Setelah alarm mati pada pukul sepuluh, Jeno melompat keluar dari tempat tidur. Saat Jaemin bangkit, dia mengira Jeno akan mandi, alih-alih Jeno menjangkau ponselnya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Menelepon Doyoung dan Renjun."
"Kenapa?"
"Selain pergi ke tempat Granny, aku perlu pergi ke toko makanan dan mencari beberapa barang. Mungkin aku keluar lebih lama dari yang kuperkirakan, dan aku tidak ingin meninggalkanmu begitu lama."
Jaemin memutar matanya pada Jeno. "Aku rasa aku akan berhasil dari tempat tidur ke kamar mandi, terima kasih."
Jeno menggelengkan kepalanya saat dia melangkah keluar dari kamar mandi. "Hai kak, bisa kau menolongku?" Jaemin mendengarnya bertanya. Jeno pergi tidak lama sebelum dia kembali ke dalam. "Mereka datang kemari."
"Hebat," Jaemin merengut.
Alis Jeno berkerut dalam kebingungan. "Aku kira kau menyukai mereka?"
"Aku memang menyukainya. Kenyataannya, aku menyayangi mereka seperti kakakku sendiri. Cuma aku merasa terlalu dilindungi saat ini—seperti ikan di akuarium."
"Maafkan aku, tapi aku tak bisa berhenti mengkhawatirkanmu, Jaem."
Dada Jaemin terasa tercekat pada kesungguhan yang tampak di wajah Jeno. Dia tak tahu kenapa harus melawan Jeno sebegitu seringnya. Dia hanya harus berhenti dan menikmati kenyataan bahwa Jeno menjadi perhatian dan peduli. Alih-alih berargumen, dia mengangkat tangannya dan menyerah. "Baik, baik. mereka bisa datang mengasuhku."
Jeno menyeringai. "Bagus, mengingat kau tidak punya pilihan."
"Jeno," Jaemin memperingatkan.
Jeno mendekati Jaemin untuk mencium pipinya. Lalu Jeno menarik dirinya, bibirnya bergerak perlahan mendekati bibir Jaemin. Saat Jaemin melihat ke dalam mata Jeno, dia melihat hasratnya menyala terang. Sebagian dirinya ingin bergerak mendekat dan menciumnya, tapi sebagian dirinya yang lain tahu seberapa berisikonya itu. Meletakkan tangannya di dada Jeno, Jaemin dengan lembut mendorongnya.
"Kau lebih baik pergi mandi. Granny akan panik dan terus-terusan memenuhi saluran telepon jika kau tidak ada di sana tepat jam 12."
Rasa sakit sesaat terlintas dalam mata Jeno sebelum dia menganggukkan kepalanya. "Baiklah kalau begitu."
Jantung Jaemin tercekat saat dia melihat Jeno berjalan penuh kekalahan ke dalam kamar mandi.
★★★
Jeno berkendara keluar kota menuju pegunungan. Hari sudah siang ketika dia tiba di depan rumah Yunho dan Yoona. Dia menarik napas saat berjalan ke arah pintu depan. Pintu sudah terbuka ketika dia baru sampai di beranda. "Well, halo tampan! Senang bertemu denganmu lagi."
Dia lega setidaknya nenek Jaemin tidak dendam padanya. Tentu saja di antara Grandpa dan Granny, bukan Granny yang dikhawatirkannya. Hal terburuk yang bisa dilakukan Granny hanya memukulnya dengan penggorengan—sedangkan Grandpa yang menggunakan pisau dan senapan.
Jeno tersenyum. "Halo Granny, senang bertemu denganmu." Seperti yang diperkirakan, Granny memeluknya dengan erat. "Bagaimana keadaan cucuku tersayang?"
"Sekarang dia marah karena bukannya beristirahat, kau malah memasak untuknya," jawabnya sembari melepaskan pelukan.
Granny memiringkan kepala berubannya ke arah Jeno dan Jeno mendengus. "Meski dia ingin aku memberitahumu kalau dia baik-baik saja, tapi aku tidak bisa berbohong."
"Sudah kuduga."
"Secara fisik, dia baik-baik saja, tapi secara emosilah yang menyakitinya... dan aku." Memasukkan tangan ke sakunya, Jeno menggoyangkan kakinya. "Aku harap aku tahu apa yang harus aku katakan atau perbuat untuk membuatnya lebih baik. Aku benci melihatnya menangis, dan melihatnya ketakutan benar-benar membunuhku."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄
Fanfictionㅤㅤㅤㅤ♡· ᗯOᑌᒪᗪ YOᑌ ᗷE ᗰIᑎE ·♡ㅤㅤㅤ Setelah putus dengan FWB terakhirnya, hal yang Lee Jeno tidak inginkan adalah pertanyaan menjengkelkan dari keluarga besarnya tentang status bujangannya itu. C'mon, jangankan menikah, mempunyai kekasih saja ia tidak in...