Bab 35

586 58 5
                                    

Satu jam kemudian, Jaemin menekuk tubuhnya sementara Jeno menurunkan atap convertible-nya.

"Apa yang terdengar enak?" tanyanya sambil keluar dari jalan raya. "Hmm, IHOP? Aku masih menginginkan pancake."

"Kalau begitu, IHOP."

Sambil memindah-mindah saluran radio, ponsel Jeno berdering. Dia melirik ID pemanggil dan meringis. "Ayahku."

"Kau belum bicara dengannya semenjak kembali?"

"Belum."

Jaemin menggeleng. "Aku tidak bisa percaya kau tidak memberitahu dia kalau kau pulang dengan selamat. Aku yakin dia sangat khawatir."

"Terima kasih telah membuatku merasa bersalah." gumam Jeno.

Jaemin menjulurkan lidahnya mengejek pada Jeno ketika dia menjawab telepon. "Ya, dad. Yeah, aku sampai tadi malam. Maaf aku tidak meneleponmu. Aku sedikit capek."

Jaemin mendengus pada kebohongan Jeno. Dia tidak terlalu capek untuk pergi dengannya. Ketika pandangan mereka saling bertemu, Jeno menjulurkan lidah padanya dan Jaemin tertawa.

"Aku berencana untuk menemuimu." Dia berhenti sejenak. "Aku tahu kau benar-benar telah bekerja keras di kebun mawar, tapi sekarang benar-benar waktu yang tidak tepat."

Jaemin berdeham dan Jeno melirik padanya. "Antar aku pulang dan pergi temui ayahmu." gumamnya.

Jeno menggeleng. "Ya, dia merindukanmu dan—"

"Ayah, aku akan sangat senang untuk datang selama kalian tidak keberatan kalau aku membawa teman."

Tunggu, apa? Jeno benar-benar akan membawa Jaemin untuk bertemu orangtuanya? Itu merupakan tingkatan komitmen yang tidak pernah Jaemin bayangkan darinya.

Jeno sepertinya mengerti keterkejutan Jaemin karena dia berbisik, "Kau tidak keberatan?"

Jaemin menggeleng dan Jeno tersenyum. "Baiklah. Kami akan datang sekitar sepuluh menit lagi." Setelah menutup telepon, dia berpaling ke arah Jaemin. "Apa kau yakin tidak keberatan dengan semua ini?"

"Kenapa aku harus keberatan?"

Jeno mengangkat bahunya. "Aku tidak tahu. Orangtuaku sama seperti orangtua biasa lainnya yang menginginkan aku mendapatkan jodoh lebih cepat, itu ibuku ngomong-ngomong, dan suka bermain dengan cucu-cucunya."

Jaemin tersenyum mendengar penjelasannya.

"Aku cuma tidak mau menyia-nyiakan hari Sabtumu untuk mendengarkan celotehan ayahku atau pertanyaan ibuku yang menanyakan seperti apa hubungan kita berdua atau bagaimana aku memperlakukanmu."

"Sepertinya menyenangkan."

"Kau harus lebih sering keluar, sayang."

Jaemin merasakan cengkeraman yang tak asing di dalam dadanya pada sikap sembrono Jeno. Senyumnya memudar. "Kupikir sebenarnya kau tidak mau memperkenalkanku padanya."

Jeno memalingkan pandangannya dari jalan untuk menatapnya. "Apa? Kenapa?"

"Kau tidak mau harus menjelaskan apapun padanya tentang kita atau apa yang bukan tentang kita. Belum lagi kau tak mau harus berpura-pura bahwa aku adalah pacarmu."

"Well, aku sebenarnya tidak berencana memperkenalkanmu sebagai pacarku. Aku mau bohong dan bilang kalau kita bekerja untuk sebuah proyek bersama di kantor."

"Oh." gumam Jaemin.

"Kau tidak berpikir aku akan berdansa waltz di sana dan menjatuhkan bom padanya soal bayi itu, kan? Kupikir itu akan membuatnya sedikit panik."

[✓] 𝐉𝐉 [𝟏] 𝐖𝐎𝐔𝐋𝐃 𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang