Bab 9

1K 76 5
                                    

Happy reading..

Tandai Typo yup!


Dimas termenung ditempatnya, ia sangat syok melihat keberadaan Anisa di hadapannya beberapa saat yang lalu. Mengapa dunia ini begitu sempit, mengapa ia harus bertemu dengan Anisa disaat ia sedang bersama dengan putrinya Valerie. Ia bukannya takut ataupun malu jika mereka melihat kehadiran Valerie sebagai putrinya. Tapi ia sungguh takut jika Valerie sampai mengetahui kebenaran tentang masa lalu nya secepat ini.

Valerie masih remaja dan fikirannya belum dewasa, putrinya itu masih sangat labil dan kekanakan. Ia tidak ingin terjadi kesalahpahaman yang akan merusak keluarganya lagi untuk yang kedua kali. Cukup ia menghancurkan keluarga kecilnya dulu. Cukup ia menyakiti putri pertamanya Karin. Ia tidak ingin mengulangi kesalahan untuk yang kedua kalinya.

Dimas pun sangat ketakutan jika sampai Valerie bertemu dengan Karin. Ia pasti akan sangat membuat hancur perasaan kedua putrinya itu.

"Pah? Papah! Kok bengong sih?" Tanya Valerie sambil mengguncang bahu Dimas. Dimas yang sedang melamun pun tersentak kaget dari lamunannya kala merasakan guncangan dibahu nya.

"Ohh gak sayang, maaf ya papa agak sedikit pusing karena banyak orang. Makanannya belum sampai ya?" jawab Dimas gelagapan.

"Belum, mungkin agak lama soalnya yang ngantri aja banyak banget pah"

"Ahh iya benar, kalau gitu papa ke toilet dulu sebentar ya sayang, kamu jangan kemana mana"

"Iya jangan kelamaan ya pah" Dimas mengangguk seraya berdiri. Ia perlu membasuh wajahnya kini, ia tidak ingin Valerie sampai menyadari gelagat aneh nya setelah melihat Anisa tadi. Tidak, ini belum saatnya purinya itu tau semua kebenarannya.

Selesai dengan urusan makan, Dimas langsung mengajak Valerie untuk segera pulang dengan alasan agar tidak terlalu malam sampai di rumah. Padahal ia hanya ingin menyendiri sekarang ini. Beberapa hari ini ia kembali merindukan putri pertamanya Karin. Sudah belasan tahun ia tidak melihatnya, bagaimana kabar putrinya itu kini. Apa ia tumbuh menjadi gadis yang cantik seperti mendiang ibu nya? Apa ia menderita karena kepergiannya? Masih kah putrinya itu mengingatnya kini? Maukah Karin memaafkannya? Memaafkan lelaki brengsek sepertinya yang telah menghancurkan kehidupannya dengan cara yang begitu menyakitkan.

=

Diatas meja makan sudah terhidang beberapa menu sarapan. Tidak ketinggalan suara celotehan anak kecil yang sedang bernyanyi menambah suasana riang di pagi hari itu. Karin menuruni anak tangga dengan masih menggunakan piyama nya kemudian menghampiri lelaki paruh baya yang sedang duduk sambil membaca Koran.

"Pii.. Karin panas" Arya menoleh mendengar suara rengekan Karin dan melihat Karin berdiri disampingnya dengan tampang bangun tidur. Tidak lupa dengan wajah memelasnya.

"loh kenapa kak? Sini papi tes dulu" Karin mendekatkan kepalanya kearah Arya. Kara dan Kari memandanginya dengan tatapan polos sambil mengunyah buah.

"Tata satit?" (kakak sakit?) Tanya Kara

"Hmm"

"Kamu demam kak, iyaudah sarapan terus minum obat. Hari ini jangan pergi kemana-mana istirahat aja dirumah" titah Anisa seraya memberikan segelas susu hangat padanya.

"Ayo sarapan dulu sedikit gak kenapa-napa biar bisa minum obat" Arya membujuk Karin yang terlihat ogah-ogahan sambil memandang nasi goreng dihadapannya.

"Mulut Karin pait pii" Karin masih terus merengek, ia sungguh sangat tidak berselera makan pagi ini. Tapi melihat tatapan garang dari mami nya mau tidak mau ia menyuapkan sedikit nasi agar bisa terbebas dari ceramahan sang ibunda ratu

Forgiven (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang