Bab 37

711 68 2
                                    

Happy reading..

Karin duduk dengan canggung diantara Ibram dan juga Jendra, makan malam sudah dimulai sejak tadi dan bahkan masing-masing orang sudah hanyut menikmati makanan dengan diselingi beberapa obrolan ringan. Tetapi itu semua tidak berlaku pada Karin yang kini sedang mengaduk-aduk makanan dipiringnya.

Beberapa kali Karin dipergoki Erisa saat sedang memperhatikan kedua orang tua Jendra itu. Tetapi seakan tidak ingin ditanya lebih, Karin langsung menundukan pandangannya dan menyuap makanan dengan hati-hati.

Ibram yang duduk disamping Karin pun sampai merasa heran melihat tingkah adiknya itu. Biasanya Karin akan terlihat sangat kalem jika sudah berhadapan dengan Erisa dan Davis. Tapi kini adiknya itu terlihat seperti sedang menunggu sesuatu yang tidak pasti. Ibram menyenggol kaki Karin dari bawah meja sampai membuat Karin terkejut dan menoleh dengan mata yang melotot memandang Ibram.

Ibram mengirimkan isyarat bertanya pada Karin yang hanya dibalas dengan pelototan protes. Berulang kali Ibram melakukan hal itu bermaksud menanyakan ada apa pada sang adik yang terlihat gelisah. Tetapi bukannya menangkap isyarat yang diberikan Ibram, Karin malah makin terpancing emosi karena merasa jika Ibram saat ini tengah menjahilinya.

“Kamu kenapa bram?” Ibram langsung menegakan tubuhnya dan memandang Anisa yang baru saja menanyakan tingkahnya. Ibram buru-buru menggeleng dan memasang wajah polos kemudian melanjutkan makannya.

Arya memandang Ibram curiga dan sesekali mengawasinya sambil masih meladeni obrolan Davis dan Erisa.

Ibram masih belum menyerah, kembali ia menendang-nendang kaki Karin dan membuat adiknya itu kembali terusik dan menendang balik kaki Ibram. Suara gaduh tendangan Karin yang cukup kuat membuat Jendra menoleh dan menanyakan apa yang terjadi.

“Ada apa? Kaki kamu sakit?” Karin mulai gelagapan dan hanya tersenyum canggung menjawab Jendra.

Jendra yang merasa janggal, akhirnya berdiri dan menyuruh Karin berpindah tempat. Sontak saja perlakuan Jendra itu mengundang atensi semua orang yang ada disana.

“Kenapa Jen?”

“Gapapa, sepertinya Karin kurang nyaman duduk disamping Ibram” Karena jawaban Jendra yang menyudutkannya dan juga pandangan Arya yang seakan menghunusnya dengan laser, Ibram akhirnya mengalah dan meminta maaf. Baru setelahnya makan malam berjalan lancar tanpa ada drama dari Ibram maupun Karin.

=

“Dingin?”

Karin dan Jendra kini sedang berada dihalaman rumah berduaan. Kedua pasang orang tua mereka sedang berbincang seru didalam dan karena merasa tidak nyaman, akhirnya Jendra meminta izin untuk mengobrol dengan Karin dihalaman depan rumah.

“Gak begitu kok mas” Walaupun mendapatkan jawaban yang meyakinkan dari Karin, Jendra kemudian tetap berjalan ke mobil mengambil jaketnya dan kemudian memberikannya pada Karin.

“Terima kasih mas, tapi Karin gapapa kok”

“Pakai saja, kamu baru pulang dari rumah sakit, jangan sampai nanti sakit kemudian harus di opname lagi”

Karena tidak ada obrolan yang seru diantara keduanya, Karin mulai melamun dan membayangkan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Sampai sekarang ia belum berhasil berdamai dengan masa lalunya. Bahkan jika dilihat-lihat tidak ada yang ia lakukan untuk membenahi hidupnya dan menyelesaikan masa lalunya yang masih menggantung.

Karin menghela nafas berat tanpa sadar dan menundukan pandangannya menatap tautan kakinya diatas rumput. Karin ingin membenahi semuanya, sampai ia merasa jika hidupnya akan baik-baik saja. Karin ingin bebas tanpa ada bayang-bayang masa lalu yang terus menyakitinya. Tapi bahkan baru saja menghadapi ayahnya, Karin sudah menyerah pada keadaan dan akhirnya kembali mengalah dan membiarkan rasa sakit itu menggerogoti dirinya.

Forgiven (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang