Setelah mandi dan kemudian bercukur, Jeno memakai setelan terbaiknya sebelum menuju pintu. Ia harus menjemput orangtuanya. Seperti yang dia duga, Jaehyun sudah menunggunya di ruang tamu bersama dengan mamihnya.
❝Sekarang baru jam sebelas.❞ Kata Jeno saat Jaehyun memberikan pelototannya.
❝Aku tidak mengatakan apapun.❞
Jeno menyeringai. ❝Aku hanya menyatakan fakta jika Papih mencoba mengatakan bahwa aku terlambat.❞
❝Apa kau benar-benar mengira Papih itu pria tua yang ceroboh?❞
Taeyong yang melihat suami dan anak keduanya itu akan memulai beradu argumen lagi langsung menyuruh mereka bergegas pergi dengan alasan takut terlambat.
Jeno merenung sebentar saat dia mengikat sabuk pengamannya. ❝Kau mulai sedikit seperti itu, Pih.❞
Jaehyun terkekeh, ❝pasti karena Papih terlalu lama menghabiskan waktu bareng Yuta dan Johnny.❞
Jeno menyeringai. ❝Yeah, aku yakin memang begitu.❞
❝Apa kau ingat hadiah untuk Chenle?❞
Mencoba untuk tidak memutar matanya, Jeno menjawab, ❝Ya, Pih. Aku ingat.❞
❝Papih 'kan hanya bertanya. Kenapa kau begitu mudah tersinggung? Tidak cukup tidur semalam?❞
Jeno mengalihkan pandangannya dari jalan untuk menatap ayahnya. ❝Aku menolak menjawab yang satu itu, terimakasih.❞
❝Kau seharusnya membawa teman wanitamu ke pembaptisan.❞ Sahut ayahnya.
Dengan dengusan Jeno menjawab, ❝tidak, aku rasa tidak.❞
❝Hei, kenapa begitu? Apa kau malu dengan keluargamu?❞
❝Tentu saja tidak. Lagipula, dia bukan seperti kebanyakan wanita, setidaknya dari semua teman. Kami bukan apa-apa lagi.❞ Dengan napas terengah-engah, dia bergumam, ❝bukan berarti kami sudah melangkah terlalu jauh.❞
Jaehyun menghela napas, ❝aku masih berharap suatu hari sebelum aku meninggal, aku bisa menghadiri pembaptisan putra atau putrimu.❞
Jeno yang sudah tidak bisa menahan diri menyentak tangannya dari setir, menyebabkan mobil yang mereka tumpangi agak oleng di jalan. ❝Pih, sialan! Aku ingin melewati hari ini tanpa merasa bersalah, oke?❞
❝Jadi salah kalau kami berharap kau menikah dan punya anak, No?❞ Kini giliran Taeyong yang bersuara, sejak tadi ia memang tidak ingin ikut pembicaraan kedua pria kesayangannya itu tetapi melihat anaknya yang keras kepala jadilah ia membuka suaranya.
Dengan sedikit gerutuan, Jeno mengarahkan mobil ke tempat parkir di belakang gereja. ❝Aku akan mengatakan ini dan aku mohon biarkan aku selesai berbicara sebelum papih dan mamih ingin berkomentar, oke? Hal yang paling bisa kulakukan saat ini sebagai orangtua adalah berdiri menjadi wali baptis Chenle. Aku belum kepikiran untuk menikah atau mempunyai anak sendiri dalam waktu dekat ini. Aku harap papih dan mamih mengerti?❞
Jaehyun maupun Taeyong akhirnya hanya bisa pasrah dan mengangguk sedih. ❝Baik, Nak. Apapun yang kau katakan.❞
❝Baiklah, sekarang ayo masuk. Tidak setiap hari cicitmu dibaptis 'kan?❞
❝Itu benar,❞ kata Jaehyun sambil tersenyum.
Setelah keluar dari mobil, Jeno mengeluarkan tas belanja yang beberapa hari lalu ia beli dari toko perhiasan untuk Chenle di Hari Pembaptisannya. Anak itu baru berumur enam minggu —terlalu kecil untuk pembaptisan biasa, tapi karena sekarang sudah menjelang Natal jadi ini adalah waktu terbaik untuk mengumpulkan seluruh keluarga.
Saat mereka masuk ke gereja, Jaehyun memberi isyarat kepada Jeno ke salah satu sisi ruangan. Ketika dia membuka pintu, dia dibombardir oleh saudara-saudara perempuannya dan keluarga mereka. Semua keponakan perempuan dan laki-lakinya ingin memeluknya dan menceritakan kepadanya tentang apa yang terjadi di sekolah atau latihan tari atau latihan sepak bolanya. Dia memberi mereka masing-masing perhatian penuh. Akhirnya, mereka meninggalkannya untuk Jaehyun dan ia bisa menarik napas santai.
Setelah menyerahkan hadiah Chenle kepada paman iparnya, Taeil, dia menoleh pada pamannya, Doyoung.
❝Well, inikah si ayah baptis?❞ Sapanya.
Jeno menyeringai, ❝one and the only one.❞
Doyoung memeluknya erat. ❝Kami sangat terhormat karena kau setuju melakukan ini untuk Chenle. Dia pria kecil yang beruntung.❞
Jeno menarik diri untuk menatap skeptis pada kakak sepupunya itu, ❝terus terang, aku masih heran kenapa aku bisa masuk ke daftar calon yang memungkinkan. Tentunya masih ada lagi―bagaimana ya aku harus mengatakannya? Pilihan yang lebih cocok?❞
Doyoung menggeleng. ❝Kau adalah satu-satunya di dunia ini yang diinginkan Chenle.❞
Sambil melepaskan mantelnya, Jeno melirik sekeliling ruangan. ❝Ngomong-ngomong, di mana Chenle?❞
❝Oh, Chenle ada di dalam bersama paman-pamannya yang lain.❞
Jeno mengangguk paham. Karena butuh keluar dari kekacauan, dia berkata, ❝aku akan duduk sebentar.❞
Sudut bibir Doyoung terangkat ke atas. ❝Mungkin sebaiknya kau berhenti di ruang pengakuan dosa dulu?❞
❝Ha-ha-ha, lucu sekali.❞ Gumamnya sebelum keluar dari ruangan.
Berjalan ke pintu masuk gereja, Jeno mengintip ke altar. Dia melihat adik sepupunya —Renjun sedang duduk di salah satu bangku deretan depan, ketika dia melihat Renjun sudah selesai berdoa ia langsung duduk di bangku sampingnya.
❝Hei, Seksi.❞ Sapanya dengan suara rendah.
Renjun menyeringai saat dia memasukkan tas rosario ke dalam saku mantelnya. ❝Hei, Playboy. Senang kau bisa datang.❞
Jeno menggelengkan kepalanya mendengar julukan itu keluar dari mulut sepupunya tersebut. Jeno mengulurkan lehernya untuk melihat Chenle yang tertidur di keranjangnya di samping Renjun. ❝Kau tahu aku tidak akan melewatkan ini untuk apapun di dunia ini. Maksudku, tidak setiap hari pria muda seperti aku menjadi ayah baptis keponakannya.❞
❝Percayalah, aku sangat tersanjung dengan keberadaanmu.❞ Renjun menatapnya dari atas ke bawah sebelum menggelengkan kepalanya. ❝Aku yakin kau memiliki malam yang liar semalam.❞
❝Apa yang membuatmu mengatakan itu?❞
❝Hmm, dari kantong di bawah matamu dan fakta Papa meneleponku dua kali pagi ini untuk melihat apakah aku sudah mendengar kabar darimu.❞
Jeno menyapukan tangannya ke pipinya. ❝Serius? Kupikir aku terlihat sangat menakjubkan.❞
❝Selalu sombong.❞ Renjun menyenggol bahunya main-main. ❝Yakin kita tidak harus memadamkan api petualanganmu itu dengan air suci?❞
❝Ha, sangat lucu. Papamu bahkan sudah menganjurkan agar aku melewatkanmu dan langsung menuju bilik pengakuan dosa.❞
❝Aku yakin dia ada benarnya. Maksudku, sungguh, kapan terakhir kali kau berada di gereja?❞
Jeno mengangkat alisnya. ❝Apa ini, kenapa tiba-tiba saja kalian semua menyerangku?❞
Renjun tertawa, ❝kau selalu memiliki pengaruh buruk, tapi aku tetap menyayangimu.❞
Merunduk, Jeno mencium pipi Renjun. ❝Dan aku juga menyayangimu, meskipun seringkali kau adalah hama kecil yang menjengkelkan.❞ Setelah itu ia mengedipkan mata. ❝Kita memiliki waktu menyenangkan bersama, kan?❞
❝Yep, benar.❞
Mereka terdiam selama beberapa detik. ❝Jadi bagaimana keadaanmu?❞ Jeno menunjuk Chenle. ❝Kau tahu, menjadi ibu baru dan semuanya?❞ Tanyanya lagi.
Renjun memainkan ujung kemeja berwarna biru langitnya, ❝aku baik-baik saja.❞
Sambil melipat tangannya di dadanya Jeno berkata, ❝Sekarang kau ingin mencoba berbohong pada sepupu favoritmu?❞
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄
Fanfictionㅤㅤㅤㅤ♡· ᗯOᑌᒪᗪ YOᑌ ᗷE ᗰIᑎE ·♡ㅤㅤㅤ Setelah putus dengan FWB terakhirnya, hal yang Lee Jeno tidak inginkan adalah pertanyaan menjengkelkan dari keluarga besarnya tentang status bujangannya itu. C'mon, jangankan menikah, mempunyai kekasih saja ia tidak in...