"Tidak. Kurasa aku harus menunggu sebelum melakukan itu."
"Kenapa?"
Jaemin tersipu. "Apa kau yakin benar-benar ingin mendengar alasannya?"
"Tentu saja aku ingin."
Jaemin tidak percaya setelah tidur dengan Jeno, dia tidak bisa membawa dirinya mengatakan hal-hal tertentu di depannya atau menjelaskan beberapa aspek agar dirinya berhasil menjadi hamil.
Jeno menyenggolnya dengan sikunya. "Ayolah, Jaem. Ada apa?"
"Baiklah. Aku pernah membaca bahwa kau harus menunggu dua puluh atau tiga puluh menit sebelum menggunakan kamar mandi atau shower. Kau tahu, untuk membiarkan spermanya bekerja dan lain-lain."
"Itu saja? Kupikir dengan caramu menolakku karena mandi bersamaku adalah sesuatu yang benar-benar memalukan." seringai Jeno.
"Percayalah, membicarakan hal seperti ini denganmu sungguh memalukan."
"Oke, terserah. Jadi kesepakatan dengan sperma itu agaknya seperti 'kau tak boleh berenang selama 30 menit setelah memakan sel telur' benarkah seperti itu?"
"Kupikir begitu." gumam Jaemin.
"Apa lagi yang harus kau lakukan?"
"Jeno!" protesnya.
"Ayolah, kau bisa mengatakannya. Kau baru saja mengatakan sperma di depanku, dan aku tidak melarikan diri ke bukit. Aku rasa aku bisa mengatasinya."
Tawa kecil keluar dari bibir Jaemin. "Well, mereka bilang kau harus meletakkan sebuah bantal di bawah pinggangmu. Itu membantu memiringkan cervix dan uterus (mulut rahim dan rahim)."
Jeno menggelengkan kepalanya. "Ok. Aku menyerah. Kau mengatakan kata-kata yang tidak dapat kupahami, uterus. Aku akan keluar dari sini."
Jaemin menepuknya sambil bercanda saat Jeno berpura-pura bangkit dari tempat tidur. Jeno mencium keningnya. "Sial, kau benar-benar seksi bahkan saat kau malu."
"Yeah, benar."
"Serius, Jaem. Aku tumbuh besar dengan empat saudara perempuan di sebuah rumah mungil dengan tiga kamar tidur, dua kamar mandi. Aku sudah pernah melihat dan mendengar hal-hal mengenai wanita, cukup meninggalkan bekas luka pria manapun secara psikologis selama bertahun-tahun. Aku berjanji tak akan ada satupun perkataanmu yang akan membuatku jijik."
Jaemin tertawa. "Yeah, well, aku anak tunggal yang membutuhkan waktu sekitar setahun sebelum aku bisa membicarakan masalah bulananku di depan kekasihku."
Jeno kemudian mengambil satu ekstra bantal lalu dia menopang dan memasukkannya di bawah selimut. Kemudian dia menyelipkan tangannya di bawah pantat Jaemin, mengangkat pinggulnya ke atas. "Baiklah, sekarang, saatnya untuk membantu calon anak beraksi."
Jaemin tertawa dan menggeliat melawan Jeno. "Aku bisa melakukannya sendiri."
"Aku senang bisa membantumu." Jeno menggoyangkan bantal di bawah Jaemin tanpa memindahkan tangannya. "Dan aku tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk memegang pantatmu."
"Kau tak akan berhenti?" Jaemin mulai gusar.
"Beri aku satu ronde lagi, dan kau akan memohon padaku agar jangan berhenti!"
"Mari kita lihat."
Jeno memberinya seringai nakal sebelum membalikkan selimutnya. "Ronde kedua dimulai di bawah pancuran dalam lima belas menit lagi."
"Oke." balas Jaemin.
Jaemin menonton bentuk tubuh telanjang Jeno yang luar biasa itu saat dia melangkah masuk ke kamar mandi dan menyalakan air. Getaran penuh antisipasi menghinggapinya saat memikirkan akan berhubungan seks dengan Jeno lagi. Kehangatan menjalar di pipinya lalu turun ke lehernya saat memikirkan apa yang Jaemin katakan dan lakukan. Tetapi Jeno menyukainya, jadi itu tidak masalah.
Waktu seakan berjalan lambat saat Jaemin menunggu untuk bangun. Dirinya penasaran apakah ada air panas yang masih tersisa untuknya. Akhirnya, dia melemparkan selimutnya dan bergegas masuk ke kamar mandi. Uap panas menyelimuti saat dia melangkah masuk, dan dia mendengar Jeno sedang bersenandung.
Jaemin membuka pintu kaca shower dan menyelinap ke dalam.
"Wow, tempat shower ini sangat luas," komentarnya.
"Suite bulan madu, ingat? Mereka mengharapkan para pasangan ada di sini selama mungkin."
"Aku rasa begitu." jawab Jaemin.
Jeno menyerahkan sabun cair kepadanya. Jaemin menyemprotkan di atas tangannya dan mulai menyabuni tubuhnya dari atas saat dia merasakan tangan Jeno di pinggangnya. Ketika Jeno menarik Jaemin ke arahnya, Jaemin melangkah mundur. Saat melihat ekspresi kebingungan Jeno, Jaemin tersenyum dengan manis. "Aku percaya kau mengatakan tentang pertama kali untuk kepuasanku." Jaemin menurunkan tangannya dan mencengkeram kejantanan Jeno. "Kali ini tentang dirimu."
Jeno menyeringai, "Kalau itu memang keinginanmu."
Tangan Jaemin, licin karena sabun, meluncur naik turun, membuat kejantanan Jeno mengeras. Jeno mengerang penuh kenikmatan saat tangan Jaemin yang lain menangkup bolanya, memijatnya dengan lembut. "Hhmm, teknik yang bagus untuk seseorang yang mengklaim dirinya tidak punya banyak pengalaman."
"Oh, tapi aku baru saja mulai, tuan Lee."
"Oh Tuhan." gumam Jeno saat Jaemin berjongkok di atas lututnya. Jaemin menjalankan tangannya naik ke atas paha Jeno, membasuh sabunnya. Ketika Jeno sepenuhnya sudah dibilas, Jaemin mendorong kaki Jeno agar terpisah. Dengan tangannya mencengkeram kemaluan Jeno, Jaemin menjilat sepanjang garis dari pusar turun ke pangkal pahanya. Air mengalir di punggung Jaemin saat dia menjilati ujung kejantanan Jeno. dia memutarkan lidahnya, menggodanya, menyebabkan Jeno mengerang. "Kau membunuhku."
Napasnya tersengal-sengal saat Jaemin membawanya ke dalam mulutnya. Membawanya keluar masuk, Jaemin menjaga tangannya agar tetap stabil. Perasaan bangga menyelimutinya ketika Jeno menutup matanya dan membenturkan kepalanya ke belakang ke arah dinding keramik. Tangannya bergerak ke rambut Jaemin dan jari-jarinya memutar helaian rambut Jaemin saat dia menggerakkan kepalanya naik turun di atas kemaluanya. Ketika Jaemin mulai merasa Jeno seperti akan datang, Jeno dengan lembut mendorongnya untuk menjauh. "Aku tak ingin menyia-nyiakan itu, sayang." katanya saat Jaemin memandangnya.
"Tidak apa-apa," katanya terengah-engah. Jaemin melingkarkan lengannya dengan erat di sekitar leher Jeno. Air menetes di antara mereka saat Jeno mulai bergerak. Setelah beberapa kali hujaman yang mendalam membuat Jaemin berteriak, Jeno melirik ke arah Jaemin.
"Aku tidak menyakitimu, kan?"
"Tidak. Kau terasa nikmat."
"Hanya nikmat?" godanya.
Jaemin menyeringai. "Hebat, luar biasa, sangat mengagumkan, Oh, Tuhan... Oh Tuhan...!"
Jeno tertawa. "Kau sepertinya sok pintar." Jeno meningkatkan kecepatannya, memunculkan suara erangan kenikmatan dari mereka berdua. Tepat ketika Jaemin semakin dekat, Jeno mencengkram pantatnya dan mengayunkan kaki Jaemin naik dari lantai, dan menyentaknya lebih dalam. Jaemin terkesiap penuh kenikmatan saat Jeno mendesakkan punggung Jaemin ke arah dinding shower. "Remas milikku dengan ketat." perintahnya. Jaemin melingkarkan kakinya di sekeliling pinggul Jeno, membawa milik Jeno lebih dalam saat dia melakukannya. "Oh Tuhan, ya," erang Jeno di pangkal leher Jaemin.
Jeno bergerak dengan tidak terkendali. Punggung Jaemin terasa terbakar akibat bergesekan dengan dinding shower karena hujaman keras Jeno, tetapi semuanya terasa sangat nikmat untuk dikeluhkan. Sebaliknya, Jaemin terengah-engah di telinga Jeno, berteriak memanggil namanya saat orgasme menghantam dirinya. Tepat pada saat Jaemin mengepal di sekeliling kejantanannya, Jeno datang, menjepit Jaemin dengan keras ke dinding. Jeno memutar kepalanya sambil menyeringai ke arah Jaemin. "Yap, sialan nikmat, Na."
Jaemin tertawa. "Terima kasih, Tuan Lee. Biasakah kau membiarkan aku turun sekarang? Aku merasa bisa membakar dinding ini."
Mata Jeno melebar. "Sial. Maafkan aku."
"Tidak apa-apa."
Ketika Jaemin sudah berdiri di atas kakinya, kakinya terasa elastis, sepertinya mereka mungkin tidak kuat menahan tubuhnya. Posisi mereka sesungguhnya tak ada dalam daftar 'Hal yang harus dilakukan' untuk membuatnya hamil, jadi dia tahu dia harus segera kembali ke tempat tidur. "Aku sebaiknya berbaring."
"Untuk calon anak," goda Jeno sambil menyeringai.
"Yeah, untuk calon anak."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄
Fanfictionㅤㅤㅤㅤ♡· ᗯOᑌᒪᗪ YOᑌ ᗷE ᗰIᑎE ·♡ㅤㅤㅤ Setelah putus dengan FWB terakhirnya, hal yang Lee Jeno tidak inginkan adalah pertanyaan menjengkelkan dari keluarga besarnya tentang status bujangannya itu. C'mon, jangankan menikah, mempunyai kekasih saja ia tidak in...