Mobil mas Algha memasuki pelataran pesantren. Sound sistem dan tenda sudah berdiri di sepanjang halaman. Tak berubah, masih sama seperti terakhir kali aku kemari. Jangan tanya kapan, tentunya waktu setelah lamaran kala itu, dan mas Algha masih di Arab. Jantungku masih saja berdegup kencang. Mungkin jika bertemu dengan Muya saja itu tidak masalah, meskipun tak mengurangi degup jantungku. Tapi, ini akan bertemu dengan keluarga besarnya juga, sudah pasti sangat ramai. Tentunya sebagian besar berlatarbelakang pesantren.
Aku dan mas Algha turun dari mobil, tak lepas dari pandangan banyak santri. Mas Algha mengajakku masuk dengan membawakan ranselku lewat pintu samping.
"Assalamualaikum!" Ucap mas Algha didepan ku, membuat semua orang yang sedang duduk menoleh ke arah kami.
"Waalaikumussalam! Walah sudah datang! Ayo masuk nduk!" Ucap Muya menghampiriku.
"Kok Arsyad dilewati Muy!" Protes mas Algha sembari mengambil tangan Muya.
"Halah, kamu mah masuk sendiri sana!" Hardik Muya membuat mas Algha cemberut.
Aku pun berjalan jongkok menyalami semua orang yang ada disana. Beberapa dari wajahnya ada yang kuketahui meskipun belum tahu siapa.
Setelah menyapa tamu, mas Algha mengantarku ke kamar tamu untuk bersih-bersih. Malu sebenarnya bertemu dengan mertua dalam keadaan kumus-kumus seperti ini. Saat di Puncak Panorama, aku belum menyempatkan diri untuk mandi, karena memang tak membawa peralatannya.
Sekitar satu jam aku menyelesaikan ritualku. Mulai dari mandi hingga memakai make-up. Bukan makeup tebal ya .... Hanya polesan dikit agar terlihat lebih segar.
"Neng!" Tiba-tiba suara mas Algha dari luar membuatku terkejut.
Ceklek!
"Bentar mas jangan dibuka! Ay belum pakai kerudung!" Teriakku tergopoh-gopoh menyampaikan kerudung.
"Eh maaf hehe!" Ucapnya menahan pintu.
"Dalem?" Tanyaku menghampiri mas Algha di depan pintu. Aku juga sudah rapi semuanya.
"Sudah?" Tanyanya membuatku mengangguk.
"Keluar yuk!" Ajaknya padaku.
Mas Algha mengenalkanku pada saudara-saudaranya. Salah satunya kakak kandung mas Algha sendiri. Dia yang pernah kutemui saat mengantarkan undangan padanya.Dia memiliki seorang putra yang berumur sekitar 4 tahunan. Nayeef namanya. Dia lucu, aktif, dan cerdas. Ya, wajarlah... Mengingat latarbelakang keluarganya sudah pasti bibit unggul. Membuatku insecure berada di tengah-tengah keluarga ini.
Satu persatu tamu mulai berdatangan. Muya dan Teh Khalwa menyambutnya di pintu masuk. Aku yang merasa tak nyaman, memilih bermain bersama Nayeef di gazebo samping ndalem. Kebetulan, tak begitu ramai. Hanya ada beberapa santri yang berlalu lalang untuk mempersiapkan acara ini.
Bosan bermain di gazebo, Nayeef mengajakku jalan-jalan mengelilingi asrama putri. Aku tersenyum melihat suasananya. Beberapa santri berkeliaran membawa buku, membawa timba, membawa kitab, dan lain sebagainya. Mereka sibuk memanfaatkan waktu luang masing-masing.
Sesekali ada yang menyapa dan menghampiri Nayeef. Tak jarang beberapa dari mereka menatapku aneh.
"Bunda! Ayeef cape!" Keluhnya setelah berlari-larian di taman asrama. Nayeef diminta memanggil ku dengan sebutan bunda karena ia memanggil mas Algha dengan sebutan ayah.
"Pulang yuk!" Ajakku membuatnya menjulurkan tangannya meminta digendong.
Mau tak mau aku pun menggendongnya. Berat sebenarnya. Meskipun ia masih balita, tapi tubuhnya yang gemoy sudah pasti terasa berat dengan badanku yang kecil ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku, Kamu! [SELESAI]
Teen FictionTerkadang hidup tak seperti apa yang kita bayangkan. Boleh jadi hari ini sesuai dengan rencana kita, namun besok yang terjadi diluar nalar kita. Jodoh, rezeki, maut, sudah tergariskan sedemikian rupa. Hanya saja, mampukah kita menjalaninya dengan ik...