Setelah mengantar gadis itu pulang, ia langsung melajukan motor nya dengan kecepatan di atas rata-rata.
TPU. Ia berjongkok, tangan kanan nya memegang sebuah nisan yang bernama...
Meyla Alanesa.
Ia menghembuskan nafas panjang. "Apa kabar Mey? Maaf ya kalo gue jarang banget nengokin lo, akhir-akhir ini gue sibuk." Ia menjeda kata-kata nya.
"Sampe lupa sama lo," sambung nya.
"Semua orang salah paham Mey sama gue, tapi gue yakin kalo usaha gue nanti gak akan sia-sia."
Elvan mengeluarkan setangkai bunga mawar lalu ia letakan dekat dengan sebuah nisan itu. Bunga itu, sebuah bunga yang dulu nya sangat di senangi oleh gadis bernama Meyla.
"Gue pulang dulu ya Mey, lo tenang ya di sana, gue gak bakal terima gitu aja kok tentang kematian lo, jadi tunggu aja ya."
Setelah itu ia bangkit, dan kembali berjalan menuju motor nya yang ia parkirkan.
-
"Bi, Nares mau pulang, ngapain sih di sini lama-lama, Nares bosen Bi."
Gadis itu terus mengeluh karna diri nya bosan, sungguh ia menyesal telah menyuruh teman-teman nya untuk pergi sekolah.
"Gak boleh Non, aduh Non sabar dong besok kan udah boleh pulang." Bibi pun sedari tadi terus memikirkan cara agar Nares tidak merengek terus.
"Kalo Bibi gak mau pulang, biar Nares aja yang pulang," kesal nya lalu melepas infus nya secara paksa.
Bibi melotot karna melihat tetesan darah yang mengalir pada tangan Nares. Tapi raut gadis itu sama sekali tidak kesakitan.
Menurutnya, hati nya lebih sakit.
"Nares pulang dulu, Bibi kalo mau pulang besok yaudah gapapa ntar Nares suruh temen-temen buat kerumah," ujar nya lalu melangkah keluar.
Bi Ina pun mengikuti Nares. "Non, mending di sini dulu aja nanti kalo Nyonya sama Tuan dateng ke rumah gimana?" elak nya.
"Bibi... Nares udah sehat."
Akhirnya Bi Ina lebih menuruti apa kata Nares, dari pada ia pusing sendiri karna meladenin gadis itu yang tak akan bisa di kalah kan jika sudah adu mulut.
-
"Gak! Yah ni Suster pengarang handal," nyolot Felisa.
"Tapi ini sudah ada data nya mbak, telah meninggal pukul delapan tadi pagi," ucap sang Suster sabar.
"Temen saya itu tadi pagi baik-baik aja, sehat malah, bisa-bisa nya lo bilang mati tadi pagi," jujur tangan Felisa sudah tidak tahan lagi ingin membogem Suster yang ada di depan nya ini.
"Yang ngatur takdir itu Tuhan, bukan mbak nya."
"Kok lo bawa-bawa Tuhan sih, mana atasan lo? Bisa-bisa nya nerima orang kek lo," ketus nya, tubuh nya di tahan oleh Niko agar Felisa tidak kelabasan.
"Baca ulang namanya, siapa tau nama panggilan doang yang sama," sahut Raka.
"Adinda Naresta, 41 tahun, meninggal pukul delapan tadi pagi di sebabkan oleh penyakit jantung," ulang sang Suster sambil membaca buku yang di pegang nya.
Semua menghela nafas lega, kecuali Felisa. Ia bernafas seolah-olah emosi nya sebentar lagi akan membeludak.
"Tolol, bego, titisan serangga!" Jeda nya bernafas terengah-engah.
"Lo mau nyari gara-gara sama gue? Lo pikir temen gua emak-emak? Ilang ya otak lo."
Suster itu memasang tanpa dosa nya, toh ia tak tau, ia hanya melayani pasien yang bernama Nares itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD HUSBAND [END]
Teen FictionBiasain follow sebelum baca. Dia Grisel, si gadis lemah lembut. Dan dia berubah menjadi Nares, si gadis cuek dan bodoamat dengan segala hal. Berawal dari suatu malam yang seketika membuat kehidupan nya berubah begitu saja. Dia Elvan, si pemberi k...