14.Di Buang

1.5K 130 4
                                    

Pagi yang cerah ini Sila sudah siap dengan almamater SMA KENANGA. Tak lupa ia memasang jepitan dari Rangga di rambutnya.

Setelah selesai bersiap, Sila turun menghampiri sang nenek di meja makan. Wanita rentan itu sudah mengoleskan selai ke roti yang akan Sila makan.

"Pagi Nek."

Sila mengambil posisi duduk di depan kursi neneknya. Kamila, nenek Sila menaruh roti selesai kacang itu ke piring cucunya.

"Pagi."

Fokus Kamila berhenti pada jepitan di rambut Sila. Ia tidak pernah melihat Sila memakai jepit sebelumnya.

"Jepitnya cantik," puji Kamila dengan kaca mata yang bertengger di batang hidungnya.

"Hehe iya nek. Ini dari Kak Rangga," ujar Sila malu-malu.

"Cowok yang waktu itu jemput kamu?" Sila mengangguk sebagai jawaban.

Kamila terkekeh pelan."Kamu suka ya sama dia?" tebak Kamila saat melihat gelagat Sila yang malu-malu.

"Heum... Nggak apa-apa emangnya kalau Sila suka sama Kak Rangga?" tanya Sila ragu-ragu.

"Ya, nggak apa-apa namanya juga hati. Memangnya apa yang buat kamu suka sama Dia?"

Sila sedikit berpikir. Ia juga tidak tahu kenapa tiba-tiba muncul rasa suka pada cowok itu.

"Kak Rangga itu baik, Nek, bisa menghargai wanita. Beda sama cowok yang Sila temuin sebelumnya," jawab Sila.

"Sebelumnya memang gimana?"

"Heum, jahat. Suka banget mempermainkan perasaan cewek. Sila gak suka! Apalagi yang gak bisa hargai perasaan cewek!"

Kamila terkekeh mendengar curhatan gadis itu. Jika bukan dirinya, siapa lagi orang yang bisa gadis itu jadikan tempat mencurahkan hatinya. Sila hanya memiliki dirinya dan juga sang Papa. Sedangkan Papa Sila sering kali pergi ke luar kota atau pun ke luar negeri dalam jangka yang cukup lama.

"Jadikan itu pelajaran. Jangan lagi cari cowok yang gak bisa hargai perasaan cewek apalagi Sila. Jangan buat hati Sila terluka hanya untuk seorang laki-laki yang tidak bertanggung jawab," pesan Kamila bijak.

"Iya Nek." Sila menggigit roti selai kacang yang sudah neneknya siapkan.

"Ouh ya, Nenek lupa bilang kalau Papa kamu akan pulang besok. Jangan lupa besok kamu jemput di bandara ya," ujar Kamila.

"Serius Papa pulang besok Nek?" ucap Sila senang. Bagaimana tidak jika sudah satu bulan Papanya itu pergi ke luar kota.

"Iya makanya jangan lupa besok kamu jemput."

"Siap 86!!"

••••

Sila berjalan gontai di koridor menuju taman belakang. Setelah menghadapi ulangan dadakan tadi Sila butuh menghirup udara segar.

"Tunggu!"

Sila menghentikan langkahnya. Ia tidak asing dengan suara berat yang memanggilnya. Daripada Sila menoleh dan akan mendapat masalah lebih baik ia lanjut jalan saja.

"Gue bilang tunggu. Lo dengar gak sih?!"

Darma langsung mencekal pergelangan tangan gadis itu, membalik tubuh Sila dengan paksa.

"Kuping lo masih berfungsi kan? Kalau gue bilang berhenti ya berhenti!" ucap Darma kesal.

"Apaan sih!" Sila menyentak tangan cowok itu di pundaknya.

"Nanti istirahat gue mau lo temenin gue makan."

Sila mengangkat alisnya sebelah."Big no!"

"Gue cowok lo jadi lo harus nurut. Jangan sampai gue paksa lo dengan cara gue," ujar Darma.

"Terserah."

Sila hendak berlalu namun Darma terlebih dahulu menyudutkan Sila di dinding. Darma mengunci pergerakan gadis itu agar tidak bisa kabur.

"Atau perlu gue pakai cara di lapangan kemarin tapi gak di pipi?"

Sorot mata Darma mengarah ke bibir Sila. Sila yang sadar langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Buka," titah Darma. Sila menggelengkan kepalanya.

"Buka!" Darma berusaha membuka paksa tangan Sila dari bibir gadis itu. Tapi tatapannya teralihkan ke arah jepitan di rambut gadis itu.

Itu adalah jepitan yang Rangga berikan pada Sila di malam pesta topeng. Dan Darma tidak menyukainya! Darma menarik jepit rambut itu dari rambut Sila.

"Kak Darma!" Sila murka saat Darma menarik jepit kesayangannya itu.

"Ini jepitan dari Rangga kan?"

"Kalau iya kenapa?"

"Gue gak suka."

Darma langsung melempar jepitan itu ke sembarang arah di rerumputan. Mata Sila membulat dengan sempurna.

"Ih, Kak Darma!" Sila mendorong kasar tubuh Darma dari hadapannya dan menatap cowok itu tajam.

"Kok di buang?!"

"Kenapa? Gue gak suka liat lo pakai itu."

"Tapi itu berarti buat gue, kak!" kesal Sila. Ia mendekati lemparan Darma tadi. Sila berjongkok dan memilah rumput-rumput di depannya.

"Karena dari Rangga?" alis Darma terangkat sebelah.

"Bukan karena dari Kak Rangga tapi karena ketulusannya!"

Darma terkekeh sinis."Atau lo suka sama dia?"

Sila menoleh. Ia berdiri dan kembali menghadap Darma.

"Kalau iya kenapa?" tantang Sila.

Darma menarik sudut bibirnya. Sudah ia duga jika Sila menyukai Rangga. Tidak heran lagi saat melihat gelagat Sila yang sering salah tingkah saat di dekat cowok itu. Akan Darma pastikan Sila akan jauh dari orang-orang yang bikin bahagia gadis itu dan mendekat dengan kesengsaraan nya.

"Terserah lo mau suka sama siapa intinya lo udah milik gue. Ngerti? Akan gue abisin siapa pun yang berani deketin lo termasuk Rangga."

"Masalah lo sama gue itu apa sih kak? Gue gak ngerti kenapa lo senang bikin gue sengsara!"

"Karena itu tujuan gue," ucap Darma enteng.

Sila sedikit terkejut dengan jawaban Darma.

"Cuma karena waktu mos gue ngelawan, lo mau terus bikin hidup gue susah?"

"Really."

"Emang ketua osis gak ada otak lo!" Sila berlalu dari hadapan Darma dengan perasaan kesal. Hanya karena masalah waktu mos, hingga saat ini cowok itu hobi sekali menyusahkan hidupnya. Terlebih sampai menjadikan dirinya taruhan.

DARMASILA (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang