Bab 35

823 83 4
                                    

Happy reading..

Jam sudah menunjukan hampir dini hari saat Dimas tiba dirumah. Sudah lewat beberapa hari setelah Arya memakinya didepan rumah sakit, semenjak saat itu pula Dimas lebih banyak menghabiskan harinya dikantor. Pergi saat hari masih sangat pagi dan pulang saat jam sudah menunjukan tengah malam.

Saat seperti ini, Dimas seakan tidak perduli pada apapun lagi. Bahkan keluarga kecilnya dirumah pun tidak ia ingat dan hiraukan. Beberapa kali Jasmine sang istri menegurnya karena khawatir jika ia akan jatuh sakit mengingat belum begitu lama Dimas baru saja dioperasi. Tetapi, bukannya mendengarkan sang istri, Dimas justru malah mengabaikannya dan mendiamkan Jasmine sepanjang hari. Bahkan panggilan telepon dan pesan pun tidak ada yang ia jawab sama sekali.

Dimas memasuki kamar dengan tubuh lelah dan pikiran yang runyam, tetapi bukannya mendapat ketenangan yang ia dambakan, Dimas justru langsung menghadapi wajah masam sang istri yang memandangnya dari sofa di samping ranjang.

Dimas mendengus dan berjalan lurus mengarah kedalam kamar mandi berniat langsung membersihkan dirinya dan kemudian tidur. Tetapi baru saja memegang handle pintu, Dimas tersentak saat tubuhnya dibalik paksa oleh Jasmine. Dimas memandang sengit sang istri yang juga melayangkan tatapan permusuhan padanya. Bukannya merasa takut dan mengalah, Dimas justru mendorong Jasmine hingga mundur beberapa langkah dan juga berteriak.

“Kamu gila HAH?! Daripada kamu menghalangi saya, lebih baik kamu tidur dan jangan mencoba mengganggu saya. Saya sedang tidak dalam mood yang baik untuk meladeni sifat keras kamu Jasmine”

Merasa jika sang suami sudah keterlaluan dan sudah menyebut dirinya sendiri SAYA. Jasmine merasa sedikit khawatir dan takut. Tetapi bukannya melunak dan menuruti perintah Dimas, Jasmine justru malah berteriak untuk menutupi ketakutannya. Sama seperti biasanya, Jasmine ingin Dimas selalu berada dibawah kuasanya, setakut apapun ia, Jasmine tidak akan pernah mau menunduk dan berada dibawah kuasa Dimas. Jasmine tahu bagaimana watak suaminya itu, dan karena itulah Jasmine tidak pernah ingin tunduk pada Dimas, karena jika sampai itu terjadi maka nasibnya tidak akan berbeda jauh dengan nasib Winda.

“Ya aku sudah gila, dan itu semua karena kamu! Kamu mengabaikan aku selama beberapa hari ini mas! Sebenarnya apa yang kamu lakukan di kantor sampai selarut ini? aku tau semua jadwal dan pekerjaan yang kamu lakukan, itu semua tidak akan membutuhkan waktu dari pagi hingga larut malam! Jawab aku mas! Apa yang kamu lakukan hah? Sibuk meratapi istrimu yang sudah mati, atau kamu justru sibuk dengan wanita lain?!”

PLAK

Cacian Jasmine terhenti karena tamparan yang tidak terduga dari Dimas, Jasmine menoleh memandang sang suami yang sudah melotot kearahnya dengan wajah memerah menahan amarah. Dipeganginya pipinya yang terasa kebas karena kencangnya tamparan yang ia dapat, bahkan sudut bibirnya sampai robek dan mengeluarkan sedikit darah.

Jasmine masih memandang tidak percaya Dimas yang berdiri angkuh dihadapannya. Melihat sang suami yang sudah maju mendekatinya membuat Jasmine memundurkan langkahnya berusaha menjaga jarak dari Dimas yang terlihat menyeramkan. Berulang kali Jasmine menyuruh Dimas menghentikan langkahnya dan tetap menjaga jarak, tetapi seperti angin lalu, Dimas sama sekali tidak menggubris perintah Jasmine dan terus melangkah mengikis jarak antara ia dan sang istri.

“Mau apa kamu mas! Jangan berani kamu bertindak kasar lagi padaku, aku tidak akan tinggal diam! Berhenti disana! Aku bilang berhenti!” Jasmine sudah tersungkur dipinggir sofa, kini sudah tidak ada celah jika ia ingin pergi menjauhi Dimas karena kini tubuhnya sudah dikungkung dipinggiran sofa oleh badan Dimas yang besar.

Jasmine menggelengkan kepala seraya menangis, wajahnya mengiba mencoba menyadarkan Dimas agar tidak berbuat kasar padanya. Tetapi mata yang memerah dan menyorot tajam padanya itu sukses membungkam Jasmine dan membuatnya sangat ketakutan.

“Ucapkan sekali lagi” Jasmine masih terus menggeleng dan mencoba mengiba pada Dimas berharap jika sang suami mau melepaskannya dan membiarkannya pergi dari dalam kamar.

“UCAPKAN SEKALI LAGI!” Jasmine tersentak dan sontak memejamkan matanya karena suara teriakan Dimas yang menggelegar dipenjuru kamar. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Jasmine, hanya ada isakan tertahan yang terdengar oleh Dimas.

“Kenapa?! Takut?? Ayo ulangi kata-katamu lagi. Ulangi JASMINE!! Tau apa kamu HAH? Siapa yang memberikanmu hak berbicara seperti itu?! Bukannya merasa malu kamu justru makin menjadi. SAYA MUAK DENGAN SEMUA TINGKAHMU! Jika setelah ini saya masih mendengar ocehan kamu yang tidak berguna itu, saya tidak akan segan membuatmu tidak bisa berbicara lagi” Dimas berteriak meluapkan semua emosinya, bahkan Dimas seakan tidak perduli jika suaranya mungkin akan terdengar hingga keluar kamar karena kondisi yang sudah larut dan suaranya yang sangat kencang pasti akan sangat terdengar mengisi kesunyian malam.

“Dan daripada kamu terus menerus mengurusi masa lalu saya, lebih baik kamu berkaca dan urusi hidupmu, PAHAM?” Jasmine menganggukan kepala dan terus menangis hingga ia bisa merasakan jika tubuhnya dihempaskan dan kemudian terdengar suara bantingan pintu yang sangat kencang.

Jasmine meringkuk dilantai dan menangis tertahan, Jasmine sangat takut jika Dimas kembali marah karena mendengar suara tangisnya. Selama belasan tahun hidup berumah tangga, baru hari ini Jasmine mendapatkan kekerasan dan juga makian dari Dimas. Tidak pernah terbayang dalam benaknya jika hari ini Dimas sampai sekasar itu padanya.

Setelah beberapa menit, terdengar suara pintu dibuka dan Dimas keluar dari dalam kamar mandi dengan tubuh lebih segar. Dimas segera beranjak naik ke ranjang dan menempatkan dirinya senyaman mungkin.

“Hentikan tangisanmu dan jangan berisik, saya lelah dan ingin segera tidur” Jasmine sontak membekap mulutnya agar tidak ada isakan keluar dan terdengar oleh Dimas. Malam ini Jasmine lelah dan takut. Jika sampai Dimas merasa terganggu, maka bisa dipastikan Jasmine akan kembali mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakan.

Sementara diluar kamar, Valerie berdiri didepan pintu kamar kedua orang tuanya dengan air mata yang menetes dan tangan mengepal. Sudah dua kali Valerie mendengar papanya berbicara kencang dan memaki sang mama. Valerie bahkan bertambah marah saat mendengar semua cacian papanya yang seolah menyudutkan sang mama.

Valerie mengusap air matanya kasar saat sudah tidak lagi mendengar suara teriakan dari dalam kamar kedua orang tuanya. Saat berbalik badan hendak menuju ke kamar, Valerie sempat terdiam melihat Dirga yang ternyata juga berada disana dan ikut mendengar semua yang telah terjadi. Valerie menghampiri Dirga yang terlihat biasa saja dan hanya menunjukan ekspresi datar.

“Abang dengar kan? Papah menyalahkan mamah karena perempuan itu! Sekarang papah bahkan berani membentak dan memarahi mamah hanya karena masalah sepele seperti ini. setelah mendengar semuanya akankah abang masih mau membela Karin itu? Gadis yang sudah berhasil menghancurkan hidup kita bahkan sebelum ia pernah datang kesini!”

Melihat respons Dirga yang tetap datar, Valerie mendorong Dirga dan kemudian berlari naik kelantai dua dan masuk kekamar dengan bantingan pintu yang kencang.

Valerie mengamuk dan melempar segalanya yang ada dijangkauan tangannya, belum cukup membuat kamarnya berantakan, Valerie juga menghancurkan berbagai pajangan yang berada didalam rak bukunya.

“Aku gak akan rela! Kamu gak akan mendapatkan kebahagiaan Karin! Tidak akan pernah! Aku yang akan membuat hidupmu makin menderita! Kamu seharusnya pergi bersama ibu dan adikmu yang tidak berguna itu! Kau harusnya menyusul mereka dan tidak mengganggu kehidupan kami! Aku membencimu Karin! Aku membencimu”

Valerie terus memaki dan mengeluarkan sumpah serampahnya, Valerie yang ambisius dan diliputi oleh ego remajanya bahkan belum bisa berpikir jernih dan mempertimbangkan setiap perbuatannya. Tanpa ingin tahu kenyataan yang sesungguhnya, tanpa tahu penderitaan yang sebenarnya Valerie terus berusaha ingin menuntaskan semua egonya yang membara. Tanpa tahu apa konsekuensi yang akan ia dapat untuk membayar semua perbuatannya.

Yuk tekan bintangnya.. di pojok kiri bawah yaa..

Terima kasih
16/06/2022

Forgiven (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang