Pulang

175 16 4
                                    

"Ih tidak tidak! Ini akan terlihat bagus dipasang disini!" Hima mengambil alih gantungan bertema luar angkasa itu dari tangan Inojin dan memindahkannya di atas lemari baju yang juga untuk tempat bayinya berganti pakaian dan mandi itu. "Lihat kan? Jadi dia bisa mandi sambil melihat ini! Lagipula bukannya ranjang itu untuk tidur? Kalau dia malah terlalu asyik memandangi ini sampai tidak bisa tidur bagaimana?"

"Bayi itu menghabiskan hampir 17 jam waktunya untuk tidur setiap hari Hima, kau beli buku itu hanya untuk pajangan ya?" Inojin menunjuk buku kehamilan yang pernah dibeli Hima, saat insiden Sumire hampir saja membuka kedok 'perselingkuhan' mereka itu. "Aku sudah menamatkan ini, tapi penanda bukumu masih berada di halaman yang sama bahkan sampai kau melahirkan."

"Hehe," kekehnya, dia memang anak yang pintar dan mau belajar segalanya, tapi entahlah, mungkin jika suaminya tidak membuat begitu banyak kekacauan saat kehamilannya, dia pasti sudah bisa membuat presentasi dari buku itu. "Bagaimana ya? Waktuku habis menjadi bagian dari segala rentetan aneh dan menyebalkan yang dibuat suamiku sih."

Inojin berdecak sebal, ia tahu Hima hanya bercanda, jika ia meminta maaf lagi mungkin Hima benar-benar akan membunuhnya. "Hmm ya terserah. Ayo lanjutkan saja, apa lagi?"

"Setelah semua bajunya kering, kita tinggal melipatnya dan menaruhnya disini sesuai kategori. Lalu–Ah iya!" Hima berbalik membawa kotak berisi kaleng susu formula yang direkomendasikan perawat itu, "Bukannya bayi baru lahir itu harusnya minum ASI ya? Kenapa kau beli ini?"

Ia menelusuri sudut kamar itu sembarangan beberapa saat, "Ya.. Jaga jaga saja. A-aku belum bertanya soal rencanamu untuk sekolahmu, jadi–yaa–jaga jaga kalau kau mau langsung sekolah lagi... Yoshi perlu makan saat kau sekolah kan?"

"Kau berbohong ya? Semester baru saja masih lama." Hima mendekatinya membuat jantung Inojin nyaris lupa cara untuk memompa seluruh kesadaran bagi tubuhnya, enggan menatap manik biru yang berbinar meminta penjelasan, "Apa lagi yang terjadi padaku Inojin?"

"Ah–" lidahnya kelu lagi, Hima mengangguk untuk mengiyakan bahwa ia ingin jawaban, "Kau menjadi Ibu di usia yang sangat muda, pe–perawat bilang ASI mu bisa terlambat atau malah tidak keluar sama sekali. Lalu ia merekomendasikanku susu itu."

Binar matanya seketika redup, murung menempelkan kepala tertunduknya itu pada dada suaminya, Inojin mendekapnya dan mengelus pucuk kepalanya itu. "Itu bukan salahmu, jadi seorang Ibu itu tidak harus jadi selalu sempurna. Putra kita pasti mengerti."

"Apa ada lagi yang terjadi padaku?" Inojin tersentak, menunduk sedikit menatap Hima yang jelas saja menahan tangis, "Apa ada hal tidak sempurna lainnya yang terjadi padaku karena kejadian itu Kak?"

Ah. Dia marah. Kebiasaan panggilan "Kakak" itu sekarang hanya kembali saat Hima benar-benar menginginkan sesuatu darinya atau benar-benar marah karena sesuatu padannya.

Ia mendekap Hima lebih kuat, memunculkan lebih banyak kecurigaan pada hati gadis kecil itu. Tangannya enggan ikut meraih bagian belakang suaminya itu seperti biasannya, ia muak terus dibohongi, dan sepertinya memang ia akan terus dibohongi.

"Jika kau tidak mau beri tahu aku, aku akan tanya Bibi Sakura tentang keadaanku pasca operasi," tegasnya, Hima berpura-pura akan melepas kuncian suaminya itu, namun Inojin segera menariknya kembali.

"Baiklah baiklah." Ia menatap wajah penasaran itu lekat-lekat, harap cemas akan segala hal yang mungkin terjadi, atau malah itu tidak akan jadi masalah juga? "Ingat dulu hal ini, apapun vonis mu, jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri."

"Iya iyaa!! Apasih? Kau bicaranya seperti aku akan segera mati saja–Umph!" Inojin membekap bibir Hima begitu saja dengan telapak tangannya, menggeleng perlahan mendengar kata yang sangat ia hindari itu. Tidak, ia tidak bisa untuk sekali lagi melihat manusia tidak berdosa itu nyaris mati karena ulahnya.

Can We Fall In Love? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang