Aku Juga Mencintaimu

127 15 0
                                    

[WARN!]
Konten ini mengandung adegan kekerasan yang bisa saja menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi sebagian pembaca, harap bijak dalam memilih bacaan

___

"Kak–maksudku.. Inojin?" ujarnya bata-bata, begitu Inojin hampir sekitar setengah jam menyuruhnya untuk tidak memanggilnya sebagai Kakak lagi, ya upaya lain agar Hima berhenti bertanya soal Sumire.

Walau sudah dari lama Inojin memintanya berhenti memanggilnya "Kakak", Hima tetap saja mengulangi kebiasaan lamanya dalam cara memanggil suaminya itu.

Inojin menangguk dengan sangat bangga, "Bagus, mudah kan?"

"Tapi itu terdengar tidak sopan.." sanggahnya lagi, membenarkan posisi tidurnya sekali lagi, karena pasti suaminya itu tidak akan membiarkannya bangun dari tempat tidur.

"Dengar, kau itu istriku, kau bisa memanggilku sesukamu," santainya, ia memainkan rambut Hima lagi, berkali-kali memilin dan melepaskannya kembali, "Contoh, aku bisa memanggilmu sayang karena aku ini suamimu."

Wajahnya seketika merah padam seolah direbus. Dia pernah memanggilnya dengan sebutan itu, tapi dulu itu hanyalah kedok atas pernikahan mereka. Lalu apa yang ini juga kebohongan yang sama?

"Lucu sekali." Inojin menekan sedikit pipi Hima yang membuatnya semakin panas akan sensasi sentuhannya. "Tapi sebaiknya aku tidak memanggilmu dengan sebutan itu ya?"

"Yaahh kenapa? Kau tidak mau?" cemberutnya, Inojin meregangkan sedikit kakinya yang mulai terasa pegal karena menjadi tumpuan untuk Hima.

"Akan merepotkan kalau kau terlihat seperti ini." ia menelusuri pipinya, "Kau tahu? Seperti kepiting rebus yang tidak bisa dibuka cangkangnya."

"Apasih! Kau mau menenangkanku atau membuatku kesal?!" Hima bangun dengan tiba-tiba, Inojin seketika merubah posisi kakinya dan memaksa Hima bersandar pada dadanya kali ini, mengunci seluruh tubuhnya dalam dekapannya. "Lepaskan aku! Lepaskan! Aaa Mama!! Anakmu diculik monster kutub!" Hima meronta-ronta.

"Monster kutub katamu?" Inojin terkekeh, menoyor sedikit kepala istrinya itu sembari mendekapnya lagi, "Aku tidak menculikmu. Mama mu yang menyerahkanmu padaku."

Atau papamu pada ayahku lebih tepatnya.

Tidak, ia tidak mengatakannya, ia bersumpah bahwa fakta Hima hanyalah alat pembayaran hutang ayahnya tersimpan rapat-rapat. Sudah cukup tadi ia ketakutan setengah mati oleh Sumire, kecemasannya tidak perlu diberi pelumas lagi.

"Kalau aku tidak hamil, Mama pasti sudah mengambilku lagi kan?" pertanyaan itu membuat Inojin tersentak, mengetuk hatinya seraya perkaatan Sumire terulang lagi di gendang telinganya, ia tersenyum tipis menghindari kebingungan itu.

"Tidak tahu ya, mungkin monster kutub itu tidak mau bunga mataharinya pergi." Ya, dia berbohong, hatinya yakin dengan sangat jika kecelakaan itu tidak terjadi, dia pasti akan melayangkan gugatan cerai untuk istrinya dan menjalankan setiap prosesnya sampai palu berbunyi menyatakan perpisahan mereka.

"Begitu?" Hima memainkan jarinya di permukaan perutnya yang sudah menampakkan diri itu, "Aku sedih loh karena kau ternyata belum mencintaiku."

"Kata siapa? Kau ini sok tahu sekali ya." Inojin menghentikan jemari Hima dan ikut menaruh seluruh permukaan telapak tangannya di tempat yang sama, sambutan antusias tidak hanya ia dapatkan dari senyum istrinya, tapi juga gerakan kecil yang ia rasakan dari situ saat tangannya menyentuh pelindungnya. "Wah bagaimana ini, sepertinya anak kita akan lebih menyayangiku."

"Curang sekali ya, harusnya kau saja yang hamil kalau begitu." Hima ikut merasakan pergerakan yang muncul di permukaan perutnya itu, yang memang entah kenapa selalu ia rasakan saat Inojin tengah menyentuh perutnya juga. Tapi hatinya tidak sanggup teralihkan oleh detail kecil itu, ia kembali menanyakan hal yang sama. "Jadi, kau sudah mencintaiku ya?"

Can We Fall In Love? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang