"Kau tenang saja Inojin, kami akan melakukan yang terbaik," ucap Sakura menggengam kedua tangan Inojin yang tidak berhenti gemetar saat membawa Hima kemari. "Ia tidak selemah itu."
Syukurnya, Sarada memenuhi permintaannya untuk menyiapkan segalanya sebelum Himawari datang, namun prosedur rumah sakit tidak bisa dipatahkan. Hima harus tetap menjalani pemeriksaan biasa terlebih dahulu sebelum dirujuk ke ruangan lain untuk tindakan lebih lanjut.
Pemeriksaan yang berlangsung sekitar sepuluh menit itu terasa berjam-jam untuk Inojin, kedatangan teman-teman Hima dan keluarganya kemari menyusul begitu Sarada mengabari mereka semua soal situasi terkini Hima.
Ino yang melempari Inojin dengan begitu banyak pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi, tetap tidak mengindahkan perhatiannya dari balik kaca buram pintu itu. Ia membiarkan ibunya kebingungan bercampur khawatir dengan kebungkamannya, syukurlah suaminya itu menyadarkannya bahwa ini bukanlah saat yang tepat untuk berbuat seperti itu.
Mereka semua sontak berdiri begitu Sakura keluar dari ruangan, ia segera menghampiri Inojin yang terlihat siap membanjirinya dengan banyak pertanyaan.
"Bibi bagaimana–"
"Kami butuh izinmu," potongnya, mengingat pasiennya memang membutuhkan pertolongan dengan segera, ia tidak punya waktu untuk menenangkan Inojin lagi seperti tadi.
"Izinku? Untuk apa Bi? Hima baik-baik saja kan? Bagaimana dengan bayinya?" racaunya lagi, Sakura menunduk sebelum menatap ke semua orang yang menunggu di depan pintu itu, ia tidak ingin menyampaikan kabar ini di depan para teman lamanya.
"Kami tidak bisa selamatkan keduanya Inojin, kau harus memilih, kau ingin Hima atau bayimu?" ujarnya, seorang perawat ikut keluar sembari membawa beberapa berkas yang membutuhkan tanda tangan sebagai bentuk perizinan kerabat terdekat dari pasien untuk tindakan lebih lanjut yang akan dilakukan. Sakura mengambilnya dan menyerahkannya pada Inojin.
Ia menerimanya dengan berat hati, seluruh tubuhnya kini ikut bergetar karena takut akan keputusan ini.
"Hima akan membunuhku jika aku tidak memilih bayi kami," ujarnya, menatap nanar surat permohonan izin itu, Ino menghampiri putranya berharap rangkulan kecilnya dapat sedikit melepaskan beban di pundaknya.
"Jadi kau akan memilih bayimu?" tanya Sakura lagi, Ino melirik Sakura penuh tanda tanya, ia hanya mendapat gelengan kepala sebagai balasannya, tidak ada lagi yang bisa ia usahakan bahkan sebagai dokter terbaik di rumah sakit ini.
Inojin menggeleng, ia menerima pena dari perawat di sampingnya, menandai pilihannya dan menandatanganinya. Ia menyerahkan surat itu pada Sakura seraya berkata, "Biar Hima yang membunuhku Bibi, setidaknya, aku bisa mendengar suaranya lagi sebelum aku mati."
Ibunya menatapnya tidak percaya, ia memang tidak yakin Inojin sepenuhnya menginginkan bayinya itu tapi ia juga tidak seyakin ini untuk tahu bahwa ia memilih untuk meninggalkan putranya untuk istrinya.
"Kau siap dengan konsekuensi pilihanmu Inojin?" tanya Sakura begitu membaca seluruh surat perizinan itu, ia mendapatkan tatapan penuh tanda tanya sebagai balasannya, seolah apalagi yang harus dibicarakan sekarang? Bukankah sebaiknya teman Ibunya ini segera masuk kembali dan menangani istrinya?
"Hima akan baik-baik saja kan Bi? Apa maksudnya?" tanyanya, ia mulai meragukan pilihannya sendiri, haruskah dia memilih bayinya saja tadi, apa maksudnya itu.
"Setelah ini, Hima mungkin tidak bisa punya anak lagi."
___
"Kehamilannya sudah rentan sejak awal Inojin, tubuhnya belum siap untuk itu, ia mengalami banyak tekanan selama kehamilannya, operasi ini akan mengganggu rahimnya, kau siap untuk itu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Fall In Love? [COMPLETED]
Hayran KurguKata apa yang tepat untuk hal ini? Kutukan? Atau Anugrah? Jujur! Aku sangat bingung! Aku memang bahagia karena pada akhirnya, sosok yang aku sangat sangat kagumi dari dulu kini menjadi milikku Tapi apakah harus sekarang? Apa yang mama dan papa piki...