Bab 38

496 55 0
                                    

Halo, sori baru bisa update sekarang soalnya ada beberapa kepentingan bareng anak-anak dan Lemopai karena bakal ada project yang kita buat.

Jadi, kita membuat sebuah penerbitan indie yang menjual hasil karya dari beberapa teman-teman author Wattpad dan kita juga berencana untuk membuat beberapa merchandise khusus Kpop. Jadi kalau misalkan ke depannya kita sedikit hectic ya.

︶꒦꒷♡꒷꒦︶

Pukul tiga lewat sedikit dini hari, suara tangisan Chenle membangunkan Jaemin. Dia mendorong Jeno yang meringkuk di atas tubuhnya. "Bangun, Jen."

"Hmm?"

"Chenle menangis."

Jeno mengerang lalu berguling darinya. Saat Jaemin sedang memakai jubahnya, Chenle menjerit dengan nada tinggi. "Ya Tuhan, anak itu memiliki paru-paru yang kuat," kata Jeno sebelum menutup kepalanya dengan bantal.

Jaemin bergegas menuju box bayi, "Shh, tidak apa-apa, sayang." gumamnya sambil mengangkat Chenle. Jeritannya sedikit mereda, tapi dia masih terus menangis.

Suara Jeno teredam dari bawah bantal. "Jaem, maukah kau membawa dirinya dan teriakannya ke tempat lain?"

Kemarahan membakar pada diri Jaemin, berani-beraninya Jeno memperlakukan dirinya seperti itu? Dia menyandarkan Chenle ke bahunya, lalu menggunakan tangannya yang bebas untuk memukul punggung telanjang Jeno dengan keras.

Jeno menghempaskan bantal lalu melotot ke arahnya. "Kenapa sih kau memukulku?"

"Kenapa kau bertingkah seperti bajingan berkulit tebal?"

"Karena aku kecapekan terlalu banyak pekerjaan, mengalami jet lag dan hanya ingin tidur." dia menggeram.

Jaemin menggelengkan kepalanya. "Perilakumu malam ini benar-benar membuatku berpikir tentang sesuatu."

Jeno bangkit dari tempat tidur dan menggosok-gosokkan matanya. "Apa yang kau keluhkan sekarang?"

"Apakah ini yang akan terjadi dengan bayi kita? Kau hanya memikirkan dirimu sendiri, membenci bayi ini ketika kita sedang bersama atau melakukan seks, dan yang lebih buruk lagi, kau membuatku seperti orangtua tunggal padahal kau di dalam ruangan yang sama denganku."

Jeno menyentakkan selimutnya sambil memutar bola matanya. "Oke, aku akan mengisi botol sialannya. Apa itu membuatmu senang?"

"Mungkin." jawabnya. Meskipun Jeno telanjang bulat keluar dari kamar sambil menghentakkan kakinya, Jaemin tersenyum karena omelannya cukup mempengaruhi Jeno untuk bertindak. Setiap pertempuran kecil, kemenangan selalu berada di pihak Jaemin. Perlahan dia duduk di kursi goyang sambil mengusap punggung Chenle. "Tunggu sayang. Paman Jeno akan mengambilkan botol susumu."

Kata-kata Jaemin tak banyak berpengaruh pada Chenle dan saat Jeno kembali, wajah Chenle merah padam, mendengus dengan amarah karena kelaparan, dan menggerak-gerakkan tangan dan kakinya.

"Sialan, anak kecil, tenanglah." kata Jeno, menyerahkan botol pada Jaemin.

"Terima kasih." katanya sambil tersenyum. "Sepertinya sifat pemarah sudah terbentuk di keluarga Lee." renungnya, saat mulut Chenle menempel pada botolnya.

"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan," jawab Jeno sambil menyeringai. Dia ambruk kembali ke tempat tidur. "Dia jelas mendapatkannya dari ayahnya yang brengsek—si brengsek yang menghamili Renjun lalu melarikan diri."

"Benar-benar brengsek. Bahkan berpikir bisa meninggalkan malaikat seperti Chenle atau kekasih seperti Renjun." jawab Jaemin. Dia menggoyang kursi goyang maju mundur saat Chenle menghisap susunya dengan rakus sampai habis. "Kau lapar, kan?" tanyanya sambil menempatkan Chenle di bahu dan membuatnya bersendawa.

𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang