ADA YANG NUNGGUIN AYU NGGA?
MAAF YA LAMA NGGA UPDATE, LAGI BADMOOD BUAT NULIS:/
SELAMAT MEMBACA:)
MAAF CUMA DIKIT:(
****
Siang ini, selepas shalat Dzuhur aku dan Tante Ira sengaja mengadakan rapat internal. Bisa dibilang hanya diskusi kecil-kecilan.
"Tan, harga bahan pokok sekarang naik semua! Ay bingung gimana ngatasinnya!"
"Iya Ay! Baru kali ini semelonjak ini. Dampaknya gimana?"
"Cukup buruk Tan! Dua kali laporan, pemasukan dan pengeluaran tidak seimbang! Jika dibiarkan terus-menerus bisa bahaya Tan!"
"Kemarin saya coba survei bahan baku. Ada beberapa yang mungkin bisa diganti untuk sementara ini!"
"Tapi Tan, kalau kita mengganti produk bahan baku apa tidak akan berdampak pada kualitas produk disini? Sedangkan para pelanggan sudah sangat mempercayainya. Kita tidak mungkin mengecewakan para pelanggan"
"Iya sih Ay! Terus gimana?"
"Gini Tan, kalau menurut Ay kita jadikan ini sebagai peluang. Nah mengingat harga bahan pokok cukup mahal, pasti banyak orang yang malas untuk memasak. Ay punya usulan bagaimana jika kita nambahin paket keluarga. Sistemnya kita jadikan beberapa porsi menjadi satu. Jadi kita pakai konsep seperti sambangan kalau di pesantren. Ay rasa ini akan cukup efektif untuk menyeimbangkan pengeluaran dan pemasukan. Ay kemarin sudah mencoba untuk meren-greng kira-kira pendanaan yang dihasilkan!" Jelasku menunjukkan beberapa bahan yang kupaparkan.
"Subhanallah Ay! Ini keren banget sih! Tapi kita tidak bisa hanya berpatokan pada satu plan saja!"
"Tenang Tan, Ay sudah mempersiapkan hehe. Ini plan kedua" ucapku menunjukkan perencanaan yang sudah kurancang. Aku kembali menjelaskan secara detail pada Tante Ira.
"Ini sih bagus banget sih Ay! Kita diskusikan sama dua sahabat Tante ya!"
"Boleh Tan! Siapa tahu kita juga dapat solusi yang lebih baik!"
"Oke! Tante hubungi mereka dulu ya! Oiya semisal kita rapat sore ini, kamu bisa?"
"Insyaallah bisa kok Tan!"
Tante Ira segera menghubungi Muya dan Tante Diyah untuk membahas hal ini. Mereka sepakat untuk mengadakan pertemuan selepas shalat ashar di rumah Muya. Mau tidak mau aku harus ikut dalam pertemuan itu.Ternyata yang mengelola resto Muya adalah Teh Khalwa. Ia juga turut serta dalam rapat kali ini. Tante Diyah juga membawa satu menejernya yang juga kebetulan memiliki ide menghadapi hambatan kali ini.
Hampir pukul 5 sore, akhirnya keputusan bisa didapatkan. Tante Ira dan Tante Diyah langsung berpamitan pulang. Sedangkan aku, masih ditahan oleh Muya.
"Kapan hubungan kalian diresmikan?" Tanya Buya saat makan malam. Kebetulan keluarga Teh Khalwa juga sedang berada disini.
"Jangan lama-lama Syad! Toh kalian juga sudah cukup umur!" Celetuk Teh Khalwa.
"Iya Teh! Nunggu Neng Ayunya selesai wisuda!" Jawab mas Algha.
"Wisudanya kapan nduk?" Tanya Muya.
"Bulan depan Muy!"
"Disiapkan dari sekarang aja! Persiapan nikah itu lama!"
"Iya Muya! Nanti kita bicarakan berdua!" Jawab final mas Algha.
Kebetulan, aku tidak membawa motor saat ke resto tadi. Pergi ke rumah Muya juga bersama Tante Ira. Finally, aku diantar mas Algha dan Nayeef. Ia terus mengoceh sepanjang jalan. Mengabsen warna-warna kendaraan yang berlalu-lalang."Neng! Gimana?" Tanyanya membuka topik pembicaraan. Aku sudah paham kearah mana pembicaraannya.
"Gimana apanya?"
"Yang tadi di meja makan!"
"Benar-benar mau denger pendapat Ay, atau hanya ingin mematahkan pendapat Ay?" Tanyaku.
"Saya dengerin!"
"Jujur, Ay masih belum ingin menikah mas! Ay bekerja juga masih beberapa bulan, ya meskipun kontrak kerja Ay cuma 6 bulan. Rencananya Ay setelah menyelesaikan kontrak kerja ini, Ay akan buka usaha kue. Ya setidaknya sampai semua mulai stabil! Ay sama sekali belum memiliki pandangan untuk berumah tangga!"
"Kita bisa kok jalani bersama-sama Neng!"
"Bukankah jenengan kurang setuju kalau Ay bekerja?" Sarkasku. Untung saja Nayeef sudah terlelap.
"Bukan kurang setuju!"
"Sama aja mas! Dari awal jenengan memang sebenarnya ngga setuju kalau Ay bekerja. Ay ngga pernah nuntut jenengan untuk menjadi suami yang seperti ini atau seperti itu nantinya. Ay cuma ingin mewujudkan impian Ay! Ay bukan dari latar belakang yang baik seperti jenengan mas! Ay cuma ingin membahagiakan Baba dan Mama sebelum Ay berbakti pada suami Ay!"
"Kadar bahagia seperti apa yang sampeyan inginkan Neng?"
"Sudahlah! Ay capek berdebat dengan jenengan! Seandainya dulu Ay bisa memilih untuk menolak jenengan, mungkin Ay sudah lakukan!"
"Maksud sampeyan apa? Apa sampeyan terpaksa menerima pertunangan ini?"
"Jika Ay bilang iya, apakah jenengan akan membatalkan semuanya?"
"Setelah berjalan selama ini apa sampeyan ingin membatalkannya Neng?"
"Tanpa Ay jawab mungkin jenengan sudah bisa menyimpulkan!" Mas Algha mengusap wajahnya kasar.
"Okey! Saya akan tunggu sampeyan hingga benar-benar siap! Tapi saya mohon jangan pernah membatalkan pertunangan ini!"
"Orang yang menikah saja bisa bercerai apalagi kita yang hanya bertunangan? Ay hanya mengikuti jalan takdir yang Allah gariskan. Jika memang jenengan sudah tertulis di lauhul Mahfudz sebagai jodoh Ay, semua tidak akan berubah. Ay hanya butuh waktu mas untuk semua ini. Ay masih ingin menyiapkan diri Ay untuk jenengan. Maaf jika Ay selalu memaksa!"
"Saya juga minta maaf karena ngga pernah ngertiin sampeyan!"
Aku bahkan tak mengerti mengapa Allah mengirimkan laki-laki sebaik mas Algha untukku. Padahal jika dibandingkan dengannya aku tertinggal jauh dalam hal apapun. Status sosial, ekonomi keluarga, bahkan ilmu pun juga. Aku masih benar-benar tidak siap untuk menjadi istrinya. Memang, keluarga mas Algha menerima ku dengan baik. Tetapi, keluarganya yang lain belum tentu sebaik mereka.
Percakapan dua orang saat reuni waktu itu, masih saja terus menghantui pikiranku. Menjadikan banyak pertanyaan bagaimana yang akan kuhadapi nantinya.
Bodoh memang jika aku masih terus memikirkannya. Nyatanya, keluarga mas Algha menerimaku dengan baik. Mereka hanya orang luar yang tidak berhak menghakimi seseorang dengan demikian. Tapi, otakku merekam begitu jelasnya percakapan itu hingga aku tak mampu melupakannya.
Jujur, jika boleh memilih, aku ingin berjodoh dengan orang biasa saja tidak seperti mas Algha
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku, Kamu! [SELESAI]
Teen FictionTerkadang hidup tak seperti apa yang kita bayangkan. Boleh jadi hari ini sesuai dengan rencana kita, namun besok yang terjadi diluar nalar kita. Jodoh, rezeki, maut, sudah tergariskan sedemikian rupa. Hanya saja, mampukah kita menjalaninya dengan ik...