"HIMA!"
>>••<<
"Apa yang terjadi dengannya dok?" Tanya Boruto setelah pria berseragam putih itu keluar dari ruangan dimana adiknya berada.
Dirinya masih bisa dikatakan syok karena tiba-tiba saja mendapati pemandangan tak mengenakan dari keadaan sang adik yang terkapar tak berdaya di depan gerbang sekolah tadi. Sarada masih ada disana, ia meminta ikut karena merasa khawatir. Inojin juga ada disana, bukan tanpa sebab ia ikut. Berterimakasihlah pada Boruto yang memaksanya.
Bagaimanapun, titel 'suami' itu masih melekat dengan erat padanya terhadap gadis yang kini terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
"Anda keluarga dari pasien?"
"Ah iya! Saya kakaknya," ujarnya, ia menarik napas sebentar lalu kembali berucap, "apa yang terjadi dengan adik saya?"
"Sebelumnya, boleh saya tahu apa pasien sudah menikah?"
Boruto tersentak dengan pertanyaan itu. Apa maksudnya? Sebegitu sulitkah menjawab apa yang terjadi dengan sang adik yang membuat tingkat kecemasannya semakin meninggi seperkian detik?
Boruto memberi isyarat pada dokter untuk menunggunya sebentar, setelah mendapat anggukan persetujuan ia kembali dimana Inojin dan Sarada berada.
Sarada segera bangkit dan menanyakan kabar sahabat karibnya.
"Bagaimana Hima kak?"
Boruto terdiam, entah apa yang ada di pikirannya. Ia masih tersentak dengan pertanyaan dokter itu, yang entah mengapa membekas di hatinya.
"Inojin, temui dokter itu dan tanyakan keadaan adikku," ucapnya singkat.
Inojin terbangun dari lamunannya, ia benar-benar ingin segera keluar dari tempat ini. "Kenapa aku?"
"Suaminya kau kan?" Sindir Boruto, tanpa berkata lagi ia memilih duduk dan tenggelam dalam segala pemikiran.
Sarada hanya terdiam bingung menanggapi semuanya, Inojin mau tak mau bangkit dan menemui dokter itu.
"Iya, saya ... " Lidahnya terasa berat, mengucapkan status itu. Yang sebentar lagi akan ia copot, yang memang tidak pernah ia anggap kehadiran status itu baginya.
"Anda suami dari pasien?"
Inojin tergelak dengan pertanyaan itu. Sederhana, namun sangat jelas membekas pada diri seorang sulung Yamanaka ini. Inojin memberikan anggukan lemah, dan kembali melanjutkan perkataannya.
"Ya, saya suaminya, apa yang terjadi dengannya?"
Bukannya menjawab, dokter itu tersenyum dan mengulurkan tangannya. Dengan heran Inojin hanya membalas uluran tangan itu, walau hanya sebatas pelaksanaan sopan santun saja.
"Selamat ya pak, istri bapak sedang mengandung."
DEG!
A-apa? Hi-hima me-mengandung?! Tidak, tidak bagaimana mungkin ini terjadi?!
Masih dibawa keterkejutan sementara, Inojin kembali meraih kesadarannya setelah beberapa detik. Ia menggeleng cepat membalas diagnosa dokter yang baru saja terucap.
"Tidak dokter, pasti ada yang salah disini, bisa kau lakukan pemeriksaan ulang padanya?"
Dokter itu heran, pertigaan imajiner muncul di dahinya. "Tentu tidak pak, istri bapak sedang mengandung dan ini adalah hari keempatnya."
Inojin masih dirundung rasa tak percaya. Kabar yang seharusnya bahagia terdengar mematikan di telinganya, matanya menelisik menerobos kaca dimana Himawari terbaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Fall In Love? [COMPLETED]
FanfictionKata apa yang tepat untuk hal ini? Kutukan? Atau Anugrah? Jujur! Aku sangat bingung! Aku memang bahagia karena pada akhirnya, sosok yang aku sangat sangat kagumi dari dulu kini menjadi milikku Tapi apakah harus sekarang? Apa yang mama dan papa piki...