[WARN!]
Bacaan mengandung sedikit konten dewasa secara explisit yang mungkin tidak cocok untuk beberapa pembaca, diharapkan kebijakannya dalam membaca"Terimakasih telah menuruti perkataanku untuk selalu percaya pada keajaiban Hima." Sakura membawa teman putrinya itu ke dalam dekapannya sekali lagi, sungguh ia juga tidak percaya dengan apa yang disampaikan keduanya secara tergesa-gesa itu ke ruangannya. Putra mereka benar-benar memilih untuk kembali lagi.
"Terimakasih telah memberiku harapan itu Bi," ujarnya, ia disini untuk bertanya lebih banyak tentang bagaimana caranya mengurus anak, membiarkan suaminya terjebak dalam segala protokol membosankan rumah sakit untuk bisa membawanya pulang, "Apa lebih baik aku tinggal bersama Mama atau Ibu dulu Bi?"
"Itu terserah padamu sih.." Sakura menyeruput tehnnya, ia percaya Hima bisa jadi ibu yang baik tapi tak ayal pasti ia akan sangat kerepotan dan memiliki banyak ketakutan tak pasti akan anaknya itu. "Atau kau bisa minta kedua Ibumu itu berkunjung bergantian, aku dengar kau baru pindah kan?"
"Ah baiklah, akan ku coba hubungi," angguknya.
"Oh ya ngomong-ngomong Inojin sudah–" ia menyelannya sendiri, merutuki keputusannya yang malah mengatakan hal yang Inojin minta secara pribadi ditutupi. "Ah tidak."
Ku rasa itu bukan jadi masalah lagi sekarang kan? Mereka juga sudah punya anak sendiri.
"Apa Bi? Inojin sudah apa?" tanyanya, seperkian detik menangkap raut kebingungan dari dokter itu yang kelihatannya tengah sibuk mencari alasan.
"Oh aku cuma mau bertanya, apa Inojin sudah mengabari semuanya soal ini?" oh tidak salah dia menjadi seorang dokter, otaknya licin sekali.
"OH IYA! HARUS KU BERI TAHU YA?"
___
Himawari terus saja cemberut begitu mendengar perkataan Inojin yang menjelaskan bahwa mereka tidak bisa membawa putra mereka dengan segera. Kondisi tidak lazimnya itu membuat rumah sakit ragu akan kesempatan hidup kembalinya bayi itu dan memilih untuk mengobservasi dan merawat keadaannya untuk beberapa waktu ke depan. Ditambah lagi, bayi itu memanglah lahir lebih cepat dari waktu yang seharusnya ditentukan.
"Sudahlah, kita masih bisa kesini setiap hari. Lagipula ini untuk kebaikannya." Di persimpangan jalan tanpa lampu lalu lintas itu ia berhenti, mengetukkan jarinya di atas setir, menoleh pada Hima yang masih saja merungut, "Apa janjiku itu masih berlaku?"
"Apa?" jawabnya tanpa menoleh sedikit pun kepada si pengendara. Sibuk mengunyah coklat kismis "suap" nya itu.
"Aku hanya setuju untuk melihat putraku, setelah itu kau harus mengantarku kesini lagi." Inojin menirukan bagaimana Hima yang sangat ketus mengatakan itu di rumah orang tuanya sebelumnya, "Masih berlaku?"
"Masih." Inojin hanya menghela napas dan mengiyakannya, pikirnya keajaiban tadi dapat meyakinkan Hima untuk kembali padanya, tapi sepertinya tidak semudah itu ya? "Kita harus beri tahu orang tuaku lalu orang tuamu juga kan?"
"Hah?" telapak kakinya terhenti dari niatnya menginjak pedal gas, "O-oh tentu kita harus memberitahu mereka. Aku akan beri tahu Ayah dan Ibu setelah mengantarmu."
"Tidak, kita harus memberitahunya bersama-sama! Dia kan juga anakku!" sanggahnya lagi, melipat bungkus coklatnya yang telah habis lalu menyelipkan itu pada saku kecil bajunya.
"Baiklah-baiklah, kita ke rumah orang tuamu, beritahu mereka, lalu kita ke rumah orang tuaku dan memberitahu mereka juga, lalu aku mengantarmu lagi ke rumah orang tuamu," jelasnya, sembari terus melajukan mobilnya ke arah rumah mertuannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Fall In Love? [COMPLETED]
ФанфикKata apa yang tepat untuk hal ini? Kutukan? Atau Anugrah? Jujur! Aku sangat bingung! Aku memang bahagia karena pada akhirnya, sosok yang aku sangat sangat kagumi dari dulu kini menjadi milikku Tapi apakah harus sekarang? Apa yang mama dan papa piki...