Entah sudah berapa lama Himawari duduk memperhatikan denting jam dinding polos itu dan sesekali memeriksa tanda-tanda kehidupan dari kamarnya. Berharap bantuan yang ia panggil dapat menenangkan perilaku suaminya yang entah kenapa menjadi tidak terkendali seperti itu.
---
"Jadi..ada apa?" Ujar Shikadai seraya mengambil cangkir berisi teh yang diberikan sebagai bentuk ramah tamah dari tuan rumah di lantai bawah tadi. "Jika itu tidak penting, aku akan langsung pulang."
Pria di sampingnya baru akan membuka mulut, sebelum ia kembali memotongnya. "Tapi jelas itu pasti penting, jika tidak, kenapa Hima tiba-tiba meneleponku di jam tidak wajar ini dengan suara gemetarnya itu memintaku datang kemari."
"Jadi?" Ujarnya lagi mendekatkan wajahnya pada si lawan bicara dan menyesap tehnya, "Astaga! Apa yang Hima taruh disini? Enak sekali!"
"Kau datang kemari untuk membantuku atau meminum teh sih?!"
"Untuk membantumu, lagi. Dan meminum teh ini hanya bonus. Jadi katakanlah, aku akan jadi tempah sampah yang baik seperti biasanya."
Setelah helaan napas panjang yang terasa menyesakkan itu, Inojin menceritakan semuanya, dan Shikadai sebagai tempah sampah yang baik mendengarkan semuanya sembari sesekali meneguk tehnya.
"Astaga benar-benar."
"Apa?" Balas Inojin, dia sudah siap untuk dimaki kali ini.
"Hima benar-benar pandai membuat teh, ini enak sekali! Serius! Aku tidak bisa berhenti meminumnya, aku harus tanya resepnya nanti."
"Shikadai..."
"Maaf, oke oke." Shikadai menghabiskan sisa tehnya dan memandang temannya dengan serius, "Jadi, setelah tidak setuju dengan pernikahan ini, berniat menjalaninya dengan damai, tiba-tiba kau menjadi ayah untuk bayi orang lain, dan karena itu kau menjadi gila?"
Inojin menaikkan alisnya, "Apa maksudmu?" Shikadai menaik-turunkan alisnya, "Ah ya, aku memang terlihat sangat gila di depan Hima tadi."
"Tapi kau yakin tidak benar-benar pernah tidur dengannya?"
"Tidak, tapi dia punya bukti itu, mungkin aku terlalu banyak minum dan-argh!"
"Oke, anggaplah kau benar tidur dengannya, dan dia hamil dengan bayimu, lalu rencanamu apa?"
"Entahlah, aku ragu." Inojin mengernyit, Shikadai mendengus sebal, betapa bodoh temannya ini.
"Setelah ragu dengan pernikahanmu sekarang kau ragu dengan perselingkuhanmu juga?"
"Apa aku berselingkuh?" Inojin mendapat hantaman keras pada kepalanya, "AW!"
"Dengar, haah dasar bodoh! Bedebah keparat! bertahun-tahun aku jadi tempat sampahmu ini adalah hal tergila yang pernah kau ceritakan padaku. Kau menikah, istrimu hamil, dan tiba-tiba mantan ketua kelas kita itu hamil dengan bayimu? Apa lagi kalau bukan perselingkuhan?!"
Inojin mengacak-acak rambutnya frustasi, "Aku harus bagaimana? Aku tidak bisa menyakiti Hima lagi, tapi aku tidak bisa meninggalkan tanggung jawabku atas bayi itu."
"Memang apa yang Sumire minta sebagai pertanggungjawaban?"
"Namaku untuk bayinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Fall In Love? [COMPLETED]
FanfictionKata apa yang tepat untuk hal ini? Kutukan? Atau Anugrah? Jujur! Aku sangat bingung! Aku memang bahagia karena pada akhirnya, sosok yang aku sangat sangat kagumi dari dulu kini menjadi milikku Tapi apakah harus sekarang? Apa yang mama dan papa piki...