Bab 62

368 16 4
                                    

Pada jam sembilan lebih, Choco mengangkat kepalanya dan menggonggong dengan riang. "Hmm, aku tebak itu artinya Daddy sudah pulang?"

Choco mengibaskan ekornya dan berlari ke dapur. Bunyi bip dari alarm rumah memberitahunya akan kedatangan Jeno di balik pintu. "Hiya, boy. Apa kau menjaga benteng selama aku pergi?"

Jeno masuk ke ruang tamu dengan Choco menyalak di sisinya. "Aku sangat berharap dia tidak melakukan hal-hal yang memalukan seperti mengencingimu untuk menandai wilayahnya selama teman kencanmu di sini."

"Tidak, dia tidak melakukannya," bentak Jaemin.

"Omong-omong, bagaimana kencanmu?" tanya Jeno, melemparkan kuncinya di atas meja.

"Itu bukan kencan," jawabnya.

"Maaf, pamil yang mudah tersinggung." Jeno menghirup dalam. "Ugh, bau apa ini?"

"Jeno membawa makanan untuk aku coba." Perut Jaemin terasa mual saat memikirkan memakan makanan itu lagi, paling tidak makanan yang banyak mengandung rempah-rempah. "Kau habis dari mana?" tanya Jaemin, mencoba mengubah topik pembicaraan.

"Aku habis mendapatkan kencan yang benar-benar panas."

Kepala Jaemin tersentak untuk menatapnya. Jaemin tidak bisa menghentikan matanya yang terbelalak dan mulutnya yang menganga. Jeno telah bersama dengan orang lain? Setelah semua yang telah dia katakan padanya sebelum dia pergi? Jaemin mual dan hampir muntah, dan dia berusaha bicara. "K-Kau berkencan?"

Jeno mengangguk dan duduk di meja kopi. Lututnya menyentuh Jaemin, dan Jaemin melawan dorongan untuk menarik dirinya dari kedekatan dengan Jeno. Jeno bersandar di sikunya. "Membayangkan pakaiannya. Celana pendek, seperti milik Daisy Duke (bangsawan Daisy) dengan pipi pantat menggantung—"

"Celana pendek? Ini baru akhir Oktober!"

Jeno mengangkat tangannya. "Aku belum selesai ngomong."

Jaemin menyilangkan tangannya di depan dada, dia gusar dan mendengus frustrasi. "Baik."

"Lagi pula, seperti yang sudah aku katakan, ada Daisy Duke, dengan sepatu bot koboi, dan di atas itu semua, dia memakai atasan halter yang telanjang mulai dari..." Jeno menutup matanya dan menggeleng. "Ya ampun, aku terlihat bagus!"

Mata Jeno tersentak terbuka, dan lalu dia mengedipkan mata pada Jaemin. Jaemin menatapnya tak percaya. "Tidak ada gadis yang memakai... maksudmu, kau..."

Jeno tertawa. "Aku hanya menggodamu, Jaem. Aku pergi ke tempat utama, aku dan Ayah Ibu menonton. Aku yakin sekali aku tidak keluar dengan seorang wanita."

Kemungkinan Jeno mempunyai kencan yang sesungguhnya membuat Jaemin berada dalam badai emosi, bersamaan dengan rasa lega yang dia rasakan, dia juga tahu dia akan muntah. Jaemin hanya mempunyai sedikit waktu untuk merasa panik tentang apakah dia akan berhasil ke kamar mandi sebelum dia membungkuk dan muntah di pangkuan Jeno.

Jeno melihat celana kotornya dan menatap kembali mata Jaemin. "Aku tahu leluconku sangat buruk, tapi apakah kau benar-benar harus sampai memuntahiku?"

Air mata malu menyengat mata Jaemin. "A-Aku... Aku minta maaf."

Ekspresi Jeno berubah, dari kegelian menjadi penuh kasih sayang saat Jaemin menangis.Jeno mengulurkan tangannya dan mengusap lengannya. "Hei, jangan menangis. Kau bukan orang pertama yang memuntahiku. Aku pernah tinggal di kelompok persaudaraan dulu. Tidak ada yang lebih buruk dari muntahan pria mabuk."

"Aku tidak percaya kau sangat baik tentang ini," kata Jaemin sambil terisak.

"Well, ini bukan seperti kau melakukannya dengan sengaja." dia menaikkan alisnya pada Jaemin. "Iya, kan?"

[✓] 𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang