Bab 40

911 70 1
                                    

Happy reading..

“Pagi mi, pi. Karin gak ikut sarapan ya? Udah telat nih. Gapapa ya mami sayang, nanti Karin minta tolong dibelikan sarapan deh sama orang pantry”

Anisa menghela nafas dan akhirnya menyetujui jika Karin harus berangkat kerja tanpa sarapan. Pagi ini Karin memang telat bangun karena semalaman ia mengalami kram perut akibat Menstruasi.

“Hati-hati di jalan kak. Berangkat naik apa?”

“Seperti biasa, dijemput mas Jendra hehe. Karin pamit Assalamualaikum, byee anat teciw” Setelah berpamitan pada Arya dan Anisa, Karin bergegas keluar rumah dan langsung menuju mobil Jendra yang sudah terparkir didepan gerbang.

“Mas lama nunggu ya? Maaf ya Karin tadi telat bangun” Jendra terdiam memandangi Karin yang kini terlihat rempong dengan tas dan juga blazer yang belum sempat ia kenakan.

“Baru aja sampai. Sudah?” Karin mengernyit bingung, tetapi kemudian Karin sadar jika sejak tadi ia terlihat sangat tidak bisa diam mengatur letak duduknya dengan bawaan yang cukup banyak.

“Hehe sudah, maaf ya Karin rempong sendiri dari tadi” Baru setelah melihat Karin nyaman dengan duduknya dan telah memakai blazernya, Jendra mulai melajukan mobilnya membelah jalan raya.

“Siang nanti makan sama saya ya?”

“Boleh, tapi emang Mas Jen gak kejauhan kalau jemput Karin dulu?” Masih sambil menyetir dan memperhatikan jalan dengan serius, sesekali Jendra melirik Karin yang kini sedang menatapnya terang-terangan.

“Nggak kok, nanti saya ada kerjaan keluar. Jadi mungkin bisa ada waktu istirahat lebih lama dari biasanya”

“Oke kalau gak ganggu Mas Jendra gapapa. Takutnya nanti kamu kelamaan istirahatnya jadi dimarahin sama atasan kamu”

“Tenang aja, gak ada yang berani marahin saya” Karin mencebikan bibir meledek Jendra, tetapi yang diledek justru malah senyum-senyum gak jelas.

“Iya deh yang galak, mana ada yang berani marahin komandan galak kayak kamu” Mobil berhenti di lampu merah, merasa ada kesempatan Jendra mencubit pipi Karin karena mengatainya galak.

“Sembarangan, kata siapa saya galak?”

“Auw Mas Jen ih lepas, kata abang Mas Jen galak. Suka marah-marah kalau anggotanya salah sedikit aja” Jendra mengusap pipi Karin yang memerah karena tadi ia cubit. Sementara Karin malah tersipu-sipu dan melupakan rasa sakit karena dicubit Jendra tadi.

“Ya kalau mereka lelet saya marahin lah, masa prajurit lembek. Dasar kamu bram, sembarangan nyebar hoak” Karin tertawa mendengar kalimat terakhir yang Jendra ucapkan, meskipun Jendra sudah memelankan suaranya, tetap saja Karin mendengarnya karena kondisi didalam mobil yang sunyi karena radio yang tidak dinyalakan.

“Gemes banget sih, jadi pengen ngarungin”

“Apa?” Karin gelagapan karena tidak menyangka jika Jendra akan merespon ucapannya yang asal.

“Eh? Gak kok, gak ada apa-apa mas” Karin semakin salah tingkah karena kini Jendra terus memandanginya.

“Itu, lampunya udah hijau. Ayo mas nanti mobil belakang marah”

“Ck, lampu hijau pengganggu”

=

“Loh Nay, kok gak bilang dulu mau kesini? Untung mami gak jadi pergi belanja bulanan, nanti kamu datang gak ada orang deh” Anisa menyambut kedatangan Naya di siang hari itu. Tumben sekali siang-siang seperti ini Naya berkeliaran sendirian, biasanya menantunya ini akan berkeliaran bersama dengan sang suami, Ibram.

“Hehe sorry mi, tadi Naya abis beli keperluan masak-masak buat acara arisan besok. Naya kesini mau minta resep mie goreng seafood buatan mami. Kemarin Naya makan kok rasanya enak banget, terus kayaknya cocok deh kalau buat nyajiin pas arisan”

“Oalah, mami kira ada apa. Sini mami kasih tau” Dan dimulai lah les privat dadakan oleh Anisa. Sejak dulu Anisa sangat suka memasak mau itu makanan rumahan ataupun kue-kue. Karena itu Karin pun akhirnya sedikit bisa memasak dan lumayan mahir membuat kue-kue kering.

“Emang besok acaranya jam berapa Nay? Kamu sanggup emang masak sendiri? Banyak gak orangnya?” Naya masih asik menyuap beberapa potong buah yang telah disiram coklat.

“Acaranya siang mi, gak banyak kok Cuma sekitar 10 orang. Makanya Naya mau buat mie goreng aja sama mungkin nanti buat puding dan sop buah”

“Ah iya itu simple, kalau butuh bantuan bilang mami ya. Nanti kamu kecapean lagi, yang ada Ibram uring-uringan nanti sama kamu”

“Siap mi, makasih ya. Ini Naya abisin boleh kan?”

“Boleh, abisin aja. Nanti mami buatkan lagi buat si adek sama Karin”

=

Valerie tiba dirumah saat jam menunjukan angka tiga. Baru saja menghempaskan tubuhnya yang penat di sofa, sebuah suara menyapa gendang telinganya disertai dengan sosok yang kini sedang berdiri dipintu ruang kerja Dimas.

“Dari mana kamu, kamu telat satu jam dari jam pulang sekolah” Memilih abai, dan kembali memejamkan matanya. Valerie berhasil membuat Dimas naik pitam dan menghampirinya.

“Kenapa sih pah? Vale udah nurutin semua hukuman papah. Memangnya kegiatan Vale disekolah hanya belajar saja? Vale baru pulang setelah les fisika dan papah malah marah-marah” Valerie dan segala sifat kerasnya, perdebatan sepasang ayah dan anak itu langsung membuat Jasmine yang sedang di dapur bergegas menghampiri suami dan putrinya yang sedang bersitegang.

“Ada apa ini? Val jangan berteriak sama papah. Bicara dengan lembut nak” Jasmine terkejut saat tangannya yang mencoba merangkul Valerie malah ditepis oleh anaknya itu.

“Bukannya merubah sikap kamu, papah perhatikan kamu malah makin menjadi Valerie. Siapa sebenarnya yang mengajari kamu bersikap kurang ajar seperti ini pada orang tua? Apa yang sebenarnya kamu pelajari disekolah hah? Apa gurumu tidak pernah mengajarimu bagaimana adab sopan santun pada orang tua” Dimas semakin murka melihat Valerie yang kini malah memandangnya seakan menantang.

“Sudah selesai ceramahnya? Tidak usah mengingatkan Valerie tentang adab sopan santun. Pah, lebih baik papah sekarang merenungi perbuatan papah. Sudahkah papah bersikap adil pada kami? Sudah berapa kali papah mengacuhkan dan melupakan kami dengan terus asyik berkutat di kantor? Kenapa sekarang papah sibuk mengurusi hidup Vale?”

Plak

“Mulutmu itu tidak akan berhenti jika tidak diberi pelajaran, bukannya makin bersikap dewasa, kaelakukanmu makin tidak masuk akal Valerie. Sebejat-bejatnya kelakuan papah, tidak pernah sekalipun sejak kamu lahir papah mengajarkan hal yang begitu kurang ajar seperti ini. kalian berdua sama saja, bukannya menerima kesalahan dan berusaha memperbaikinya. Kalian malah asik menyalahkan orang lain”

Dimas pergi disertai dengan bantingan pintu membuat Jasmine yang masih syok akhirnya tersadar dan segera memeluk Valerie. Diusapnya pipi sang putri yang kini memerah disertai dengan air mata yang merembes keluar.

“Ada apa ini mah? Kenapa hidup kita makin seperti ini. Valerie merasa tidak mengenal papah yang sekarang. Papah tampar Vale mah, papah tampar Vale”

Jasmine menangis tersedu seraya memeluk Valerie, Jasmine merasa gagal melindungi Valerie dan berakhir dengan tamparan dari Dimas. Jasmine mencoba menenangkan Valerie yang tengah kalut.

“Tenang sayang, papah hanya sedang marah. Mamah akan pastikan papah minta maaf sama kamu. Tidak akan mama biarkan papah berbuat semena-mena seperti itu”

Jasmine yang dibutakan cinta dan kasih sayang terus menenangkan sang putri tanpa peduli jika yang dilakukan putrinya itu salah. Bukannya mengajarkan sang putri untuk menjadi pribadi yang lebih baik, Jasmine seolah menutup mata dan membiarkan putrinya terus terjerumus kedalam kesalahan yang tidak ia sadari. Kesalahan yang mungkin suatu saat menghancurkan mereka tanpa mereka sadari.

Yuk tekan bintangnya yuk..

Terima kasih
28/06/2022

Forgiven (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang