Hima menyusuri setiap jalan yang ia lewati dengan heran, dengan tetap setia memegang sekotak susu cokelat yang baru saja Inojin belikan untuknya. Keanehan ini terjadi lagi, ia senang, tapi merasa aneh di saat yang sama.
Orang bilang, seseorang yang biasanya tidak baik akan tiba-tiba menjadi baik jika terjadi sesuatu. Atau, orang itu akan pergi...
"Tidak! Tidak mau!" Hima berteriak histeris, Inojin hampir saja menginjak rem mendadak jika tidak ia segera mengendalikan laju setirnya.
"Ada apa?"
"Oh tidak! Tidak! Teruskan saja menyetirnya."
Inojin tidak ambil pusing dan terus melakukan mobilnya ke kediaman sahabat karib istrinya itu. Niatnya sih, menitipkan istrinya ini sampai ia pulang kerja. Segalanya bisa terjadi setelah hari ini, dia hanya ingin tidak terjadi apapun pada Himawari.
Setidaknya, sampai sesuatu yang tidak ia inginkan benar-benar terjadi. Dan menyakiti hatinya, lagi.
Sementara Hima, bersikeras membuang segala pikiran jeleknya tentang suaminya itu. Mana bisa dia berpikiran kalau Inojin akan segera meninggal? Dia masih terlalu muda untuk menyandang status janda beranak satu. Ish, pasti rasanya mengerikan untuknya.
Mobil berhenti tepat di depan gerbang kediaman Uchiha, dengan gadis berkacamata bingkai merah itu setia menunggu di depan gerbang. Hima turun ditemani Inojin sebelum dirinya benar pergi ke kantor, dan menunggu bukti itu.
"Jika ada sesuatu, telfon aku." Hima hanya mengganguk setelah beberapa saat lalu menerima beberapa pecahan uang darinya. Uang jajan, katanya.
"Aku titip Hima disini, terimakasih atas bantuannya Sarada-san."
"Ah tidak apa, sensei. Hima akan baik-baik saja bersamaku, kau tenang saja."
"Ya, aku percaya itu. Baik, aku harus pergi sekarang," ujarnya, ia menoleh lagi pada Hima sekali lagi, menyentuh lembut permukaan bahu istrinya itu dan tersenyum untuknya.
"Jaga dirimu, aku akan pulang cepat jika aku bisa."
"Baiklah, hati-hati juga untukmu!"
Inojin mengganguk, dan dengan cepat melajukan mobilnya kembali ke kantor. Meninggalkan Himawari dan Sarada di depan gerbang yang dipenuhi tanda tanya. Setan apa yang telah merasuki jiwa Inojin untuk membuatnya sampai seperti ini?
"Suami mu sekarang baik sekali ya? Kau memberinya sesuatu?" Goda Sarada sambil menuntun Hima memasuki area rumahnya.
"Apasih kau ini! Aku tidak memberi Kakak yang aneh-aneh!"
"Hahaha ya, aku tau kau tidak akan seperti itu. Tapi aneh saja, dia di pagi hari tiba-tiba saja menelfonku dan bilang menitipkan kau disini."
Himawari mengernyit, "Nadamu seperti yang tidak senang aku ada disini?"
"Haha tidak! Tidak! Aku senang kau disini! Aku hanya aneh dengan sikap suamimu."
"Iya juga, Kakak jadi sangat baik padaku akhir-akhir ini."
"Apa jangan-jangan Kak Inojin sedang sakit? Lalu dia takut dia akan me---"
"TIDAK! PLEASE DEH SARADA! AKU BELUM MAU JADI JANDA MUDA!"
---
Inojin hanya menatap nanar layar laptop nya yang tidak menayangkan apapun. Masih setia pada desktop nya, tanpa berniat diubah lagi oleh sang empunya. Tangannya mengetuk-ngetuk permukaan meja yang mengkilap itu dengan cemas.
Sudah banyak kali pintu berkenop silver itu terbuka, tapi tak kunjung menampakkan tamu yang ia nanti. Ah sial! Kemana orang itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Fall In Love? [COMPLETED]
FanficKata apa yang tepat untuk hal ini? Kutukan? Atau Anugrah? Jujur! Aku sangat bingung! Aku memang bahagia karena pada akhirnya, sosok yang aku sangat sangat kagumi dari dulu kini menjadi milikku Tapi apakah harus sekarang? Apa yang mama dan papa piki...