Haaii..
Tandai jika ada typo yup
Happy reading..
Hari sudah semakin beranjak siang, Karin dan Geana berjalan bersisian dikomplek perumahan masa kecil Karin. Tidak banyak yang berubah dari komplek perumahan itu, hanya ada beberapa rumah baru yang dulunya adalah tanah kosong. Karin bernostalgia seorang diri. Di jalan yang tidak terlalu besar itu, dulu ia dan Stefi sering menghabiskan waktu bersama. Bermain sepeda dan berbagai permainan lainnya bersama anak kecil sebayanya. Karin tersenyum simpul, ia jadi teringat saat itu dimana ia terjatuh dari sepeda karena belum lancar menaiki sepeda roda dua. Lututnya berdarah dan Stefi begitu panik melihatnya.
Flashback
braak
"Kariin, kamu gapapa? Yaampun berdarah gimana ini? Aku panggil ayah dulu ya" Karin kecil meringis masih sambil terduduk diatas aspal, sepeda yang dibawanya bahkan masih tergeletak begitu saja disamping tubuhnya.
"Jangan, aku masih bisa jalan kok. Kamu bantuin bawa sepeda ya?" Stefi mengangguk dan membantu Karin berdiri, kedua anak kecil itu berjalan bersisian perlahan-lahan.
"Maaf ya aku gak pegangin, kamu kenceng banget sih bawa sepedanya. Sakit banget gak?" Stefi masih memandang iba Karin yang kini berjalan seraya meringis menahan perih dilututnya.
"Iya perih banget" Stefi menghentikan langkahnya, kemudian menaiki sepeda Karin.
"Ayo naik aja, aku bonceng kamu. Nanti kamu tambah kesakitan kalau jalan terus" Karin memandang ragu Stefi dan sepedanya, Stefi memang sudah lancar naik sepeda tetapi ia belum pernah membonceng Karin dengan sepeda roda dua.
"Emang kamu bisa? Kan kamu kalau bonceng aku pakai roda empat?"
"Hmm iya sih, tapi bisa kok. Ayo naik" Walaupun masih diselimuti ragu, Karin akhirnya tetap menaiki sepeda itu dan memeluk pinggang Stefi. Awalnya memang Stefi terlihat kesusahan, tetapi setelah dicoba beberapa kali akhirnya sepeda itu melaju dengan mulus.
"Tuh kan aku bisa, ayo turun nanti aku panggil ayah sama ibu dulu ya" Setelah memarkirkan sepeda dan membantu Karin turun dan duduk diteras, Stefi bergegas masuk memanggil kedua orang tuanya.
"Non Karin kenapa? Jatuh ya?" Mang Eman yang baru saja tiba terkejut melihat Karin yang sedang duduk dan memegangi lututnya yang berdarah.
"Iya Karin jatuh dari sepeda Mang Eman, sampe berdarah lututnya"
"Ya Allah, gimana bisa jatuh sih non. Kalau belum lancar jangan dibawa sendiri jadi jatuh kan. Nanti Mang Eman cariin obat ya" Baru saja Mang Eman hendak beranjak masuk untuk mencari obat dan plester, Dimas sudah berjalan cepat keluar rumah dan menghampiri Karin.
"Sayang kok bisa jatuh? Kan ayah udah bilang tunggu ayah mandi dulu nanti ayah ajarin naik sepeda lagi. Sampe berdarah kan" Dimas menghampiri Karin yang terduduk dilantai teras.
"Maaf Karin mau coba sendiri tadi, tadi sudah bisa ayah tiba-tiba Karin oleng terus jatuh. Untung ada Stefi yang ikutin Karin" Dimas menghela nafas lega, digendongnya Karin dan di dudukan di bangku teras.
"Mang Eman, saya minta tolong beliin plester sama kapas ya? Saya cari gak ada kayaknya habis"
"Siap pak, saya beli dulu"
"Ayah ini air sama handuknya" Dimas menerima sebaskom kecil air dan handuk dari Stefi, kemudian Dimas mulai membersihkan luka Karin perlahan-lahan.
"Perih ya? Tahan sedikit ya, nanti ayah obatin kalau sudah dibersihkan" Sementara lukanya sedang dibersihkan, Stefi merangkul Karin dan mengelus-elus kakinya yang sedang dibersihkan.
"Sudah bersih, tunggu Mang Eman beli plester dulu ya. Tadi gimana caranya Karin pulang? Memang Karin kuat jalan sayang?"
"Stefi bonceng Karin naik sepeda, jadinya Karin gak kesakitan jalan lagi deh" Dimas menatap Stefi takjub, putrinya ini sudah bisa membonceng Karin dengan sepeda roda dua.
"Oh ya? Stefi sudah bisa bonceng pakai roda dua?" Stefi yang malu-malu hanya mengangguk menjawab pertanyaan dari Dimas.
"Pintarnya anak ayah, besok Karin belajar lagi ya biar sama-sama pintar naik sepeda anak ayah dua-duanya. Terima kasih ya sayang sudah tolongin Karin, princess ayah ini memang paling baik sini ayah cium dulu dua-duanya" Karin dan Stefi kompak menyodorkan pipi mereka untuk dicium Dimas.
"Aduh asyik banget nih ibu sampe dilupain" Ketiganya sontak menoleh dan menemukan Winda yang sedang berdiri dan membawakan jus jeruk juga beberapa biskuit.
"Gak dilupain kok bu, kan ibunya tadi masih didalam" Dimas membantu Winda memberikan gelas jus kepada kedua putrinya.
"Aduh sampe berdarah gini, perih ya sayang? Siapa yang tolongin tadi?"
"Iya perih, tadi Stefi yang tolongin Karin. Stefi sudah bisa bonceng pakai roda dua bu" Winda tersenyum dan kemudian mencium pipi Stefi yang bersemu.
"Pinter anak ibu, harus saling tolong menolong ya sayang"
Flashback Off
"Rin rumah lo yang mana? Kita udah jalan jauh nih" Karin tersadar dari lamunannya dan memandang Geana yang sudah kelelahan disampingnya.
"Sorry, itu udah keliatan kok rumahnya, yang pagar coklat itu"
Geana melongok dan kemudian menyeret Karin agar cepat sampai, Geana sangat ingin minum air dingin untuk melegakan tenggorokannya yang kering.
"Lo lama jalannya, gue haus banget tau" Karin terkekeh dan membawa Geana masuk kedalam pagar. Tapi sesampainya didepan pintu, Karin terdiam mendengar suara dua orang yang sedang berbincang dari dalam rumah. Ia fikir mang Eman dan bik Nani belum sampai karena Karin berencana akan mengabari mereka saat Karin sudah sampai disana. tapi ternyata mang Eman tampaknya sudah datang lebih dulu.
"Kayaknya lagi ada tamu ya Rin?" Karin mengangguk menjawab pertanyaan Geana, setelah mengucap salam Karin melongok kedalam rumah, dan menemukan mang Eman bersama seorang remaja laki-laki di ruang tamu.
"N-non K-karin? Kapan sampai non?" Karin tersenyum dan bersalaman dengan mang Eman yang terlihat kikuk.
"Baru aja, lagi ada tamu ya mang? Maaf kita berdua jadi ganggu, kenalin mang ini Geana teman Karin" Setelah bersalaman dengan Geana, Mang Eman makin bingung dan kikuk. Sementara remaja lelaki yang mana adalah Dirga terlihat bingung dan juga kaget melihat Karin. Dirga hanya terdiam berdiri di tempatnya dan menundukan kepala.
"A-anu non, maaf, i-ini itu non"
"Apa mang? Mang Eman kenapa? Gapapa kok kalau lagi ada tamu, Karin kebetulan lagi ada tour dari kampus ke desa deket sini. Jadi Karin mampir mau minta dibikinin es teh buatan bik Nani, sekalian pengen ketemu mamang sama bibik, Karin kangen" Karin kebingungan melihat Mang Eman yang merasa tidak enak dan serba salah.
"I-iya non, nanti Mamang ambilkan minum bik Nani sedang pergi beli makan siang non, A-anu den D-dirga ini non Karin putrinya pak Dimas" Karin mengernyit bingung dan bolak balik memandang mang Eman juga Dirga bergantian, dipandanginya Dirga tapi Karin merasa tidak pernah mengenalnya sebelumnya, dan mengapa mang Eman baru saja memperkenalkannya sebagai anak dari ayahnya, Dimas.
"Ini siapa mang? Dia kenal ayah?" Mendengar pertanyaan Karin sontak makin membuat mang Eman gelisah dan kebingungan. Mang Eman bingung bagaimana caranya menjelaskan siapa Dirga dan bagaimana jika nanti Karin menanyakan apa tujuannya Dirga datang kesana.
"A-anu non ii-ini den Di-Dirga. Itu non den Dirga i-ini Dia putranya pak Dimas"
Karin terdiam kemudian memandang Dirga yang juga sedang menatapnya. Seluruh tubuhnya lemas, rasanya seperti ada yang menghantam hatinya begitu mengetahui siapa remaja lelaki didepannya. Hari ini Karin tidak akan menyangka kalau ia akhirnya akan bertemu dengan saudaranya dari ibu yang berbeda.
Maaf ya up nya kemaleman,
Ayo tekan bintangnya bantu aku vote cerita ini biar makin banyak lagi yang baca.
Terima kasih
14/04/2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiven (End)
General FictionKarin begitu ia disapa, sekilas semua orang melihat kesempurnaan di hidupnya. Cantik, pintar dan dikelilingi dengan anggota keluarga yang begitu harmonis dan saling mengasihi. Tetapi, dibalik semua kesempurnaan itu ia hanya seorang gadis yang kesepi...