Bab 26

630 70 1
                                    

Benak Jaemin berperang ketika sedang di dalam lift yang bergerak menuju lantai kantornya. Kau melanggar semua aturan dengan pergi ke rumahnya! Ingat mantramu 'datang, bercinta, lalu pergi'? Setuju untuk membiarkan dia memasak dan menghiburmu jelas bukan bagian dari rencanamu. Kau akan menyesalinya! Dia telah menjadi musuh terburuknya sendiri.

"Cukup!" dia berteriak tepat pada saat pintu lift terbuka. Dua orang wanita yang sedang menunggu memberinya tatapan aneh. Dia menundukkan kepala lalu berjalan cepat menuju kantornya. Menyambar dompet dan tasnya, kemudian membanting dan mengunci pintu.

Begitu sampai di bawah dia mondar-mandir di lobi. Saat Jaemin berpikir untuk meninggalkan Jeno demi menjaga kewarasannya sendiri, dia muncul di depan Jaemin. "Maaf aku membuatmu menunggu."

"Ehm, tidak, tidak apa-apa."

Jaemin mengikuti Jeno keluar melalui pintu samping ke arah gedung parkir. Ketika kunci remote di tangan Jeno membuat lampu sebuah Mercedes Convertible hitam legam berkedip, Jaemin bersiul rendah. "Mobil yang bagus, Tuan Lee."

Jeno terkekeh. "Terima kasih, Tuan Na."

"Aku terkesan dengan semua kemewahan ini."

Dia menggeleng. "Kau mulai lagi dengan mulutmu itu."

Jaemin melempar tasnya ke lantai mobil lalu meluncurkan pantatnya di kursi kulit. Selain fakta bahwa harga mobil ini dua kali lipat harga mobilnya sendiri, seluruh bagian interiornya benar-benar bersih. Tidak ada remah bahkan setitik debu yang dapat ditemukan, berbeda sekali dengan keadaan interior mobilnya yang bahkan bisa memberi makan sebuah desa kecil dengan sisa-sisa sarapan atau makan malamnya di jalan yang berceceran.

"Keberatan kalau aku menurunkan atapnya?"

"Tidak masalah. Ini hari yang indah."

Jeno menekan sebuah tombol di konsol, dan atap mulai tertarik ke belakang. Saat mereka keluar dari gedung parkir, Jaemin menutup mata dan membiarkan angin meniup dirinya.

"Jangan bilang aku sangat membosankan sampai membuatmu mengantuk?"

Jaemin terkikik. "Maafkan aku. Aku hanya mengistirahatkan mataku sebentar."

Mereka tidak lama berkendara di jalan tol sebelum Jeno melajukan mobil keluar jalan tol. Ketika dia memasuki kawasan tua yang elit, Jaemin sontak berpaling padanya. "Kau tinggal di sini?"

Dia terkekeh. "Memang kenapa?"

Jaemin mengedikkan bahu. "Aku tak tahu. Kurasa aku membayangkanmu tinggal di gedung apartemen khas bujangan yang elegan dan mewah."

"Well, jika kau ingin tahu, sebenarnya dulu aku terbiasa tinggal di, seperti yang kau katakan gedung apartemen yang elegan dan mewah di pusat kota. Tapi kemudian kakakku, Doyoung, yang merupakan agen real estate meyakinkanku bahwa aku harus berhenti menghamburkan uang untuk membayar sewa dan mulai berinvestasi beberapa properti. Bagaimanapun dia berhasil membujukku untuk membeli rumah tetangga kakak kami, Mina." Dia melirik pada Jaemin dan tersenyum. "Aku pikir itu hanya akal-akalan mereka agar bisa mengawasiku, tapi sepadan karena aku bisa mendapat banyak makanan gratis." Dia menunjuk ke kiri pada sebuah rumah mewah dua lantai bergaya kolonial dengan sebuah teras depan melengkung. "Itu rumah Mina."

"Cantik."

"Terima kasih," jawab Jeno, lalu membelokkan mobilnya kembali. "Dia membutuhkan rumah besar untuk mengurung monster-monster itu tetap di dalam."

"Monster-monster?"

"Tiga keponakanku."

Jaemin tertawa. "Aku mengerti."

𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang