Setelah beberapa saat perkenalan, Ino akhirnya kembali mengingat siapa Sumire. Seperti wanita pada umumnya mereka bercakap-cakap hal-hal menyangkut kehidupan sehari-harinya.
Minus, tak ada Himawari disana.
"Ikut denganku sebentar," ujar Inojin dingin pada Hima yang sedang menuangkan jus kotak untuknya. Belum juga diminum, Inojin sudah menariknya ke sudut dapur dan mengatakan hal seperti biasanya.
"Bagaimana kau bisa bertemu dengan Sumire?" tanyanya langsung.
"Saat baru turun dari bus, dan berjalan kesini, aku menubruknya karena sangat pusing saat berjalan dan dia menawariku tumpangan."
Inojin memutar bola matanya seakan tak percaya dengan kata-kata yang diucapkan istrinya itu. "Ingat ini, jangan katakan apapun soal kita di hadapannya. Mengerti?"
"Iya kak aku mengerti, tenang saja," ujar Hima tersenyum walau hatinya berteriak kesakitan.
"Sekarang, boleh aku minum jus-ku? Aku haus." Inojin menyisi dan membiarkan Himawari lewat dan meminum jus kotak yang tadi dia tuangkan kedalam gelas.
Kehadiran mereka berdua diinterupsi oleh datangnya Ino yang menyampaikan bahwa Sumire akan pulang. Hima dan Inojin bergegas menyusul kedepan.
"Terimakasih kak karena sudah mengantarku tadi." Hima tersenyum, Sumire membalas dengan hal yang sama.
"Sudahlah itu bukan masalah, jaga kondisimu ya? Aku pamit pulang. Tante, Inojin terimakasih."
"Perlu ku antar Sumi?" tawar Inojin.
"Tidak usah, lagian aku juga bawa mobil. Kalau begitu aku duluan, kita bisa bertemu lagi lain kali oke?"
"Hm baiklah." Inojin mengangguk dan tersenyum.
Sumire keluar dan melambai sekali lagi untuk mereka bertiga, setelah suara mesin mobil terdengar menjauhi area kediaman Yamanaka. Giliran Ino yang membuat suara yang memekakan telinga dibarengi teriakan Inojin karena kesakitan akibat satu tarikan keras pada telinganya.
"Ibu ini apa-apaan?" ujarnya masih mengusap telinganya yang sudah memerah dengan jelas di wajah putih pucatnya itu.
"Kau yang apa-apaan! Apa maksudmu mengatakan bahwa Himawari adalah anak temanku dan bukannya istrimu pada Sumire hah?!" kata-kata itu membuat kedua pasangan ini terdiam, entah Inojin yang terdiam karena ketahuan kebohongannya entah Himawari yang terdiam karena sakit hatinya.
Inojin dengan kesal menoleh pada Hima dan Ibunya bergiliran seraya berkata. "Semua surat-surat itu memang mengatakan dia istriku, tapi aku tidak." kemudian dia berlalu pergi.
Himawari yang telah ditusuk berkali-kali akhirnya jatuh dan menangis, membuat celana piyamanya basah karena air mata. Ino segera turun tangan dan mengusap pelan punggung Himawari menenangkannnya.
"Apa salahku Ibu? Kenapa kakak begitu membenciku? Apa karena kehamilanku ini jadi dia tidak bisa menceraikan ku seperti yang dia inginkan?"
"Tidak sayang, Ibu yakin, jauh di dalam hatinya dia menyanyangimu. Jika tidak sekarang, Ibu yakin perlahan-lahan hatinya akan berkata ya atas statusmu."
>>••<<
BLAM!
Inojin membanting pintu dengan keras dan menjatuhkan dirinya di lantai tepat di tepi tempat tidur. Ia meremas sendiri kepalanya seakan memaksa keluar sesuatu yang sangat melekat ada disana.
"Bodoh! Jika aku tidak tertipu tidak akan begini jadinya!"
Dia menatap nanar akan sebuah map besar yang berisi surat-surat gugatan cerainya akan istrinya itu. Dia meremasnya dengan kuat dan melemparkannya tepat masuk dalam tong sampah. Dia tidak bisa menyalahkan kehamilan Himawari yang datang di waktu yang salah, bagaimanapun itu tetap anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Fall In Love? [COMPLETED]
FanficKata apa yang tepat untuk hal ini? Kutukan? Atau Anugrah? Jujur! Aku sangat bingung! Aku memang bahagia karena pada akhirnya, sosok yang aku sangat sangat kagumi dari dulu kini menjadi milikku Tapi apakah harus sekarang? Apa yang mama dan papa piki...