Happy Reading!
Dirga telah sampai ditaman pemakaman yang dicarinya sejak siang tadi, ia bahkan telah memarkirkan mobilnya didepan gerbang, tapi sedikitpun ia tidak bergerak keluar dari dalam sana. Dirga kembali ragu, sanggupkah ia melangkah kesana seorang diri? Setelah sampai dimakam tujuannya lantas apa yang akan ia lakukan, kini Dirga terlihat seperti orang linglung.
"Kenapa papah lakukan ini pada kami? Apa yang harus Dirga lakukan pah? Bagaimana caranya Dirga menebus semua kesalahan papah? Dirga bahkan bingung harus apa sekarang" Dirga terdiam seorang diri didalam mobil, bahkan beberapa kali ia tampak membenturkan kepalanya ke setir kemudi.
Dirga mencoba mengontrol dirinya sendiri, ia tidak akan menyerah seperti ini. Tujuan ia datang kesini untuk meminta maaf pada dua orang yang telah ia dan mamanya sakiti. Dirga menghapus air matanya kemudian mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.
Setelah menunggu dering ke empat panggilannya pun diangkat oleh seseorang diseberang sana. "Selamat siang, apa benar saya bicara dengan Mang Eman?"
Dan disinilah Dirga berada, disebuah rumah yang tampak terawat meski sudah ditinggalkan oleh pemiliknya selama belasan tahun. Dirga tampak mengamati ruang tamu tempatnya menunggu, ada beberapa lukisan khas anak kecil juga beberapa pigura foto sebuah keluarga dipajang di dinding dengan bingkai yang terlihat indah. Dirga tersenyum kecut, sekilas saja ia bisa melihat pancaran kebahagiaan disetiap foto itu. Dimulai ketika sepasang pengantin yang tampak begitu bahagia, orang tua baru yang memiliki bayi kembar, kemudian terus berlanjut sampai bayi itu tumbuh menjadi gadis kecil yang menggemaskan.
Dirga hampir tersedak tangisannya karena berusaha ia tahan, sekejam itukah mamanya sampai menghancurkan keluarga ini? Dan setega itukah papahnya mencampakan putrinya yang masih begitu kecil? Apa yang sebenarnya kedua orang tuanya pikirkan saat itu.
"Nak Dirga diminum dulu tehnya, maaf cuma ada teh saja. Maklum tidak pernah ada yang berkunjung kesini, bibik juga hanya sesekali datang untuk bersih-bersih" Dirga tersentak mendengar suara yang begitu lembut menyapa telinganya, dilihatnya wanita yang sudah cukup tua menghidangkan teh hangat untuknya.
"Terimakasih bu, maaf saya merepotkan" Bik Nani tersenyum lembut, sekilas saja ia bisa melihat kemiripan Antara pemuda dihadapannya dengan Dimas mantan majikannya dulu. Bik Nani begitu terkejut mendengar kabar dari Mang Eman kalau putra dari Dimas ingin bertemu mereka berdua. Lantas langsung saja bik Nani bergegas datang kerumah mantan majikannya untuk sekedar membersihkan ruang tamu yang sudah lama tidak ia bersihkan.
"Panggil saja Bik Nani, dulu non Karin biasa memanggil saya begitu. Oh iya Mang Eman masih ada urusan dengan satpam komplek jadi gapapa kan kalau nak Dirga menunggu sebentar?"
"Iya tidak apa-apa Bik, terimakasih sudah memberikan izin pada saya untuk berkunjung kesini" Sedikit merasa tidak nyaman karena terus dipandangi wanita paruh baya dihadapannya sontak membuat Dirga bingung harus melakukan apa.
"Nak Dirga tinggal dimana kalau bibik boleh tau?" Bik Nani berusaha mencairkan suasana yang terasa kaku, bisa dilihatnya Dirga yang tampak bingung dan tidak nyaman.
"Sa-saya tinggal di Bandung bik, bersama kedua orang tua saya" Dirga tersenyum canggung, meskipun wanita tua dihadapannya ini terlihat baik dan lembut tapi tetap saja Dirga merasa seolah sedang diinterogasi.
"Oh Bandung ya, bagaimana kabarnya pak Dimas? Bibik sudah lama sekali tidak bertemu dengan beliau"
"Papah baik, kemarin sempat dioperasi karena mengalami insiden kecil" Dirga terus menjawab pertanyaan bik Nani sambil memilin tangannya yang terasa dingin. Semoga saja tidak akan menimbulkan masalah karena kedatangannya kerumah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiven (End)
General FictionKarin begitu ia disapa, sekilas semua orang melihat kesempurnaan di hidupnya. Cantik, pintar dan dikelilingi dengan anggota keluarga yang begitu harmonis dan saling mengasihi. Tetapi, dibalik semua kesempurnaan itu ia hanya seorang gadis yang kesepi...