Undangan

2K 142 1
                                    

Aku yang terlalu menikmati waktu atau aku yang terlalu tidak mempedulikan waktu hingga waktu terasa begitu cepat berlalu. Ya, semester enam kali ini berlalu begitu cepat. Aku disibukkan dengan berbagai tugas. Selain itu aku juga disibukkan melapangkan hati.

Bagaimana tidak, masih ingatkah lamaran dadakan yang ku terima dari Irsyad. Setelah mendapat lampu hijau dari Baba, Irsyad benar-benar datang kerumah. Pikiranku memang tak tenang sejak shalat istikharah waktu itu.

Baba menyambut kedatangan Irsyad dengan sepenuh hati. Namun, atmosfer ruang tamu seketika berubah saat Irsyad mengutarakan tujuannya.

Flashback

"Mohon maaf Om, saya rasa Om sudah tahu niat kedatangan saya kemari," ucapnya dengan wajah gugup yang sangat kentara sekali. Disisi lain, aku kagum dengannya. Ia berani menemui Baba sendiri.

"Jika boleh bertanya, apa yang membuat seorang Gus seperti Gus Irsyad ini menyukai anak saya yang jelas-jelas bahkan dari status sosial berada jauh dibawah keluarga Gus Irsyad"

"Status sosial yang saya sandang pun sangatlah jauh jika dibilang sempurna. Saya hanyalah seorang laki-laki yang beruntung dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang berstatus sosial baik dipandangan masyarakat. Namun, disisi lain saya pun manusia biasa yang penuh kekurangan. Yang mengharapkan kehadiran seseorang untuk mampu menjadikan hidup saya menjadi lebih baik. Itulah mengapa saya memilih Ayudia. Saya merasa menemukan jati diri saya didalamnya. Saya merasa, Ayudia mampu menyempurnakan hidup saya."

Hatiku menghangat mendengar penuturan Irsyad. Memanglah, sedari tadi aku menguping pembicaraan mereka di ruang tengah. Aku cukup malu untuk menemani mereka di ruang tamu.

"Apa keluarga Gus Irsyad sudah mengetahui dengan niat baik ini?" Tanya Baba yang tak mendapat jawaban darinya.

"Anggukan dari Gus Irsyad ini terkesan ragu. Gus, pernikahan itu bukanlah hal yang mudah, bukan pula hal yang sulit. Sebagai manusia kita harus mampu mengontrolnya. Menikah usia muda ataupun tua itu sesuai dengan pendewasaan dirinya masing-masing. Tapi, harus diingat juga, bahwa pernikahan itu menyatukan dua keluarga.

Maaf, kedatangan Gus Irsyad kemari bahkan tanpa ditemani keluarga sudah mewakilkan beberapa pertanyaan saya. Memang seorang laki-laki menikah tak harus persetujuan dari walinya. Tapi tetap saja, seorang laki-laki tetap wajib berbakti kepada orang tuanya sekalipun ia sudah menikah. Oleh karena itu, restu dari orang tua juga sangat diperlukan. Saya tidak mau, jika nantinya putri saya menjadikan pemutus silaturahmi dengan salah satu keluarga Gus Irsyad sendiri."

"Mohon maaf Om, Abah saya kebetulan ada acara di luar kota. Sehingga tidak bisa menemani saya kemari. Untuk restu, Insyaallah saya sudah benar-benar mendapatkannya dari Abah dan ummi jauh sebelum saya mengutarakan niat pada Ayudia."

"Saya bisa mengerti akan hal ini. Gus Irsyad laki-laki baik, saya benar-benar bahagia jika putri saya berjodoh dengan Gus Irsyad. Hanya saja, Gus Irsyad datang di waktu yang kurang tepat. Saya sebagai orang tua juga masih berat melepaskannya. Bahkan pendidikan yang saya tanamkan untuknya pun masih terbilang belum cukup untuk membina rumah tangga.

Gus Irsyad masih muda, begitu juga dengan putri saya. Biarlah sekarang Gus Irsyad dan putri saya fokus menyelesaikan studi masing-masing. Takutnya, akan ada kewajiban yang terlalaikan saat menambah suatu kewajiban. Jika memang Gus Irsyad berkenan menunggu silahkan. Jika tidak, nggih tidak apa-apa. Semua keputusan ada ditangan Gus Irsyad."

"Apa tidak bisa jika hanya bertunangan Om?"

"Bertunangan sama saja dengan berpacaran bukan? Jika kalian sanggup untuk tidak berjumpa selama itu apa bisa? Saya rasa akan sulit jika mengingat bahkan kalian satu kelas."

Jodohku, Kamu! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang