Setiap hari umur semakin berkurang bukan bertambah. Lima tahun yang akan datang lebih dekat daripada lima menit yang baru saja terlewatkan. Umurku memang tak terbilang muda. 22 tahun aku hidup, namun apa yang kudapatkan?. Tak ada prestasi yang dapat kubanggakan. Aku hanya berjalan sesuai garis yang Allah tuliskan.
Banyak dari temanku yang sudah mulai merintis usaha sejak awal kuliah. Mereka mulai dari menjadi reseller hingga menjadi owner. Tetapi aku? Pengalaman bekerja saja hanya saat PKL. Berjualan online, mungkin memang ramai. Aku pun pernah mencobanya. Tapi, tak ada satupun pembeli yang bertanya. Aku heran, harus menggunakan marketing seperti apa, agar aku bisa seperti mereka.
Memang, proses awal tak mudah. Bahkan berjuang itu rasanya lelah. Namun, saat kau memilih untuk menyerah, kapan kau akan berganti arah?
Seperti inilah caraku menyemangati diri sendiri. Tapi apakah semua itu berpengaruh? Tentu tidak! Aku selalu menyerah saat ditahapan awal. Kembali lagi berproses saat diri kembali pulih. Selalu seperti itu!
Selama PKL ini, banyak pembekalan yang kudapatkan. Ternyata, tak semua teori efektif untuk dipraktekkan. Saat terjun di lapangan, kita harus siap dengan semua keadaan. Menyiapkan rencana darurat saat dibutuhkan. Kuncinya, harus tetap semangat dan pantang menyerah.
Tak terasa, dua bulan terlewati begitu cepat. Kemarin, aku sudah menyelesaikan ujian PKL. Hari ini, hari terakhirku berada di perusahaan ini. Nanti sore, sebelum pulang akan ada perpisahan untukku dan Sulis yang sudah PKL disini katanya. Untuk saat ini aku bersantai, Semua pekerjaanku sudah selesai. Aku hanya membantu menyelesaikan tugas mbak Anita.
"Kamu ngga jadi ngelamar disini?" Tanya mbak Anita.
"Ngga mbak, mau fokus skripsi dulu" jawabku. Mbak Anita mengangguk paham.
Sebenarnya bukan hal itu yang menjadi alasan utama ku. Tapi mengenai statusku. Ya, aku sudah di khitbah oleh seorang laki-laki. Dan beliau adalah Gus Arsyad, putra bungsu dari Kiai Arham dan Bunyai Zafira, pemilik perusahaan ini.
Awalnya, aku memang tak menyangka. Tapi, inilah kenyataannya. Semua ini akibat hal tak terduga yang terjadi di rumah ku satu bulan yang lalu. Lebih tepatnya, saat Irsyad menitipkan motornya di rumah.
Awalnya baik-baik saja, meskipun Baba bersikap acuh pada Irsyad. Ya, pagi itu, Irsyad benar-benar datang bersama seorang montir. Aku masih tak paham apa tujuannya. Jika dipikir-pikir, kenapa harus menitipkan motornya di rumahku.
Dia juga pasti bisa meminta seseorang datang mengambil motornya saat itu juga. Entahlah aku tak mengerti.
Irsyad dan montir tersebut mengotak-atik motornya di garasi rumah. Aku hanya keluar memberinya minum dan makanan ringan. Namun, tiba-tiba terdengar keributan saat aku sedang menggarap proposal penelitian ku. Aku, Baba, dan Mama, seketika keluar ke arah keributan berasal."Oh! Jadi ini perempuan itu? Tega kamu mas! Beralasan motor mogok untuk menginap disini!" Aku terkejut, syok, bahkan tubuhku kaku seketika. Air mataku menetes.
"Mohon maaf, ini ada apa ya?" Tanya Baba.
"Maaf Om, ini hanya salah paham saja!" Ucap Irsyad penuh dengan penyesalan. Ia menatap istrinya dengan mata kilatan marah.
"Kita pulang!" Ucap istrinya tegas.
"Iya! Sebentar!" Ucap Irsyad tak kalah tegas.
"Om, Tante, Ayu! Saya benar-benar minta maaf atas keributan ini! Saya juga terima kasih banyak sudah menampung motor saya semalam!"
"Sama-sama! Lebih baik Gus Irsyad dan istri pulang dulu, biar montirnya menyelesaikan disini tidak apa. Tidak baik jika urusan rumah tangga sampai bocor di luar kamar. Untuk Ning nya, mohon maaf, saya hanya meluruskan. Gus Irsyad benar-benar hanya menitipkan motornya disini. Putri saya pun hanya murni niat menolong, tidak memiliki niat apapun. Untuk selanjutnya, saya mohon kepada Gus Irsyad untuk tidak lagi menghubungi putri saya!" Ucap Baba tenang namun penuh penegasan. Ada raut wajah kecewa yang Irsyad tampakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku, Kamu! [SELESAI]
Teen FictionTerkadang hidup tak seperti apa yang kita bayangkan. Boleh jadi hari ini sesuai dengan rencana kita, namun besok yang terjadi diluar nalar kita. Jodoh, rezeki, maut, sudah tergariskan sedemikian rupa. Hanya saja, mampukah kita menjalaninya dengan ik...