Dada Jeno mengencang pada bayangan membiarkan Jaemin jauh darinya bahkan cuma sedetik. Mereka telah banyak berbicara beberapa jam terakhir ini, sehingga Jeno takut semuanya akan memudar seperti mimpi jika mereka tidak tetap bersama-sama. Dia nekat melakukan apa pun agar tetap bersamanya. Sebuah pemikiran terlintas di dalam benaknya, dan dia berseru, "Bisakah aku melihat Choco?"
Jaemin menatap pangkuannya. Jeno tahu Jaemin sedang bertarung hebat di dalam pikirannya sendiri tentang apakah dia akan membiarkan Jeno datang. "Please!" desak Jeno.
Bahu Jaemin merosot, tapi dia mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Tentu saja. Maksudku, dia merindukanmu."
Jeno tertawa keras. "Aku meragukan hal itu. Dia lebih memilihmu daripada aku, bukan?" Kemudian dia seakan diserang memori menyakitkan pada malam itu ketika Jaemin memergokinya dengan Aeri. Menyaksikan Choco mengejar Jaemin, menyenggol perutnya dan merengek ingin ikut dengannya, telah merobek-robek hatinya sama seperti malam itu. Dengan gemetar, Jeno memaksakan sebuah senyum di wajahnya. "Aku yakin dia terlalu sibuk memakan sisa makanan dan berbaring di sekitar sofamu untuk merindukan aku."
"Tidak, dia benar-benar merindukanmu. Lagi pula, kau sudah menjadi ayahnya selama dua tahun."
"Bagus, karena aku merindukannya." Jeno membungkuk bergeser ke arahnya. "Aku merindukannya setiap saat setiap harinya." Mata Jaemin melebar baik karena kedekatannya atau fakta bahwa mereka berdua tahu Jeno tidak berbicara tentang Choco lagi. Aliran listrik berderak di sekitar mereka berdua.
"Kau bisa mengikuti aku pulang."
"Terima kasih."
Dia menunggu sampai Jaemin sudah aman di dalam mobilnya dan memutar mobilnya sebelum Jeno mengeluarkan mobilnya sendiri dari tempat parkir. Dalam perjalanan ke rumah Jaemin, Jeno mengetuk-ngetukkan jari-jarinya dengan cemas di setir. Meskipun perjalanannya tidak lebih dari sepuluh menit, Jeno merasa sangat lama untuk sampai ke sana. Sebuah harapan berdenyut merasuki dirinya karena Jaemin akhirnya memaafkannya dan sepenuhnya membiarkan dia kembali ke dalam hidupnya.
Saat dia mulai memasuki jalanan masuk ke rumahnya, sebuah tanda di halaman menarik perhatiannya. Menyipitkan mata dalam kegelapan, dia tersentak mengenali tanda makelar. Kata-kata Dijual telah melemparkan sebuah pasak menembus jantungnya. Rasa kebencian menutupi perasaan cinta kasih yang tadi merasuki dirinya.
Jeno berhenti mendadak sampai ban berdecit nyaris keluar dari jalan. Darahnya memukul telinganya saat dia keluar dari mobil dan membanting pintu. Dia berada di samping Jaemin sebelum dia punya waktu untuk menutup pintu mobilnya. "KAU AKAN PINDAH?"
Menciut karena kemarahan Jeno, Jaemin menempelkan dirinya ke mobil. "Ya," bisiknya.
Jeno merasa malu karena reaksinya telah membuat Jaemin ketakutan. "Maafkan aku karena berteriak padamu, tapi bagaimana bisa kau tidak memberitahuku?"
"Aku akan memberitahumu," bantahnya.
"Kapan? Pada saat mobil van untuk pindahan datang? Ya Tuhan, Jaem, kita sudah bersama-sama sepanjang malam! Aku sudah mengungkapkan hati dan jiwaku, tetapi kau tidak memberitahuku satu detail kecil ini?"
"Maafkan aku."
Jeno takut untuk mengajukan pertanyaan berikutnya karena jauh di lubuk dia sudah tahu jawabannya. "Dan ke mana kau akan pergi?
"Aku akan pindah kembali ke rumah Granny dan Granpa untuk sementara waktu sampai rumah terjual, kemudian aku mungkin akan menemukan tempat yang dekat dengan mereka. Mereka semakin tua. Granpa jatuh dari tangga seminggu yang lalu dan baru saja menjalani operasi penggantian pinggul. Mereka membutuhkan aku, tetapi yang lebih penting, aku membutuhkan mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄
Fanfictionㅤㅤㅤㅤ♡· ᗯOᑌᒪᗪ YOᑌ ᗷE ᗰIᑎE ·♡ㅤㅤㅤ Setelah putus dengan FWB terakhirnya, hal yang Lee Jeno tidak inginkan adalah pertanyaan menjengkelkan dari keluarga besarnya tentang status bujangannya itu. C'mon, jangankan menikah, mempunyai kekasih saja ia tidak in...