Atmosfer di antara Jaemin dan Jeno tegang selama beberapa hari terakhir bedrest Jaemin. Meskipun Jeno membawakan semua yang Jaemin butuhkan, melayani setiap keinginannya, tapi itu tidak sama seperti sebelumnya. Jeno tidak lagi tinggal dan menonton film bersama dengannya. Dan bahkan dengan Choco di samping Jaemin, ranjangnya terasa dingin dan kosong tanpa Jeno di malam hari.
Jeno meletakkan semua keputusan di tangan Jaemin. Jeno merasa dia telah melakukan segala-galanya agar Jaemin memaafkannya, dan sekarang Jeno sudah selesai melakukan segala sesuatunya.
Sekarang apapun yang terjadi di antara mereka tergantung pada Jaemin. Dan Jaemin benar-benar tidak punya petunjuk bagaimana memprosesnya.
Saat Jaemin pergi untuk bertemu dengan dokter kandungannya, Dr. Johnny, Jaemin senang bahwa semuanya tampak baik-baik saja, dan Jaemin bisa berhenti dari bedrest-nya dan kembali bekerja pada minggu depan. Seharusnya dia merasa bahagia, ketidakpastian masih membuatnya merasa berat. Apakah dia akan pergi sore ini dan pulang ke rumahnya? Apakah dia tetap tinggal dan mencoba bersama dengan Jeno? Atau apakah dia bersiap untuk pindah tinggal bersama Granny dan Grandpa seperti yang sebenarnya telah dia rencanakan?
Setelah Jaemin dan Jeno masuk ke dalam mobil, kesunyian yang pekat melanda mereka. Akhirnya setelah seperti dalam keabadian, Jeno menghela napas. ❝Dengarkan, Jaem, mungkin kau tidak akan senang dengan apa yang akan kukatakan, tapi kurasa aku harus mengatakannya.❞
❝Oke,❞ jawab Jaemin ragu-ragu.
❝Aku tahu kau sudah tidak perlu lagi bedrest, tapi menurutku kau tidak perlu melakukan sesuatu yang berat. Jadi jika kau bersedia, aku lebih suka jika kau tetap tinggal di rumahku... paling tidak tinggallah lebih lama.❞
Ketika Jaemin membalikkan badannya dan menatap Jeno, dia melihat rahang Jeno menggertak-gertakkan giginya. Jeno mencoba mengontrol emosinya. Dia tahu bahwa itu tandanya Jeno menginginkan dirinya tetap tinggal. Pikiran itu membuat jantungnya berdetak lebih kencang. ❝Apa kau yakin kau tidak keberatan?❞
Jeno mengalihkan tatapannya yang jauh keluar jendela dan mengarahkan tatapan Jaemin pada dirinya. ❝Tentu saja aku tidak keberatan. Tinggallah beberapa hari atau beberapa minggu lagi.❞ Lalu Jeno bergumam pelan, ❝tinggallah selamanya.❞
Napas Jaemin tersentak saat Jeno mengungkapkan keinginannya berkomitmen, tapi dia memutuskan untuk tidak menekannya. ❝Jika kau benar-benar yakin, maka aku akan senang untuk tinggal bersamamu.❞
Jaemin memberikannya senyuman ceria, membuat bibir Jeno tersenyum. ❝Bagus. Aku senang mendengarnya. Sekarang mengapa kita tidak merayakannya dengan mentraktirmu makan malam?❞
❝Tidak, tidak, kali ini giliranku yang mentraktirmu, kau sudah cukup melakukan semuanya.❞
❝Hmm, aku pikir aku tidak akan pernah membiarkan kau membayar untuk makan malamku,❞ renung Jeno.
❝Bagus. Kau harus belajar bahwa selalu ada yang pertama untuk segala hal.❞
Jeno terkekeh. ❝Baiklah, Jaem. Karena kau yang mentraktir makan malam ini, biarkan aku memilih tempat yang paling mahal!❞
★★★
Malam berikutnya Jaemin bersiap-siap untuk menonton opera bersama Johnny. Setelah sentuhan terakhir pada rambutnya, Jaemin berdiri di depan cermin kamar mandi dan melihat dirinya sendiri. Hidung Jaemin berkerut sedikit saat dia menyadari bagaimana kehamilannya membuat belahan dadanya semakin berisi. Dia yakin saat dia tidak akan mengenakan mantel untuk menutupinya.
Jaemin tidak pernah berdandan cukup lama, dan sebenarnya dia telah membeli baju itu untuk acara gladi makan malamnya Seungmin dan Bangchan yang megah. Tapi Jaemin senang mengenakan baju itu terlebih dulu untuk menonton opera.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄
Fanfictionㅤㅤㅤㅤ♡· ᗯOᑌᒪᗪ YOᑌ ᗷE ᗰIᑎE ·♡ㅤㅤㅤ Setelah putus dengan FWB terakhirnya, hal yang Lee Jeno tidak inginkan adalah pertanyaan menjengkelkan dari keluarga besarnya tentang status bujangannya itu. C'mon, jangankan menikah, mempunyai kekasih saja ia tidak in...