Bab 45

306 25 2
                                    

SETELAH berpamitan, mereka semua masuk ke dalam mobil untuk menuju ke rumah Yunho dan Granny. Di saat mereka memasuki rumah, aroma enak dari panggangan menggoda Jaemin. Granny telah bangun pagi-pagi bukan hanya untuk menyiapkan sarapan, namun juga makan siang. Bahkan setelah sarapan gila-gilaan yang dia santap, perut Jaemin masih berontak. Menghirup dalam-dalam, Jeno mengerang girang. "Tuhan, aromanya seperti Surga."

Granny tersenyum padanya. "Terima kasih, Nak." Kemudian dia menggoyangkan jarinya ke arah Jaemin. "Kau harus mulai memasak lebih untuk priamu."

Walau itu konyol, namun Jaemin merasa pipinya bersemu merah saat disebut Jeno adalah prianya. Jeno mengangkat alisnya. "Maksudmu kau tahu cara memasak seperti itu?" ucap Jeno, menunjuk ke arah dapur.

Jaemin terkikik. "Tentu saja aku tahu." Dia mengangguk ke arah Granny. "Aku punya guru masak terbaik yang bisa di dapat semua orang."

"Hmm, aku siap untuk kau masakkan kalau begitu."

"Yeah, jangan terlalu mengandalkan hal itu. Di antara kerja dan kelelahan kehamilan, aku tak punya waktu ataupun tenaga untuk memasak."

Granny berdecak kala dia mengikat tali celemek merahnya di sekitar pinggangnya. "Kau lebih baik segera menyisihkan waktu, anak manis. Pada akhirnya, cara terbaik mendapatkan pria adalah melalui perutnya." Kemudian Granny berkedip pada Jeno sebelum menuju ke dapur.

Ketika Jeno terkekeh akan teguran Granny, Jaemin menyikutnya di perut. "Jangan membuatku mengatakan padanya cara mendapatkan hatimu adalah melalui penismu." bisiknya.

Mata Jeno melebar, dan dia membuat suara tercekik. Jeno melirik ke kiri dan kanan sebelum mendesis, "Aku tak percaya kau baru saja mengatakan penis di rumah Kakek-Nenekmu!"

Jaemin tertawa. "Dan aku suka kau sama sekali tidak mencoba membantah bahwa itu bukanlah kenyataannya!"

Jeno merengut sebelum duduk di salah satu kursi meja makan. Saat akan ke dapur untuk membantu Granny, Jaemin mengacak-acak rambut Jeno dengan bercanda. Jeno melirik melalui bahunya dan menyeringai.

Dua dari paman Jaemin bersama dengan istri mereka melenggang masuk, mengisi ruang kosong di meja antik besar. Jaemin menarik Mary keluar sebelum dia bisa duduk di samping Jeno. Meskipun dia telah memenangkan pertaruhan, namun Mary bersikeras ingin melanjutkan seberapa jauh dia bisa mendekati Jeno, dan Jaemin dengan senang hati membuat batasan. Mary merengut padanya sebelum mengikutinya ke meja 'anak-anak'.

Di tengah perang urat syaraf keduanya, Jeno tertawa. Jaemin menanggapinya dengan memutar matanya. "Hapus seringai kecil yang seksi itu dari wajahmu atau kau akan terus menyemangatinya."

"Tidak ada salahnya dia mampir untuk menyapa."

"Oh ya? Semalam kau tidak tertarik dengan perhatiannya."

"Dan semalam, kaulah yang menyemangatinya, bukan aku." Bersandar, Jeno mencium leher Jaemin sebelum Jaemin mendorongnya menjauh. "Lagi pula, aku masih tak tertarik padanya. Hanya saja lucu melihatmu terganggu oleh gadis berusia sembilan belas tahun yang berusaha merayuku."

"Aku tidak terganggu." Jaemin melengos, menyentakkan serbet di atas pangkuannya.

Jeno menggenggam tangan Jaemin dan membawanya ke bibirnya.

Mencium punggung tangannya, Jeno menatapnya dengan ekspres polos terbaiknya. "Kau tahu hanya kaulah yang kuinginkan, bukan?"

Jaemin berjuang untuk bernapas. Walaupun Jeno sering bercanda dengannya, ucapannya langsung tepat ke sasaran. "Ya, aku tahu."

Hati Jaemin meleleh saat Jeno berkedip padanya. Mereka terganggu dengan Yunho mengambil tempat duduknya di kepala meja. "Baiklah semuanya. Mari berdoa."

[✓] 𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang