50.Bukan Acara Perpisahan

1K 95 19
                                    

Arumi menghampiri Darma di tepi kolam berenang yang tengah sibuk bermain ponsel.

"Darma," panggil Arumi.

"Iya Bun?"

Arumi mengambil posisi duduk tepat di samping putranya. Ia juga memasukkan kakinya ke dalam air.

"Weekend kita ke rumah Nenek yuk? Udah lama juga kita gak jenguk Nenek," ujar Arumi.

"Weekend ini Bun?" tanya Darma memastikan.

"Iya. Kamu mau kan? Sama Om Bian dan Azkia juga."

"Emang ada acara apa Bun?"

"Nggak ada. Cuma kumpul keluarga biasa karena Nenek lagi kangen sama anak dan cucu-cucunya," ujar Arumi.

Darma masih berpikir, weekend besok kan dia sudah janji akan menemani Sila membuka gips di kakinya.

"Kalau Darma nggak ikut gapapa?"

"Kenapa nggak mau ikut? Padahal Nenek kangen banget loh sama kamu. Sudah hampir tiga bulan juga kan kamu nggak ketemu Nenek?"

Ya, memang sudah cukup lama Darma belum mengunjungi Nenek dari Ibunya yang tinggal di Bandung. Darma juga merasa rindu tapi bagaimana dengan janjinya pada Sila?

"Nenek itu sudah sakit-sakitan Kak dan Nenek Tyas juga nggak pernah minta yang aneh-aneh. Nenek Tyas cuma ingin menghabiskan sisa usianya lebih banyak dengan anak dan cucu-cucunya," ujar Arumi.

"Kenapa Nenek gak tinggal sama kita aja di sini, Bun? Jadinya kan Nenek gak sendiri lagi di sana."

"Buna udah pernah ajak Nenek buat tinggal sama kita tapi Nenek nggak mau. Nenek nggak mau ninggalin rumah yang penuh dengan kenangan almarhum kakek kamu," jelas Arumi.

"Iya. Darma ikut Bun."

••••

Sebelum besok berangkat ke Bandung, malam ini Darma memutuskan pergi ke rumah Sila. Entah kenapa tiba-tiba ia merasa ia harus berpamitan pada gadis itu.

"Gue cuma 2 hari kok di Bandung. Nggak akan lama."

Mereka berdua duduk di teras depan rumah Sila dengan secangkir kopi hangat menemani malam yang cukup dingin malam ini.

"Lama juga nggak apa-apa."

"Bener gapapa? Kalau lo kangen gimana?"

"Ih pengen banget di kangenin," ucap Sila tanpa sadar pipinya merona.

Darma menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum tipis. Tidak tahu kenapa perasaan Darma akhir-akhir ini tenang ketika melihat senyum Sila. Apa karena hatinya sudah mulai menerima kehadiran Sila? Tidak. Tidak seharusnya Darma merasa begitu. Darma sudah meminta Sila untuk tidak mencintainya, jadi ia juga tidak boleh mencintai Sila.

"Sori ya gue gak tepati janji gue buat temenin lo ke rumah sakit."

"Gapapa kok, kak. Lagian Nenek Kak Darma itu jauh lebih penting dari gue."

"Lo juga penting buat gue."

Tidak. Darma tidak mengatakan itu secara lisan. Kata itu keluar begitu saja dari dalam hatinya. Mulutnya terlalu keluh untuk mengatakan apa yang ada di dalam hatinya. Ya, karena sampai saat ini Darma belum yakin dengan perasaannya sendiri.

"Mulai sekarang kita ngomongnya aku kamu ya?" ujar Darma tiba-tiba.

"Kok tiba-tiba? Ada apa?" bingung Sila tidak mengerti.

DARMASILA (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang