❝Maafkan aku,❞Jaemin mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Johnny. ❝Kau pria yang menakjubkan—tampan, kuat, penuh kasih, selalu memberikan dirimu dan juga hatimu.❞
Johnny melepaskan pelukannya dari Jaemin, dia bergeser ke tempat duduk yang lain dan mengetuk pintu pengemudinya. ❝Ed, aku pikir ini waktunya kau berputar dan membawa kami kembali. Ini sedikit terlalu dingin bagi Jaemin untuk keluar selama ini.❞
❝Baik, Tuan.❞
Selama sisa perjalanan mereka, Johnny duduk berhadapan dengan Jaemin, dan mereka mengobrol tentang Atlanta, bukan tentang apa yang terjadi atau yang tidak terjadi di antara mereka. Jaemin merasa membeku saat mereka kembali ke mobil. Dia mendekatkan tangannya ke depan pemanas sambil bergerak-gerak menikmati tempat duduk yang hangat.
❝Aku minta maaf kau jadi kedinginan. Seharusnya aku menyadari cuacanya tidak bersahabat untuk naik kereta kuda.❞
Sambil menggosokkan kedua tangannya, Jaemin menoleh dan tersenyum padanya. ❝Tidak, aku menikmatinya. Semua yang terjadi malam ini sangatlah indah.❞
❝Hmm, haruskah aku menerima itu sebagai pujian yang nyata mengingat kau sudah terkurung selama dua minggu?❞
Jaemin tertawa. ❝Ya, kau harus menerimanya. Meskipun kau mungkin saja membawaku ke suatu acara yang aku benci seperti acara olah raga, dan aku mungkin akan menikmatinya.❞
❝Tidak suka olah raga, huh?❞
Sambil mengerutkan hidungnya, Jaemin berkata, ❝hatiku selalu bersama dengan fotografi dan seni.❞
Johnny tersenyum. ❝Aku akan selalu mengingatnya.❞
Mereka baru saja memasuki jalan tol saat kelelahan mulai terasa. Kehangatan dalam mobil dan kenyataan bahwa Jaemin tidak melakukan apa pun dalam seminggu membuatnya berusaha untuk menjaga matanya tetap terbuka. Tidak butuh waktu lama sebelum akhirnya dia pun tertidur.
Sentakan mobil berhenti membuat Jaemin terbangun. Matanya terbuka mengamati jalan rumah Jeno. Menguap, Jaemin menoleh pada Johnny. ❝Aku teman yang cukup kasar, ya?❞
Johnny menggelengkan kepalanya, ❝aku terkejut kau berhasil melakukannya sejauh ini. Ini adalah hari yang besar.❞
❝Ya, benar.❞
❝Mari, biarkan aku mengantarmu sampai ke depan pintu.❞
Saat Johnny mulai memutari mobilnya, Jaemin mengambil tasnya. Rumahnya tampak gelap saat mereka berjalan di jalan depan rumah. Jeno tidak menyalakan lampu teras untuknya. Jaemin menarik napas dengan gemetar saat berpikir akan menghadapi Jeno lagi.
Saat mereka ada di teras, Jaemin menoleh pada Johnny. ❝Aku ingin berterima kasih padamu lagi atas sore yang menyenangkan ini.❞
Johnny tersenyum, ❝itu adalah kesenanganku. Aku berharap kita bisa melakukannya lagi.❞
Jaemin mengangguk. "Aku juga." Jaemin mencondongkan tubuhnya ke depan untuk mencium pipi Johnny. Saat Jaemin akan menarik dirinya sendiri, dengan cepat Johnny menoleh dan memagut bibir Jaemin. Dan sebelum Jaemin menyadarinya, bibir Johnny sudah berada di bibir Jaemin. Dalam sedetik mereka saling berciuman, lidah Johnny masuk ke mulut Jaemin, dan Jaemin tahu ini adalah segalanya.
Johnny memeluk Jaemin, menenggelamkan Jaemin dalam pelukannya. Jaemin meletakkan tangannya di dada Johnny, tapi bukan mendorongnya menjauh, Jaemin meluncurkan tangannya ke leher Johnny dan memainkan jari-jarinya di rambut Johnny.
Dengan tindakan Jaemin, sebuah geraman menggema di dada Johnny. Tanpa peringatan, Johnny mendorong Jaemin sampai punggungnya menyentuh dinding bata. Saat Johnny menekan dirinya pada Jaemin. Aroma Johnny, cara tubuhnya menyatu dengan tubuh Jaemin, cara lidah Johnny membakar lidah Jaemin saat melesat keluar masuk di mulut Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄
Fanfictionㅤㅤㅤㅤ♡· ᗯOᑌᒪᗪ YOᑌ ᗷE ᗰIᑎE ·♡ㅤㅤㅤ Setelah putus dengan FWB terakhirnya, hal yang Lee Jeno tidak inginkan adalah pertanyaan menjengkelkan dari keluarga besarnya tentang status bujangannya itu. C'mon, jangankan menikah, mempunyai kekasih saja ia tidak in...