Jeno berjuang untuk menghentikan rasa ketidakpercayaannya saat dia duduk di kursi belakang mobil menuju gereja. Terakhir kali dia datang ke gereja adalah saat ke Misa pembaptisan Chenle dan bahkan dia tidak bisa mengingat kapan dia mendatangi gereja sebelum itu. Begitu banyak janji yang dia buat kepada ibunya yang harus dia tepati tentang mendatangi gereja seminggu sekali. Setidaknya ibunya akan bangga karena dia mendapatkan semacam bimbingan moral.
Duduk di samping Jeno, Jaemin tetap tenang. Jeno melirik ke arahnya. Dia tampak cantik, dengan tangan terlipat di pangkuan, dia terlihat pemalu dan lugu kecuali tonjolan di perutnya. Sebelum dia bisa menahan diri, dia mengulurkan tangannya dan meraih tangan Jaemin lalu menggenggamnya.
Sebuah senyum melengkung di bibir Jaemin sebelum dia menengok untuk menatap Jeno. "Apa kau yakin kau baik-baik saja dengan pergi ke gereja?" bisiknya.
"Ya."
Ketika mereka memasuki area tempat parkir yang penuh sesak, Jaemin menggeleng. "Pesan terakhirku kita akan menjadi terkenal."
Jeno tidak mendapatkan kesempatan untuk menanyakan maksud dari kata-kata Jaemin itu. Sebaliknya, mereka sudah dihadang saat keluar dari mobil. Jaemin pulang ke rumah dan pergi ke gereja tampaknya hampir seperti seorang selebriti. Hal ini membuat Jeno benar-benar terkejut.
Para orang-orang bersukacita saat Jaemin memberikan pelukan pada orang yang tak terhitung jumlahnya. Tangan mereka disodorkan pada Jeno untuk memperkenalkannya. Dia menyimak kalau Jaemin tidak pernah mengajak seorang pria, pacar, atau siapapun laki-laki ke gereja sejak Travis meninggal.
Akhirnya, kerumunan orang meninggalkannya, dan mereka bisa berjalan masuk ke dalam bangunan gereja. "Jadi," kata Jeno, sambil membuka pintu untuknya.
Dia meringis. "Jadi?"
"Bisakah aku mendapatkan tanda tanganmu nanti?" godanya.
Jaemin tertawa. "Kau benar-benar menyebalkan!"
"Aku tidak menyadarinya kalau aku berkencan dengan pemuda kesayangan di kota ini."
"Maaf. Aku lupa menyebutkan hal itu." gerutu Jaemin.
"Selanjutnya kau akan mengatakan kau seorang Homecoming Prince atau sesuatu."
Ketika dia mengatupkan bibirnya dengan ketat, Jeno membelalakkan matanya. "Benarkah?"
Dia mengangguk. "Tapi hanya di sebuah sekolah menengah yang sangat kecil."
Jeno menempatkan tangannya di bahu Jaemin. "Apa lagi yang belum kau ungkapkan padaku, Prince?"
"Jaemin? Benarkah itu kau?"
Jeno merasakan tubuh Jaemin menegang di sampingnya. Dia mengamati wanita menarik dan berpakaian rapi yang tampaknya berusia lima puluhan. Senyumnya yang berseri-seri langsung memudar saat matanya tertuju pada perut bengkak Jaemin. Sebuah ekspresi kepedihan terlintas di wajahnya, dan Jeno berpikir dia mungkin akan menangis.
"Halo, Jane. senang bertemu denganmu lagi." kata Jaemin dengan ramah.
Jane seketika itu pulih, mengalihkan tatapannya dari perut Jaemin dan kembali ke wajahnya. Tanpa ragu-ragu, dia menarik Jaemin ke dalam pelukannya. "Kau benar-benar terlihat bersinar. Aku sangat bangga dan turut berbahagia untukmu. Aku sangat senang impianmu menjadi seorang ibu akhirnya terkabul."
Tubuh Jaemin gemetar dalam pelukan Jane dan isakan meluncur keluar dari dirinya. Jeno menahan keinginannya untuk menarik Jaemin menjauh dari wanita ini yang jelas menyebabkan dia menjadi sedih. Dia berdeham. "Saya Lee Jeno. Senang bertemu dengan Anda." katanya sambil mengulurkan tangannya.
Dengan waspada Jane mengamatinya melewati bahu Jaemin sebelum perlahan-lahan dia menarik diri. "Di manakah sopan santunku? Senang bertemu denganmu, Jeno. Aku Jane." Dia menjabat tangannya. "Selamat atas bayimu. Aku sangat, sangat menyayangi Jaemin." Dagunya bergetar. "Dia seharusnya akan menjadi menantuku."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄
Fanfictionㅤㅤㅤㅤ♡· ᗯOᑌᒪᗪ YOᑌ ᗷE ᗰIᑎE ·♡ㅤㅤㅤ Setelah putus dengan FWB terakhirnya, hal yang Lee Jeno tidak inginkan adalah pertanyaan menjengkelkan dari keluarga besarnya tentang status bujangannya itu. C'mon, jangankan menikah, mempunyai kekasih saja ia tidak in...