33.Tawa Bersama

1K 117 1
                                    

Di sinilah Darma dan Sila berada. Di toko serba lengkap milik Ibu Thor. Mereka sedang mencari peralatan apa saja yang belum ada untuk di bawa besok.

"Darma."

Seorang wanita paruh baya datang menghampiri Darma dan Sila. Wanita itu tersenyum menyapa mereka.

"Tante Ani." Darma menyalami tangan wanita bernama Ani itu.

"Eh, ini siapa? Cantik banget," ujar Ani memuji Sila yang berada di samping Darma.

"Sila Tante." Sila juga menyalami tangan wanita yang baru saja Darma salami.

"Ini pacar Darma Tante."

"Wah, pintar kamu, Dar. Selain cantik wajah kalian juga cukup mirip. Itu tandanya kalian jodoh," ujar Ani saat memperhatikan wajah keduanya yang sedikit mirip.

"Tante bisa saja. Om Malik ada, Tan?" tanya Darma mengalihkan topik.

"Om lagi ke luar kota cari barang yang habis di toko. Ngomong-ngomong kalian cari apa?"

"Cari peralatan untuk camping Tante," jawab Darma.

"Ya sudah kalian cari saja dulu nanti kalau tidak ketemu bisa panggil Tante," ucap Ani.

"Siap Tante."

••••

Sudah 10 menit mereka berkeliling toko namun belum ada satu pun barang yang akan mereka beli. Keduanya sama-sama diam tidak tahu harus bicara apa.

"Ini ceritanya kita lagi keliling toko doang nih?" celetuk Darma. Ia sudah cukup lelah mengelilingi toko yang cukup luas milik Ibu Thor tanpa ada tujuan tertentu.

"Ya, Kak Darma cari apa?" lelah Sila. Ia juga sudah mulai jengah mengikuti langkah Darma yang tidak pasti.

"Barang lo yang gak ada apa?"

"Gak tau."

"Masak gak tau sih?"

"Gue kan gak pernah ke gunung jadi gatau apa aja perlengkapannya," ujar Sila.

Darma menghela nafas sabar.

"Ransel ada?"

"Ada."

"Matras?"

Sila menggeleng.

"Yaudah cari matras dulu kita."

Darma menarik tangan Sila untuk di genggam namun Sila menarik kembali tangannya.

"Kita gak mau nyebrang ngapain pegangan tangan?"

••••

Setelah mendapatkan semua perlengkapan milik Sila, mereka berjalan beriringan menuju kasir.

"Semuanya udah lengkap kan?" tanya Darma.

"Mungkin."

Darma menghentikan langkahnya ketika Sila menghentikan langkah. Ia melihat Sila mengambil satu topi Pramuka di rak samping gadis itu.

Sila memasangkannya ke kepala. Lalu ia menatap kearah Darma.

"Masih cocok kan jadi anak SMP?"

Darma terkekeh pelan.

"Jadi anak TK juga masih cocok. Udah pendek, bantet, pipinya melembung kek balon."

Darma mencubit pipi chubby Sila gemas. Tidak peduli sang empu yang mengadu kesakitan.

"Sakit tau!"

Sila menggeplak tangan nakal Darma yang sudah berani mencubit pipinya. Ia pikir apa pipi dirinya sampai di cubit dengan tidak berperasaan.

Darma hanya bisa terkekeh melihat gadis itu mengerucutkan bibirnya. Terlihat sangat gemas. Tanpa sadar sudut bibir bibir Darma mengangkat membentuk senyum manis. Tanpa ada senyum sinis yang biasa cowok itu perlihatkan.

Tanpa di sadari oleh Darma, Sila memasang topi Pramuka itu ke kepalanya. Meskipun awalnya terlalu susah karena Darma terlalu tinggi dan sulit untuk Sila gapai.

Sila memperhatikan seksama sosok Darma yang memakai topi Pramuka yang ia pasang.

"Eum.... Terlihat sangat aneh," ucap Sila.

Darma tersadar lalu membuka topi yang Sila pasangkan.

"Aneh lah. Ini cocoknya kan buat lo."

Darma memasangkan topi itu kembali ke kepala Sila.

"Iya, ya? Kak Darma itu cocoknya pakai topi UFO."

"Emang tau bentukan UFO kayak apa?"

"Tau lah." Sila menyilangkan tangannya ke depan dada.

"Kayak apa emang?"

"Kayak muka Kak Darma!"

Sila tertawa setelah mengatakan itu. Begitupun Darma. Bukannya marah, ia malah mengusap-usap kepala Sila. Tanpa sadar, untuk pertama kalinya mereka tertawa bersama.

Cekrek! Sebuah flash ponsel menghentikan tawa keduanya. 10 meter dari mereka ada Thor yang sedang mengarahkan ponsel kearah Darma dan Sila.

"Bagus nih buat di kirim ke paparazi."

Thor menghampiri Darma dan Sila yang mendadak jadi diam. Keadaan kembali canggung saat mereka sadar apa yang mereka lakukan barusan. Bukannya mereka saling benci? Kenapa mereka bisa tertawa hanya karena hal tidak penting.

"Sejak kapan lo di situ?" tanya Darma. Suaranya kembali dingin.

"Sejak lo cubit pipi Sila, sih. Terlalu gemas ya? Sama kok gue juga gemas Sila. Boleh gak gue pegang pipinya juga?"

Baru Thor mengangkat tangannya dan belum menyentuh pipi Sila, Darma sudah menahan tangan Thor di udara.

"Patahin tulang tangan teman hukumannya apa sih?"

Thor menelan susah salivanya. Padahal ia hanya bercanda tapi kenapa Darma benar-benar ingin mematahkan tangan dirinya? Darma meremas kuat tangan Thor membuat sang empu berkedip beberapa kali.

"Kayaknya sih penjara seumur hidup, Dar. Lo gak mau kan habisin masa muda lo di penjara?" ucap Thor mulai ketar ketir.

"Gue bisa bayar pengadilan buat ringankan hukuman gue. Dan gue juga bisa suruh orang buat cegat lo di jalan menuju ke kantor polisi," ujar Darma santai.

Thor langsung kena mental, ia lupa temannya ini adalah anak dan cucu pengusaha besar. Tapi memang benar kejahatan Darma selama ini tidak ada yang mengetahui dan Darma selalu pintar menghilangkan barang bukti.

"Canda doang, Dar Ya Allah! Gue juga gak berani kali sentuh punya lo."

Darma melepas remasan nya di tangan Thor. Dan akhirnya Thor bisa bernafas dengan lega.

"Sabar ya Sila pacaran sama Darma. Emang sedikit keras anaknya. Apa yang jadi miliknya gak boleh di ganggu sama orang lain nanti singa nya bisa ngamuk," ujar Thor pada Sila. Gadis itu hanya menunduk merasakan debaran yang tak biasa.

DARMASILA (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang