Bab 43

364 36 1
                                    

Setelah tak beberapa lama mereka tetap bergandengan tangan di bibir pantai berpasir, berangkulan, alis Jeno mengerut. "Ada apa?" tanya Jaemin.

"Aku hanya terkejut kau belum mengekang hasrat seksualku."

"Hah?"

"Kau tahu, kegiatan seks yang teratur. Aku berpikir kau tidak akan menyerah walaupun hamil."

Jaemin tergelak puas atas pernyataan dan ekspresi serius di wajah Jeno. Dia menggosok ujung dagu Jeno. "Jadi aku rasa kau belum membaca buku kehamilan yang aku berikan padamu."

Jeno mengeluh. "Yeah, ketika aku mengeluarkan buku itu di dalam pesawat atau di tempat umum, seseorang akan menghindari bolaku."

Jaemin memutar bola matanya. "Membaca buku kehamilan tidak akan membuatmu terlihat banci. Selain itu, kau bisa membelinya melalui iPad-mu." Tatapan ragu Jeno membuat Jaemin mencubit hidungnya dengan jari. "Jika kau membacanya, kau akan tahu bahwa keinginan seks akan meningkat ketika dia hamil, hingga suami atau kekasih mereka tidak akan mampu memenuhinya."

"Kau menghinaku?" tanya Jeno, matanya melebar.

"Tidak. Aku tidak menghinamu."

Jeno tersenyum lebar. "Itu sangat keren."

Jaemin tertawa. "Yeah, dan siapa yang tahu hal-hal seru apa lagi yang ada di balik sampul buku itu. Aku sarankan kau membacanya."

"Baiklah. Aku akan membacanya."

Diam-diam, Jaemin melakukan tari kemenangan walau dia sedikit ragu apakah Jeno akan benar-benar membaca buku kehamilan tersebut. Semakin Jeno mengetahui tentang bulan-bulan kedepannya akan semakin baik. Suatu saat, kehamilan tidak akan sepenuhnya menarik, dan dia ingin Jeno mempersiapkan diri.

Jeno melepaskan diri darinya lalu berdiri. Jaemin tetap berdiam diri, mengagumi tubuh telanjang Jeno di bawah pantulan cahaya bulan. Dia berbalik lalu menawarkan tangan padanya. Seluruh pikiran kotornya sirna karena perilaku sopan Jeno. Ketika Jeno membantunya untuk berdiri, Jaemin memberinya kecupan di bibir sebagai ucapan terimakasih.

"Sial, aku harap kita membawa handuk." kata Jeno.

Jaemin tersenyum lebar. "Mintalah dan kau akan mendapatkannya." Jaemin berjalan ke ujung dermaga di mana terletak sebuah kotak kayu rusak seukuran pemanas truk. Itu adalah salah satu yang dibuat Kakek beberapa tahun yang lalu untuk cucu-cucunya sebagai tempat untuk menyimpan perlengkapan berenang mereka. Jaemin menarik dua helai selimut piknik bermotif kotak-kotak. "Memang bukan handuk dan sudah sedikit jelek, tapi mereka bisa berfungsi menjadi handuk."

Jeno mengambil salah satu selimut tersebut dengan senang. "Terdengar bagus menurutku."

Sementara Jeno mengeringkan tubuhnya, Jaemin membungkus dirinya dengan selimut. Ketika Jaemin gemetaran, Jeno meraihnya lalu menggosok lengan Jaemin agar membuatnya hangat. "Siap untuk kembali ke dalam?"

"Tetaplah di luar sini untuk beberapa saat."

"Apa kau serius?"

Jaemin mengangguk lalu menunjuk tempat tidur gantung yang diikat di antara dua pohon oak raksasa. "Ini malam yang cantik, dan kita bisa melihat bintang."

Jeno mendengus. "Melihat bintang dari tempat tidur gantung? Terdengar seperti kalimat di sebuah novel romantis yang payah."

"Oh, aku tidak tahu kalau kau menikmati bacaan dengan genre yang bisa membuatmu anggota tubuhmu berdebar dan berdenyut."

"Ha, ha," sahutnya, lalu menampar pantat Jaemin main-main.

Setelah Jaemin mengenakan pakaiannya dan Jeno memakai celana boxer-nya, Jaemin meraih tangan Jeno lalu membawanya ke tempat tidur gantung. Setelah Jaemin berbaring, dia menarik Jeno berbaring di sampingnya. Jaemin langsung memeluk erat tubuh Jeno, dan merebahkan kepala padanya. "Apa ini benar-benar buruk?"

𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang