Bab 52

277 23 2
                                    

Suara raungan sirene ambulans mulai menyala menyebabkan Jaemin bergidik. Seperti badai listrik di musim panas, memori yang telah lama terkubur berkelebat di pikirannya. Walaupun dia mencengkeram pinggiran kursinya, dia telah berada jauh dari kekacauan di sekitarnya.

Dengan tangannya menggenggam erat tangan ibunya, dia melewati kantor pemadam kebakaran. Saat melihat ayahnya, dia memekik dan lari ke depan. "Daddy! Daddy!"

"Hai sayang," katanya, mengangkat Jaemin ke dalam pelukannya.

Jaemin melilitkan kakinya di sekeliling ayahnya saat dia memeluknya erat. "Jadi kau akhirnya dapat melihat kantor baruku, ya?"

Jaemin mengangguk. Dia belum mengerti kenapa mereka harus meninggalkan kampung halamannya untuk pindah ke kota. Kenyataannya, dia harus menangis kencang dari belakang kaca mobil saat dia melihat Kakek dan Neneknya melambaikan tangan. Tapi Daddy telah mencoba menjelaskan kepadanya dia akan mendapatkan penghasilan lebih jika dia bekerja sebagai pemadam kebakaran di Seoul. Mereka bisa mendapatkan barang-barang yang lebih baik. Dia bahkan membelikannya anak anjing untuk membuat segalanya lebih mudah.

"Biarkan aku memakai topimu! Kumohon Daddy!"

Ayahnya tertawa kecil, "Tentu saja kau boleh." Saat dia meletakkan visor pemadam kebakaran di kepalanya, leher Jaemin gemetar dan tertunduk keberatan. Dia mengajak Jaemin ke mesin berwarna merah api yang berkilauan. "Kau mau dengar suara sirene, Angel?"

Jaemin menggeliat di lengan daddynya. "Oh iya!"

Dia memanjat ke dalam mobil pemadam dan mendudukkan Jaemin di jok kursinya. Tangan Jaemin otomatis memegang roda setir, dan dia memutarnya bolak balik, berpura-pura menyetir. Daddy-nya membunyikan klakson yang meraung. "Lagi, Daddy!" Dia menyeringai dan membunyikannya lagi sampai para pria di kantor pemadam siap untuk mencekiknya.

Seperti bayangan kabut tipis berputar-putar di sepanjang atap dan langit, pikiran Jaemin meluncurkan memori lain hanya setahun kemudian. Jaemin sedang di sekolah dan duduk di karpet membaca. Dengan penuh perhatian dia mendengarkan gurunya membaca sebuah buku tentang beruang yang mengadakan pesta Halloween di mana popcorn memenuhi rumah mereka. Pintu ruang kelas berderit terbuka, dan Jaemin menatap dalam keterkejutan pada Kakeknya yang berdiri di pintu masuk. Dia berlari untuk menemuinya, dengan senang hati menyambut tangannya. Di luar kelas, dia menarik Jaemin ke dalam pelukannya dan membawanya keluar. Nenek berada di mobil memeluknya. Jaemin menghujani Kakek dengan beberapa pertanyaan. "Apa yang terjadi, Kek? Kenapa kalian semua ada di sini? Di mana Mommy dan Daddy?"

Untuk pertama kalinya sejauh yang pernah dia ingat, ada air mata di mata Kakeknya yang gelap. "Jaeminie, ada kebakaran yang sangat besar, dan Daddy-mu mencoba menyelamatkan anak-anak ini. Dia berhasil mengeluarkan mereka dengan selamat, tapi dia..." Suaranya tercekik oleh emosi. "Sayang, Daddy-mu pergi untuk tinggal bersama para malaikat."

Satu pernyataan itu membuatnya menendang dan menjerit melepaskan diri dari pelukan Kakeknya. "Tidak, tidak, tidak! Daddy tidak akan meninggalkanku! Dia akan membawaku ke sirkus akhir minggu ini." Tinjunya memukuli perut Kakek. "Kau bilang pada para malaikat untuk membawa daddy kembali!" Jaemin menjerit.

Suara pintu ambulans yang berderak membuka menyentak Jaemin ke memori yang lain. Sekali lagi dia menggenggam tangan ibunya saat mereka berjalan di antara batu-batu nisan di pemakaman. Jaemin tak pernah melihat begitu banyak orang di hidupnya. Semua orang menyebut ayahnya seorang pahlawan. Mereka duduk di salah satu kursi beludru di bawah tenda hijau. Menempel di sisi ibunya, Jaemin akan terlonjak setiap ledakan senapan dari 21 tembakan penghormatan meletus. Lalu seorang lelaki berlutut di depan ibunya dengan bendera yang dilipat. Dia melirik Jaemin dan memberinya senyuman sedih. Dia tidak akan melupakan mata coklat penuh perasaannya.

𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang