
“Karin minta maaf, maaf sering merepotkan mas Jendra, maaf buat mas malu, Karin memang tidak layak, Karin bukan wanita baik mas” Sebisa mungkin Jendra mendengarkan Karin yang berkata sangat lirih. Bahkan Jendra merasa tidak yakin dengan apa yang ia dengar.
“Kamu ngomong apa sih? Kenapa minta maaf? Ayo bicara yang jelas, lihat lawan bicara kamu jika sedang bicara Karin” Karin perlahan mengangkat wajahnya dan menghapus air matanya yang kembali menetes.
Melihat wajah teduh Jendra yang memandangnya makin membuat Karin sedih, setelah ini mungkin Karin tidak akan mendapati mata yang selalu memperhatikannya dengan lembut itu lagi nanti. Mungkin juga akan ada wanita lain yang dipandangi seperti itu oleh Jendra, dan itu bukan dirinya.
“Minta maaf untuk apa hm? Kenapa bicara seperti itu?” Tidak mendapatkan respon dari Karin, akhirnya Jendra berinsiatif mengganti topik pembicaraan.
“Bagaimana keadaan kamu? Sudah merasa lebih baik? Apa ada yang sakit?” Karin kembali hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaan Jendra.
“Baik, kalau begitu apa sudah makan?”
Karin mengangguk, Jendra mengelus pipinya kemudian meraih buket bunga yang ia letakan di meja nakas tadi.
“Saya tidak tau bunga apa yang kamu suka, gapapa kan kalau saya bawakan mawar?” Karin meraih buket bunganya dan tersenyum simpul.
“Maaf ya saya baru datang hari ini, kemarin om Arya bilang kamu butuh istirahat dan jika bisa tidak dijenguk dulu sampai kamu merasa lebih baik” Karin kembali memandang Jendra dan mencoba mencari keyakinan dimatanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiven (End)
General FictionKarin begitu ia disapa, sekilas semua orang melihat kesempurnaan di hidupnya. Cantik, pintar dan dikelilingi dengan anggota keluarga yang begitu harmonis dan saling mengasihi. Tetapi, dibalik semua kesempurnaan itu ia hanya seorang gadis yang kesepi...