˚₊‧꒰ა 𝐃𝐮𝐚 𝐓𝐚𝐡𝐮𝐧 𝐘𝐚𝐧𝐠 𝐋𝐚𝐥𝐮 ໒꒱ ‧₊˚
●
●
Suara nyaring ponsel yang berbunyi menembus alam bawah sadar Lee Jeno. Sambil berguling di tempat tidur, dia meraih ponselnya yang berada di atas nakas samping tempat tidur. Dengan cepat ia menggerakkan ibu jarinya di atas layar dan membawa benda itu ke dekat telinganya. ❝Ya?❞ Gumamnya mengantuk.
❝Tolong katakan padaku aku kalau kau tidak melupakan hari apa ini?❞ Suara ayahnya meledak di telepon.
Dengan erangan, Jeno menarik dirinya ke posisi duduk di tempat tidur. dia menjepit ponsel di antara telinga dan pundaknya, kemudian dengan malas ia mengusap mata kantuknya. ❝Selamat pagi juga, Pih.❞
❝Demi semua kolor Spongebob! Kalau kau mabuk di hari pembaptisan anak baptismu, aku pribadi akan menendang pantatmu itu!❞
Kata-kata ayahnya membuat Jeno terbangun sepenuhnya. Sambil melirik lewat bahunya, dia melihat waktu di jam digital. Sial, jam 9 pagi! Tiga jam sebelum pembaptisan keponakannya. Meski mungkin dia bukan orang yang paling tidak cocok dengan pekerjaan itu, entah bagaimana dia berhasil membiarkan sepupunya―Renjun, untuk meyakinkannya berperan sebagai ayah baptis bagi bayinya, Chenle. ❝Aku tidak mabuk, Pih. Aku tidur terlalu larut. Sekarang hari Sabtu dan tidak semua dari kita memiliki tubuh yang diatur ke masa militer.❞
Saat ayahnya bergumam tidak setuju di telepon, Jeno langsung tau dengan jelas ekspresi ayahnya. Dia bisa membayangkan ayahnya mencengkeram teleponnya dengan postur tegak lurus saat kepala dengan rambut hitamnya menggeleng tidak setuju. ❝Ya, aku hanya bisa membayangkan kau membutuhkan istirahat setelah apapun yang kau lakukan yang hanya Tuhan yang tahu,❞ gerutu Jaehyun.
Seringaian melengkung di bibir Jeno saat dia memikirkan petualangan rated R-nya malam sebelumnya. Memikirkannya kembali tidak membantu ereksi paginya yang sudah siap. ❝Baiklah, aku sudah bangun dan aku akan berada di sana jam sebelas. Oke?❞
❝Sebaiknya begitu.❞
Setelah ayahnya menutup telepon, Jeno langsung melemparkan ponsel kembali ke meja samping tempat tidur. Sambil beringsut masuk kembali ke balik selimut, dia kemudian meraih wanita berambut pirang yang menjadi temannya melewati Jumat malam selama enam minggu terakhir.
❝Kau harus pergi?❞ Tanya wanita itu sambil menguap.
❝Belum.❞ Jawab Jeno sambil mengulurkan tangannya untuk menangkup payudaranya. Saat putingnya mengeras di bawah sentuhannya, wanita itu mengerang lembut. ❝Telepon tentang apa?❞
Jeno berhenti sejenak untuk mencium punggungnya yang telanjang. ❝Ayahku. Dia ingin memastikan aku sudah bangun dan sadar untuk acara pembaptisan anak baptisku hari ini.❞
Wanita itu mendengus. ❝Kau akan berada di gereja saat pembaptisan?❞
❝Yep. Aku si ayah baptis.❞ Jawabnya sambil menekan ereksinya ke bagian belakang tubuh telanjang itu.
Dengan gerakan menggoda, wanita itu bergoyang menjauh darinya. ❝Aku pikir seorang ayah baptis seharusnya merupakan panduan moral dan spiritual untuk anak-anak.❞
Jeno tertawa kecil. ❝Apa kau mencoba bilang bahwa aku akan menjadi pengaruh buruk bagi Chenle?❞
Wanita itu melirik ke arahnya. ❝Ayolah, Jen. Kau adalah orang terakhir di bumi yang perlu memberikan bimbingan pada anak kecil. Semua yang kau tahu adalah mabuk dan bercinta.❞
❝Dan aku sangat baik pada keduanya, kan?❞
Wanita itu terkikik. ❝Kau dan egomu.❞
❝Bisakah kita berhenti bicara?❞
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄
Fanfictionㅤㅤㅤㅤ♡· ᗯOᑌᒪᗪ YOᑌ ᗷE ᗰIᑎE ·♡ㅤㅤㅤ Setelah putus dengan FWB terakhirnya, hal yang Lee Jeno tidak inginkan adalah pertanyaan menjengkelkan dari keluarga besarnya tentang status bujangannya itu. C'mon, jangankan menikah, mempunyai kekasih saja ia tidak in...