Sementara kerumunan orang-orang meledak berteriak,bersorak sorai dan bersiul, Jeno merasa Jaemin menegang di sampingnya. Meskipun wajahnya tersenyum berseri-seri, Jeno tahu berita pertunangan sepupunya telah mengganggunya. Tidak butuh waktu lama baginya untuk memahami alasannya. Jeno tahu meskipun Jaemin bahagia karena akan memiliki bayi, dia tetap menginginkan apa yang Doyoung miliki—cinta, komitmen, dan berlian yang berkilauan di jarinya. Jeno bertanya-tanya apakah dia bisa memberi Jaemin hal seperti itu atau apa Jaemin hanya buang-buang waktu karena percaya Jeno akan melakukan hal seperti itu.
"Sekarang, aku ingin istirahat beberapa menit dan berdansa dengan tunangan tercintaku." Tatapannya mencari-cari di antara kerumunan lalu berhenti di meja mereka. "Na, maukah kau kemari dan melakukan kehormatan ini?"
Jika sebelumnya Jaemin tegang, sekarang dia benar-benar kaku karena tawaran bernyanyi. "Tidak, tidak, tidak! Aku sudah terlalu lama tidak bernyanyi."
"Itu tidak benar. Kau menghibur Chenle dan aku dengar suaramu yang merdu beberapa bulan yang lalu." bantah Jeno.
Jaemin memberinya tatapan membunuh. "Aku pikir ada perbedaan besar antara bernyanyi untuk menidurkan bayi di dalam kamar tidurku secara pribadi dibandingkan yang penuh dengan orang!" desisnya lirih. Dia lalu menggelengkan kepalanya pada Taeil. "Sungguh, aku tidak bisa."
Seorang pria tinggi datang menghampiri mereka dari belakang. Tidak butuh waktu lama bagi Jeno untuk menyimpulkan bahwa dia adalah Doyoung. "Oh please, Jaemin, nyanyikan Puzzle Piece yang kau menyanyikan itu saat Taeil dan aku bertemu!"
Jeno mendekatkan bibirnya ke telinga Jaemin. "Pergilah. Kau tahu kau bisa membuat mereka terpesona meski kau hanya bernyanyi di kamar mandi."
Jaemin tersentak menjauh untuk menatapnya, terkejut, mulutnya membentuk huruf O sempurna. "Sungguh?"
Jeno mengangguk.
"Oke, oke, aku akan melakukannya."
Sorakan lain muncul dari kerumunan ketika Jaemin bangkit dari kursinya. Saat dia naik ke panggung, Jeno mencondongkan tubuh ke depan di kursinya. Dia tidak sabar melihatnya tampil.
Jaemin mengambil mikrofon dengan tangan gemetar dari stand mic. Dia berdehem beberapa kali sebelum berbicara. "Kupikir kalian semua tahu aku belum pernah bernyanyi secara profesional selama dua tahun terakhir, jadi kalian harus percaya hanya karena cinta dan kasih sayang murni yang membuatku berdiri di panggung ini. Ini merupakan cinta yang aku rasakan untuk Taeil, yang selama bertahun-tahun sudah seperti saudara bagiku, dan ini merupakan cinta antara dia dan tunangannya yang membuatku mau menyanyikan lagu ini untuk kalian." Matanya menatap Taeil dan Doyoung yang saling berpelukan, menunggu lagu mereka dengan penuh harap. "Lagu ini untuk kalian."
Suara gesekan biola bersamaan dengan petikan dua gitar menggema di dalam gudang. Jeno menyaksikan kegugupan Jaemin memudar saat dia mendengar akord yang familiar itu. Dengan penuh keyakinan, dia membawa mikrofon ke bibirnya dan mulai bernyanyi. Ruangan penuh dengan orang-orang seperti meleleh, dan bagi Jeno, rasanya hanya ada mereka berdua. Menutup matanya, dia membiarkan suara merdu Jaemin membasuh dirinya. Dia fokus pada rasa bangga akan penampilan Jaemin yang memenuhi dirinya.
Ketika Jaemin selesai, tepuk tangan dan sorak-sorai bergemuruh begitu keras di dalam ruangan hingga menyengat telinga Jeno. Muka Jaemin merah padam, tapi senyum berseri-seri memenuhi wajahnya. Dia membungkuk dengan anggun. "Terima kasih." gumamnya.
"Sekarang nyanyikan Sweet Dream, Jaemin!" teriak Yunho.
Jaemin menggeleng marah lalu menempatkan mikrofon kembali ke stand-nya. "Tidak, aku sudah cukup bernyanyi untuk satu malam."
Sang Yunho menghentakkan kakinya pada lantai yang dipenuhi dengan serbuk gergaji.
"Na Jaemin, kakekmu ini ingin mendengar lagu romantis, jadi nyanyikan Sweet Dream!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄
Fanfictionㅤㅤㅤㅤ♡· ᗯOᑌᒪᗪ YOᑌ ᗷE ᗰIᑎE ·♡ㅤㅤㅤ Setelah putus dengan FWB terakhirnya, hal yang Lee Jeno tidak inginkan adalah pertanyaan menjengkelkan dari keluarga besarnya tentang status bujangannya itu. C'mon, jangankan menikah, mempunyai kekasih saja ia tidak in...