"Tidak, ibu tidak setuju dengan keputusan mu Inojin," ucap Ino begitu mendengar keputusan Inojin tentang pernikahannya yang ingin ia akhiri.
"Pernikahan bukanlah hal yang main main Inojin, kau tidak bisa menikah kemudian bercerai begitu saja." Sai akhirnya angkat bicara, dia sangat terkejut bahwa kepulangannya dari Korea ini malah disambut keputusan perceraian dari putranya sendiri.
"Bukan aku yang menginginkan pernikahan ini," ucapnya membela diri, membongkar fakta yang ada didepan mata namun seakan ayah ibunya ini tak dapat melihatnya. "Kami menginginkan perceraian ini."
Mereka berdua tergelak, Ino dan Sai saling menatap satu sama lain seakan memiliki satu pemikiran yang sama. Benarkah Inojin dan Himawari sama sama menginginkan perceraian ini?
"Hima tidak mungkin menginginkan perceraian ini, dia mencintaimu nak." Ino ingat betul Himawari pernah berkata demikian. "Ya mungkin benar, pernikahan kalian terkesan keterpaksaan, tapi rasa yang dirasakan Hima itu benar adanya."
"Bukan terkesan, itu memang keterpaksaan." Inojin kekeh pada keinginannya untuk bercerai. "Aku sudah pernah bilang aku tidak ingin menikahinya, tapi kalian tetap menikahkan ku."
"Kami menginginkan yang terbaik untukmu Inojin, kau akan tau rasanya saat menjadi orang tua nanti." Sai menaruh cangkir kopinya pada tatakannya. "Jika perkataanmu itu benar, kalian ingin bercerai, kita tunggu Hima pulang."
"Kau tidak menjemputnya?" Tanya Ino, "kau harus menjemputnya bukan?"
"Dia bilang, dia ada pelajaran tambahan jadi dia akan pulang sendiri," ujar Inojin mengingat pesan singkat Himawari tadi pagi.
"Kita tunggu Hima-san pulang, setelah itu ayah akan tanyakan perihal keputusan mu ini."
>>••<<
"Kau baik baik saja?" Tanya Sarada yang menyadari perubahan pada Himawari hari ini.
Rangkulan tiba tiba dari Chocho membuyarkan pikiran Hima yang asik mengaduk aduk minumannya tanpa diminum sedikit pun.
"E-eh? Ada apa?"
"Ada apa denganmu?" Sarada mengulangi pertanyaannya, "kau tidak terlihat baik baik saja."
"Aku baik, er ... Aku hanya kurang tidur saja."
"Kurang tidur kenapa?" Tanya Chocho yang angkat bicara akhirnya.
"Tugas tugas belakangan ini semakin banyak, aku jadi sering tidur lebih larut karena mengerjakannya dulu."
"Ah ya kau benar! Semenjak Yamanaka-sensei mengajar tugas jadi semakin banyak, benar kan?" Himawari hanya mengangguk menanggapi perkataan Chocho tadi. "Syukurlah, hari ini ia tidak mengajar."
Sarada memukul bahu Chocho pelan sebagai kode untuk menghentikan perkataannya tentang guru itu.
"Apa ini berhubungan dengan foto itu?" Tanya Sarada, tapi sebelum Hima memberi respon Sarada kembali berkata "aku sudah menarik semua foto itu yang tersebar di media, kau tidak perlu khawatir."
"Kak Inojin sudah mengetahuinya sebelum foto itu ditarik." Himawari menunduk, rentetan kejadian itu kembali memenuhi kepalanya.
Kata kata Inojin kemarin malam tidak bisa ia hilangkan dari pikirannya, seberapa keras pun ia berusaha untuk menepis ingatan itu.
Sarada tergelak, hampir saja ia tersedak minumannya, Chocho juga demikian, mereka berdua sama sama terkejut.
"Bagaimana?" Tanya Chocho angkat bicara, "kalian baik baik saja kan?"
Himawari mendongak perlahan, mengusap pipinya yang hampir basah oleh air mata yang sedari tadi sudah menggenang di pelupuk matanya.
"Aku sudah menjelaskan semuanya pada kakak tapi," Himawari menghela napas berat, "semua tidak berguna, sia sia saja, terimakasih kalian mau membantuku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Fall In Love? [COMPLETED]
FanficKata apa yang tepat untuk hal ini? Kutukan? Atau Anugrah? Jujur! Aku sangat bingung! Aku memang bahagia karena pada akhirnya, sosok yang aku sangat sangat kagumi dari dulu kini menjadi milikku Tapi apakah harus sekarang? Apa yang mama dan papa piki...